Share

Bab 7

Author: Joana
Tapi Elric diam saja, tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Aurora tahu kondisinya, jadi dia tidak merasa aneh. Justru, dia malah makin merasa iba.

Setidaknya walaupun Kael nakal dan kurang ajar, dia tetap lincah dan sehat. Sedangkan Elric mengidap autisme, bahkan untuk sekadar berkomunikasi saja sangat sulit.

Dia membelai pipi Elric dengan lembut dan berkata dengan sabar,

"Kakak sangat senang bisa mengenal Tuan Muda Elric. Kakak berharap kamu bisa selalu bahagia."

Elric tetap tidak bicara, hanya menatapnya dengan mata bening yang tampak kebingungan.

Entah kenapa, Aurora justru merasa tatapan mata Elric mirip dengan dirinya. Dia seperti melihat bayangannya sendiri waktu kecil dari wajah Elric.

Mungkin karena melihat Elric seperti itu, dia jadi teringat pada masa lalunya.

Waktu kecil, dia begitu lemah dan tidak berdaya, sering dirundung oleh anak-anak lain di panti asuhan. Sampai akhirnya dia bertemu dengan ayah dan ibu angkatnya dari keluarga Guntara. Bersama keluarga itu, dia pernah merasakan kebahagiaan sesungguhnya.

Masa-masa itu adalah saat paling bahagia dalam hidupnya.

Sayang, semuanya hancur sejak Elira muncul.

Aurora merasa matanya panas, air mata tak bisa ditahan lagi dan mulai menggenang.

Tiba-tiba, tangan mungil menyentuh pipinya, lalu dengan lembut menyeka air matanya. Elric bergumam pelan, "Kakak, jangan menangis."

Meski suara Elric nyaris tak terdengar, Aurora mengerti apa yang dia katakan. Dia buru-buru mengangguk dan berkata dengan sungguh-sungguh,

"Kakak tidak akan menangis. Tuan Muda Elric tidak perlu khawatir. Kakak hanya tiba-tiba teringat hal-hal buruk yang sudah berlalu. Makanya kakak ingin bilang, hal-hal buruk pasti akan berlalu. Jangan takut, kamu harus terus maju."

"Tuan Muda Elric, kamu harus berani, ya?"

Elric menunduk, tetap tidak menjawab.

Aurora bisa melihat kalau anak ini pasti menyimpan sesuatu di dalam hatinya. Ditambah lagi, waktu di ruang istirahat tadi, Elric terlihat sangat ketakutan. Jelas sekali dia pernah mengalami kekerasan.

Dengan status Elric, siapa yang berani melakukan itu padanya? Kemungkinan besar hanyalah ayahnya sendiri, Zayden.

Kalau benar, berarti itu kekerasan dalam rumah tangga!

Akan tetapi, dia juga merasa tidak seharusnya sembarangan menuduh. Lagi pula, Zayden tidak terlihat seperti orang seperti itu. Dari sikapnya, terlihat jelas dia sangat peduli pada Elric. Elric juga darah dagingnya sendiri.

Kalau begitu, trauma Elric disebabkan oleh siapa?

Apa mungkin oleh ibunya sendiri?

Itu lebih tidak masuk akal lagi. Seorang ibu mana mungkin begitu kejam. Kalaupun harus menghukum anak, seharusnya tidak sampai menimbulkan ketakutan seperti itu.

Aurora memutar otak, akhirnya muncul satu kemungkinan. Ini sering terjadi di keluarga-keluarga kaya, penculikan!

Dulu Elira juga sempat diculik oleh musuh ayahnya, hingga akhirnya terpisah dari keluarga selama belasan tahun.

"Tuan Muda Elric, waktunya makan. Tuan Zayden menyuruh aku menjemput Anda."

Seorang pengasuh perempuan berlari ke atas dengan napas terengah-engah. Dia langsung mengangkat Elric dan tersenyum ramah pada Aurora.

"Nona Aurora, namaku Bibi Yati. Tuan Zayden juga bilang agar Anda ikut makan malam bersama kami."

Aurora sebenarnya tidak berniat tinggal, tetapi dia mengenakan piama pria. Dia tidak mungkin keluar dengan pakaian seperti itu. Ditambah lagi, Zayden belum memberinya uang, dan perutnya benar-benar kosong. Akhirnya, dia menahan harga dirinya dan ikut Bi Yati ke ruang makan.

Zayden sudah duduk di kursi utama. Sementara Elric duduk di kursi makan anak setelah digendong oleh Bi Yati. Aurora sempat ingin duduk di samping Elric, tetapi dia menduga istri Zayden akan menempati kursi itu, jadi dia memutar arah dan memilih duduk di kursi seberangnya.

Begitu dia duduk, Bi Yati segera menyuruh pelayan menyajikan makanan.

Zayden langsung mengambil pisau dan garpu, lalu mulai memotong steiknya.

Aurora menatap sekeliling, merasa sedikit bingung lalu bertanya, "Kita tidak perlu menunggu istri Anda?"

Zayden menghentikan gerakannya. Dia menatap Aurora, lalu menjawab datar, "Aku tidak punya istri."

Dia tahu Aurora baru keluar dari penjara, jadi tidak tahu hal ini pun wajar. Zayden tidak menganggap pertanyaan itu sebagai provokasi.

Keadaan sontak menjadi hening.

Aurora terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Pada akhirnya, dia hanya bisa meminta maaf dengan suara pelan.

"Maaf."

Walaupun penasaran, dia merasa tidak pantas menanyakan lebih jauh. Lagi pula, ini juga bukan urusannya.

Namun, mungkin alasan Zayden tidak memiliki istri berkaitan dengan kondisi Elric sekarang.

Aurora pun menunduk dan mulai makan.

Malam itu, di rumah Zayden menyajikan sirloin steik. Namun, Aurora terlalu lapar, seharian belum makan, jadi satu porsi steik rasanya seperti makanan pembuka saja. Dia menghabiskannya sampai bersih, bahkan sausnya pun hampir dia jilat habis.

Saat dia melirik ke piring Zayden dan Elric, masih ada setengah steik tersisa. Dia langsung merasa malu dan tidak tahu harus meletakkan tangan di mana. Mau pergi duluan juga tidak sopan. Rasanya seperti duduk di atas duri.

"Apa yang kamu makan siang tadi di rumah Keluarga Guntara?"

Tiba-tiba, suara pria itu pun terdengar.

Aurora yang sedang melamun, lalu buru-buru menjawab dengan jujur, "Aku tidak makan."

Zayden sedikit mengangkat alis, tetapi tidak terlihat terkejut. Dia melambai memanggil Bi Yati.

"Suruh koki buatkan satu porsi pasta untuk Nona Aurora."

"Tidak perlu, Tuan Zayden. Aku sudah kenyang." Aurora menolak dengan sopan, merasa tidak enak.

"Ini makanan gratis. Aku yakin Nona Aurora sangat membutuhkannya sekarang," jawab Zayden datar.

"Lagi pula, kamu sedang tidak punya uang sepeser pun."

Aurora makin malu, tetapi tidak menolak lagi. Dia hanya berterima kasih,

"Terima kasih, Tuan Zayden."

Tak lama kemudian, semangkuk pasta dihidangkan di hadapannya. Aroma dan tampilannya langsung membuat Aurora lapar lagi.

Memang, dia belum kenyang. Sejak di penjara, dia tidak pernah benar-benar puas makan. Makanan di sana hambar seperti makanan ternak. Bisa makan daging saja sudah mewah. Akan tetapi, karena terbiasa lapar, lambungnya sudah mengecil. Setelah menghabiskan pasta itu, dia pun merasa kenyang.

Aurora meletakkan garpu. Saat itu, dia melihat Elric di seberangnya juga ikut-ikutan meletakkan pisau dan garpu.

Dia melirik ke piring Elric. Masih ada setengah steik tersisa. Padahal porsinya sudah kecil karena piring anak-anak. Kalau cuma makan setengah, jelas tidak cukup secara nutrisi.

"Tuan Muda Elric tidak makan lagi?" tanya Aurora dengan khawatir.

Elric berkedip dua kali. Walau tidak menjawab, dia mengangguk pelan.

Aurora membujuk,

"Makan sebanyak ini tidak cukup. Kamu sedang dalam masa pertumbuhan. Apa kamu tidak suka steik?"

Elric tetap diam, matanya melirik-lirik ke sekeliling. Jelas dia sudah tidak fokus.

Saat itulah Aurora menyadari Zayden juga sudah meletakkan alat makannya dan sedang menatap ke arahnya.

Aurora merasa agak canggung. Baru saja dia ingin menjelaskan bahwa dia tidak berniat ikut campur, hanya saja khawatir Elric makan terlalu sedikit.

"Untuk sekarang, makanan yang bisa dia terima memang terbatas. Bisa makan steik saja sudah bagus." Zayden menghela napas pelan sambil menatap Elric yang matanya kosong.

Aurora mendadak merasa sedikit iba pada Zayden. Ayah memang tidak sehalus ibu. Zayden membesarkan Elric sendirian, ditambah lagi Elric punya kondisi khusus. Mungkin sering kali dia merasa tidak sanggup.

Aurora pun bertanya dengan tulus, "Tuan Zayden, apa Elric tadi makan camilan sebelum makan malam?"

"Tidak. Dia tidak suka camilan," jawab Zayden.

"Kalau begitu, makan malamnya terlalu sedikit. Boleh aku coba membujuknya makan lagi?"

Zayden menatapnya sesaat, tampak agak terkejut. Tapi kemudian dia mengangguk pelan,

"Kalau begitu, aku serahkan pada Nona Aurora."

Aurora bangkit berdiri dari kursinya, lalu berkeliling ke sisi Elric. Bocah itu sedang menunduk, bermain dengan jarinya sendiri.

Aurora menarik piring Elric ke hadapannya, lalu mengambil pisau dan garpu untuk memotong sisa steik menjadi potongan-potongan kecil.

"Tuan Muda Elric, ayo kita main, ya? Kalau kamu salah jawab atau tidak bisa menjawab, kamu harus makan satu potong steik." Aurora menjelaskan aturan permainannya.

Tatapan kosong Elric mulai fokus, dia berkedip perlahan. Di wajah mungilnya tertulis kebingungan.

Namun, Aurora tahu, itu tandanya dia setuju.

Zayden hanya duduk diam, memperhatikan mereka berdua.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kini Aku Jadi Tantemu!   Bab 100

    Jenna pernah bertemu dengan Elira, dan tahu dia adalah adik perempuan Nevan, tetapi sebelum mengenal Aurora, dia tidak tahu bahwa Elira memiliki hubungan dengan Keluarga Guntara."Sekarang Kael sudah diprovokasi olehnya, dia sama sekali tidak percaya padaku. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa," ucap Aurora dengan sedih, seolah seluruh langit runtuh menimpanya.Perasaannya saat ini penuh dengan kekecewaan dan keputusasaan. Dia pun tak berani langsung pulang ke Keluarga Ranjaya. Karena itulah, dia mengajak Jenna bertemu untuk mencurahkan isi hatinya."Orang seperti Shelly, harus dipancing dulu agar wajah aslinya muncul. Dia mendekati Kael demi bisa menikahi Ares dan naik derajat. Itu berarti Ares adalah kelemahannya. Dan sekarang Ares memang berniat kembali padamu. Itulah kuncinya!"Jenna langsung menembak ke titik persoalan. "Kamu harus manfaatkan Ares untuk memancingnya, buat dia sampai kalap."....Malam harinya, Aurora menelepon Shelly.Tapi Shelly tidak menjawab.Perempuan

  • Kini Aku Jadi Tantemu!   Bab 99

    Aurora menuruni tangga. Dia ingin pergi dari sini, sendirian dan tenang.Namun, saat melangkah keluar dari gerbang Keluarga Anandara, dia merasa dirinya seharusnya tidak bersikap keras kepala kepada Kael. Anak itu masih kecil, pasti ada yang menghasutnya.Memikirkan hal itu, ia pun kembali melangkah naik. Akan tetapi, saat sampai di depan kamar Kael, dia mendengar Kael sedang menelepon, dan teleponnya dalam mode pengeras suara."Tante Shelly, Ibu sudah pergi karena aku buat marah!" Nada suara Kael tidak terdengar bangga, malah terdengar ragu dan bingung.Tapi Shelly justru tertawa kecil. "Kael, Ibumu itu menyukai Elric, jadi kamu harus beri dia pelajaran. Jangan biarkan dia seenaknya meninggalkanmu demi mengurus anak orang lain. Kalau kamu terlalu mudah memaafkannya, dia tidak akan menghargaimu."Mendengar itu, mata Aurora terbelalak. Sorot matanya dipenuhi amarah. Kedua tangannya mengepal erat tanpa sadar, seolah ingin menerobos masuk dan membentak Shelly habis-habisan. Menuntut alasa

  • Kini Aku Jadi Tantemu!   Bab 98

    "Aku masih harus memberi tahu Ibu, tapi mungkin... kamu harus beri dia waktu untuk menerima semuanya," ujar Ares sambil menenangkannya.Senyuman di wajah Aurora pun memudar, ekspresinya datar. "Kalau begitu, biarkan aku menjaga Kael lebih dulu.""Baik, baik. Aku bukan sengaja melarangmu bertemu Kael. Hanya saja... setelah cara kamu memperlakukanku waktu itu, aku cuma ingin memaksamu datang dan mencariku." Nada suara Ares melunak. Dia pun segera menelepon pembantu rumah tangga, memberi instruksi agar Aurora diizinkan masuk untuk merawat Kael.Setelah berhasil mencapai tujuannya, Aurora berbalik hendak pergi, tetapi ditarik masuk ke dalam pelukan Ares. "Aurora, jangan terburu-buru. Aku akan cari waktu untuk bicara dengan Ibu. Satu-satunya orang yang kucintai hanyalah kamu."Dia pun menyandarkan kepalanya di bahu dan leher Aurora, menghirup dalam-dalam aroma tubuh wanita itu.Aurora segera mendorongnya. "Aku mau menemui Kael, kamu lanjutkan pekerjaanmu.""Biarkan aku memelukmu sebentar sa

  • Kini Aku Jadi Tantemu!   Bab 97

    Dia mengira kenangan-kenangan ini bisa membuat Aurora teringat akan masa-masa indah mereka dulu.Namun tak disangka, di mata Aurora, semua itu tidak berharga, hanyalah sampah belaka?Kenapa wanita ini bisa berubah sedemikian besar?Dulu semua yang Aurora lakukan adalah demi dirinya, entah itu mencelakai Selina, atau melahirkan Kael, semuanya karena Aurora sangat mencintainya.Namun, sejak keluar dari penjara, kenapa sikap Aurora menjadi begitu dingin terhadapnya?Ares tidak mengerti. Mungkin Aurora sedang bersiasat dengan berpura-pura menjauh untuk membuatnya makin tertarik. Awalnya Ares memang berpikir begitu, tetapi rasanya tetap saja tidak masuk akal. Jika memang itu niatnya, bukankah akting Aurora terlalu berlebihan?Dia bahkan sudah mengambil langkah lebih dulu untuk memberi mereka kesempatan kembali bersama…Selain itu, hanya ada satu kemungkinan lain, yaitu dia telah jatuh cinta pada orang lain.Dan satu-satunya pria yang mungkin membuat Aurora berpaling darinya hanyalah pamanny

  • Kini Aku Jadi Tantemu!   Bab 96

    Dia adalah ibu kandung Kael, dan memiliki hak untuk menemui Kael. Ares tidak bisa melarangnya begitu saja.Mungkin karena terlalu cemas, Aurora sudah tak memikirkan lagi soal citra dirinya. Begitu sampai di lobi utama Grup Anandara, dia langsung berkata ingin menemui Ares.Dua resepsionis wanita saling berpandangan, lalu salah satunya bertanya, "Nona, siapa nama Anda? Apakah sudah membuat janji temu?""Namaku Aurora Guntara. Katakan pada Pak Ares bahwa aku ingin bertemu dengannya. Dia pasti akan mau menemuiku," ucap Aurora dengan wajah dingin dan nada berat.Sebenarnya, para resepsionis itu sudah terbiasa melihat banyak wanita seperti ini. Siapa pun tahu siapa Ares itu, dan terlalu banyak wanita yang berusaha mendekatinya. Namun, justru karena sikap Aurora yang begitu yakin dan tak gentar, mereka jadi tak bisa menertawakannya seperti biasa.Salah satu dari mereka pun segera menelepon kantor CEO. Begitu mendapat jawaban, matanya membelalak."Silakan, Nona Aurora. Lewat sini."Sang resep

  • Kini Aku Jadi Tantemu!   Bab 95

    Pandangan Aurora tanpa sadar terpaku padanya.Sampai suara rendah pria itu terdengar, menyadarkannya dari lamunannya."Ada apa?"Aurora kembali sadar, menunduk dengan canggung sambil mengusap kening, lalu menggigit bibir dan bertanya, "Tuan Zayden, di kamarku ada kotak berisi gaun malam. Apakah itu kiriman dari Anda?""Ya," jawab Zayden dengan nada datar. "Aku akan membawa Elric ke jamuan makan malam Grup Anandara. Saat itu aku butuh kamu menemani dan menjaganya.""Oh, baik."Setelah tahu alasannya, Aurora tidak bertanya lebih lanjut. Dia berbalik hendak pergi, tetapi seolah teringat sesuatu, dia langsung berbalik dan bertanya, "Apakah itu jamuan makan malam hari Minggu? Di Hotel Royal?""Benar." Zayden mengangkat alisnya sedikit.Aurora tampak terkejut.Jamuan yang digelar oleh Keluarga Guntara dan Keluarga Anandara untuk merayakan peluncuran proyek kecerdasan buatan, dipenuhi oleh tamu-tamu penting dari berbagai kalangan.Aurora segera berkata, "Itu bukan hanya jamuan makan malam Gru

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status