Share

Bab 8

Author: Joana
"Ada enam roti di dalam baskom, dan ada enam anak kecil. Setiap anak mendapat satu roti. Tapi setelah dibagikan, masih ada satu roti tersisa di baskom. Kenapa bisa begitu?"

Aurora mengajukan pertanyaan pertama setelah berpikir sejenak.

Sebenarnya, dia sendiri juga tidak tahu cara berinteraksi dengan anak kecil. Dia juga belum pernah mengasuh Kael, jadi hanya bisa mengikuti nalurinya dan pelan-pelan mencari cara sendiri.

Untungnya, dulu dia pernah tinggal di panti asuhan, dan sebagian besar anak-anak di sana memiliki kekurangan. Karena itu, saat bermain bersama mereka, dia terbiasa bersikap sabar. Kebiasaan itu terbawa sampai sekarang. Menghadapi Elric, dia tidak merasa kesal sedikit pun.

Elric mendengar pertanyaannya, jari-jarinya sedikit gemetar. Kedua tangannya saling meremas, bahkan mengeluarkan bunyi.

Aurora menyadari Elric tidak sepenuhnya mengabaikannya. Ujung telinganya tampak memerah, sepertinya itu kebiasaannya saat sedang berpikir.

Ternyata cara ini cukup efektif untuk Elric, setidaknya dia tidak benar-benar menolak untuk berinteraksi.

Aurora dengan sabar menanti jawaban dari Elric. Rasa penasarannya begitu besar, ingin tahu apa yang akan dikatakan oleh anak itu. Namun, setelah hening cukup lama, Elric hanya diam, bibirnya terkatup rapat. Dengan ragu, dia akhirnya mengambil pisau dan garpu, lalu mulai memotong sepotong steik dan menyantapnya dalam diam.

Dia mengunyah dengan sangat pelan, seolah sedang menyelesaikan tugas yang berat.

"Elric menyerah, ya? Kalau begitu, Kakak akan kasih tahu jawabannya, ya."

Melihat Elric yang penurut dan sopan, Aurora merasa sangat lega. Katanya anak autis susah diurus, tetapi menurutnya tidak begitu. Elric sangat manis, 'kan?

Aurora berkata pelan, "Karena roti terakhir di dalam baskom itu memang milik anak keenam, jadi tetap ada satu roti di baskom."

Suasana sempat hening selama beberapa detik. Elric menatapnya dengan bingung.

Tiba-tiba, seorang pria terkekeh pelan.

Aurora sedikit canggung. Meski teka-teki ini memang agak bodoh, dia sudah berusaha keras. Otaknya hanya bisa memikirkan soal seperti itu.

"Lumayan, lanjutkan," kata Zayden tanpa diduga.

Aurora tersenyum malu, lalu memberanikan diri mengajukan pertanyaan kedua, "Pertanyaan kedua, benda apa yang punya kepala tapi tidak punya kaki?"

Tatapan Elric akhirnya menunjukkan fokus. Dia mulai menggaruk kepala dan pipinya. Wajahnya memerah, bibirnya bergerak-gerak, tetapi tidak mengeluarkan suara.

Jantung Aurora berdebar, matanya dipenuhi harapan. Pertanyaan ini tidak sebodoh yang pertama, jadi dia berharap Elric bisa menjawab.

Perlahan, Elric mengangkat kepala dan menatap Aurora dengan mata hitam-putih yang bening. Aurora merasa seolah sedang menatap bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit malam. Mata Elric benar-benar indah.

Pipi Elric menggembung, wajah mungilnya penuh ekspresi frustrasi dan tidak berdaya.

Sebelum Aurora sempat bicara, dia sudah membuka mulut dan makan lagi sepotong steik. Gerakannya jauh lebih mantap dibanding sebelumnya.

Aurora tahu Elric tidak bisa menjawab, jadi dia tersenyum dan berkata, "Jawabannya jarum. Elric pernah lihat jarum, 'kan?"

"Ah!"

Tiba-tiba Elric memegangi kepalanya dan berteriak kencang. Tubuh mungilnya menggeliat liar di kursi bayi, wajahnya pucat sekali. Teriakannya tajam dan menyayat, sama sekali berbeda dari sikap manisnya tadi.

Aurora kaget dan baru hendak menenangkan, tetapi Zayden sudah lebih dulu menghampiri dan mengangkat Elric dari kursi bayi.

Wajahnya tampak sangat serius. Dengan langkah besar, dia membawa Elric ke lantai atas. Aurora panik dan buru-buru mengikuti mereka. Kondisi Elric makin parah, seperti binatang kecil yang mengamuk.

Bi Yati melihat Aurora ingin ikut dan langsung menahannya. Dia menggeleng dan berkata, "Nona Aurora, saat ini Tuan Muda butuh ketenangan. Biasanya hanya Tuan yang bisa menenangkan dia. Sebaiknya kamu jangan ikut, nanti dimarahi."

Bi Yati mengira Aurora melakukan sesuatu yang memicu Elric, jadi dia baik hati mengingatkan agar tidak mencari masalah.

"Bi Yati, kenapa Elric bisa begitu?" tanya Aurora sambil mengerutkan kening. Dia langsung teringat insiden di ruang istirahat sebelumnya, reaksi Elric juga sangat ekstrem waktu itu.

Namun, kali ini jauh lebih parah.

Dan semuanya terjadi setelah dia menyebut kata jarum.

Jangan-jangan…

Aurora mulai merasa tidak enak.

Bi Yati melirik ke arah tangga. Setelah memastikan Zayden dan Elric sudah masuk ke kamar, dia baru menghela napas panjang lalu berkata, "Tuan Muda benar-benar sangat menyedihkan."

"Dia…"

Bi Yati tampak enggan melanjutkan.

Aurora tidak tahan untuk bertanya, "Apa Tuan Zayden punya kecenderungan kekerasan?"

Namun setelah bertanya, dia langsung menyesal. Jelas-jelas dia salah paham.

Elric hanya bisa ditenangkan oleh Zayden, bagaimana mungkin justru Zayden yang menyakitinya?

"Tentu saja tidak! Mana mungkin Tuan seperti itu!" Bi Yati segera menyangkal. Baru ingin menjelaskan, tetapi suara pria itu terdengar duluan.

"Aurora, naik ke atas."

Suaranya dalam dan dingin, tetapi tersirat kemarahan yang tersembunyi.

Aurora merinding. Dia tahu pria itu sedang marah. Dia mengangguk ke arah Bi Yati, lalu buru-buru naik ke atas.

Begitu tiba di hadapan Zayden, dia langsung berkata dengan cemas, "Elric tidak apa-apa? Maaf, aku tidak sengaja… aku tidak tahu Elric…"

"Dia pernah ditusuk jarum. Itu meninggalkan trauma. Mulai sekarang, jangan sebut-sebut kata itu di depannya," ujar Zayden dingin. "Masuklah, dia memanggilmu."

"Memanggilku?"

Aurora terkejut dan hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Begitu pintu kamar terbuka, dia langsung melihat tubuh kecil Elric meringkuk di sudut ruangan. Mata beningnya dipenuhi air mata, hidungnya memerah, tubuhnya menggigil, terlihat sangat menyedihkan.

Begitu melihat Aurora masuk, Elric menatapnya dengan mata penuh permohonan dan kesedihan. Tatapan itu langsung meluluhkan hati Aurora. Dengan naluri keibuan, dia melangkah mendekat, berjongkok di hadapan Elric, lalu memeluk tubuh mungilnya erat-erat.

Tanpa diduga, Elric memanggil pelan, "Ibu."

Aurora tertegun sejenak, lalu bertanya dengan lembut, "Elric rindu Ibu, ya? Ibu Elric sekarang di mana? Kakak bisa bantu cari, mau?"

Dia tidak mengenal mantan istri Zayden. Saat dia masuk penjara, Zayden belum menikah. Melihat usia Elric, kemungkinan besar Zayden baru menikah setelah dia dipenjara. Selama lima tahun terakhir, dia benar-benar tidak tahu apa pun tentang dunia luar.

Dulu sahabat baiknya, Shelly, masih sering menjenguknya, menceritakan keadaan luar. Namun, sejak Shelly masuk dunia hiburan dan makin sibuk, dia tak pernah datang lagi. Hubungan mereka pun terputus.

Rencananya, setelah membeli ponsel baru, dia akan coba menghubungi Shelly dulu.

Aurora yakin Elric sedang rindu ibunya. Dia memutuskan akan bicara pada Zayden.

Meskipun Zayden sudah bercerai, pasti dia masih punya kontak mantan istrinya. Harusnya, biarkan wanita itu menjenguk anaknya.

Akan tetapi, saat Aurora hendak berdiri, Elric tiba-tiba menarik lengan bajunya dan menggeleng keras. "Tidak mau Ibu… tidak mau Ibu…"

Dia kembali menangis kencang.

Aurora bingung harus berbuat apa.

Saat itu juga, Zayden masuk ke kamar.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kini Aku Jadi Tantemu!   Bab 100

    Jenna pernah bertemu dengan Elira, dan tahu dia adalah adik perempuan Nevan, tetapi sebelum mengenal Aurora, dia tidak tahu bahwa Elira memiliki hubungan dengan Keluarga Guntara."Sekarang Kael sudah diprovokasi olehnya, dia sama sekali tidak percaya padaku. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa," ucap Aurora dengan sedih, seolah seluruh langit runtuh menimpanya.Perasaannya saat ini penuh dengan kekecewaan dan keputusasaan. Dia pun tak berani langsung pulang ke Keluarga Ranjaya. Karena itulah, dia mengajak Jenna bertemu untuk mencurahkan isi hatinya."Orang seperti Shelly, harus dipancing dulu agar wajah aslinya muncul. Dia mendekati Kael demi bisa menikahi Ares dan naik derajat. Itu berarti Ares adalah kelemahannya. Dan sekarang Ares memang berniat kembali padamu. Itulah kuncinya!"Jenna langsung menembak ke titik persoalan. "Kamu harus manfaatkan Ares untuk memancingnya, buat dia sampai kalap."....Malam harinya, Aurora menelepon Shelly.Tapi Shelly tidak menjawab.Perempuan

  • Kini Aku Jadi Tantemu!   Bab 99

    Aurora menuruni tangga. Dia ingin pergi dari sini, sendirian dan tenang.Namun, saat melangkah keluar dari gerbang Keluarga Anandara, dia merasa dirinya seharusnya tidak bersikap keras kepala kepada Kael. Anak itu masih kecil, pasti ada yang menghasutnya.Memikirkan hal itu, ia pun kembali melangkah naik. Akan tetapi, saat sampai di depan kamar Kael, dia mendengar Kael sedang menelepon, dan teleponnya dalam mode pengeras suara."Tante Shelly, Ibu sudah pergi karena aku buat marah!" Nada suara Kael tidak terdengar bangga, malah terdengar ragu dan bingung.Tapi Shelly justru tertawa kecil. "Kael, Ibumu itu menyukai Elric, jadi kamu harus beri dia pelajaran. Jangan biarkan dia seenaknya meninggalkanmu demi mengurus anak orang lain. Kalau kamu terlalu mudah memaafkannya, dia tidak akan menghargaimu."Mendengar itu, mata Aurora terbelalak. Sorot matanya dipenuhi amarah. Kedua tangannya mengepal erat tanpa sadar, seolah ingin menerobos masuk dan membentak Shelly habis-habisan. Menuntut alasa

  • Kini Aku Jadi Tantemu!   Bab 98

    "Aku masih harus memberi tahu Ibu, tapi mungkin... kamu harus beri dia waktu untuk menerima semuanya," ujar Ares sambil menenangkannya.Senyuman di wajah Aurora pun memudar, ekspresinya datar. "Kalau begitu, biarkan aku menjaga Kael lebih dulu.""Baik, baik. Aku bukan sengaja melarangmu bertemu Kael. Hanya saja... setelah cara kamu memperlakukanku waktu itu, aku cuma ingin memaksamu datang dan mencariku." Nada suara Ares melunak. Dia pun segera menelepon pembantu rumah tangga, memberi instruksi agar Aurora diizinkan masuk untuk merawat Kael.Setelah berhasil mencapai tujuannya, Aurora berbalik hendak pergi, tetapi ditarik masuk ke dalam pelukan Ares. "Aurora, jangan terburu-buru. Aku akan cari waktu untuk bicara dengan Ibu. Satu-satunya orang yang kucintai hanyalah kamu."Dia pun menyandarkan kepalanya di bahu dan leher Aurora, menghirup dalam-dalam aroma tubuh wanita itu.Aurora segera mendorongnya. "Aku mau menemui Kael, kamu lanjutkan pekerjaanmu.""Biarkan aku memelukmu sebentar sa

  • Kini Aku Jadi Tantemu!   Bab 97

    Dia mengira kenangan-kenangan ini bisa membuat Aurora teringat akan masa-masa indah mereka dulu.Namun tak disangka, di mata Aurora, semua itu tidak berharga, hanyalah sampah belaka?Kenapa wanita ini bisa berubah sedemikian besar?Dulu semua yang Aurora lakukan adalah demi dirinya, entah itu mencelakai Selina, atau melahirkan Kael, semuanya karena Aurora sangat mencintainya.Namun, sejak keluar dari penjara, kenapa sikap Aurora menjadi begitu dingin terhadapnya?Ares tidak mengerti. Mungkin Aurora sedang bersiasat dengan berpura-pura menjauh untuk membuatnya makin tertarik. Awalnya Ares memang berpikir begitu, tetapi rasanya tetap saja tidak masuk akal. Jika memang itu niatnya, bukankah akting Aurora terlalu berlebihan?Dia bahkan sudah mengambil langkah lebih dulu untuk memberi mereka kesempatan kembali bersama…Selain itu, hanya ada satu kemungkinan lain, yaitu dia telah jatuh cinta pada orang lain.Dan satu-satunya pria yang mungkin membuat Aurora berpaling darinya hanyalah pamanny

  • Kini Aku Jadi Tantemu!   Bab 96

    Dia adalah ibu kandung Kael, dan memiliki hak untuk menemui Kael. Ares tidak bisa melarangnya begitu saja.Mungkin karena terlalu cemas, Aurora sudah tak memikirkan lagi soal citra dirinya. Begitu sampai di lobi utama Grup Anandara, dia langsung berkata ingin menemui Ares.Dua resepsionis wanita saling berpandangan, lalu salah satunya bertanya, "Nona, siapa nama Anda? Apakah sudah membuat janji temu?""Namaku Aurora Guntara. Katakan pada Pak Ares bahwa aku ingin bertemu dengannya. Dia pasti akan mau menemuiku," ucap Aurora dengan wajah dingin dan nada berat.Sebenarnya, para resepsionis itu sudah terbiasa melihat banyak wanita seperti ini. Siapa pun tahu siapa Ares itu, dan terlalu banyak wanita yang berusaha mendekatinya. Namun, justru karena sikap Aurora yang begitu yakin dan tak gentar, mereka jadi tak bisa menertawakannya seperti biasa.Salah satu dari mereka pun segera menelepon kantor CEO. Begitu mendapat jawaban, matanya membelalak."Silakan, Nona Aurora. Lewat sini."Sang resep

  • Kini Aku Jadi Tantemu!   Bab 95

    Pandangan Aurora tanpa sadar terpaku padanya.Sampai suara rendah pria itu terdengar, menyadarkannya dari lamunannya."Ada apa?"Aurora kembali sadar, menunduk dengan canggung sambil mengusap kening, lalu menggigit bibir dan bertanya, "Tuan Zayden, di kamarku ada kotak berisi gaun malam. Apakah itu kiriman dari Anda?""Ya," jawab Zayden dengan nada datar. "Aku akan membawa Elric ke jamuan makan malam Grup Anandara. Saat itu aku butuh kamu menemani dan menjaganya.""Oh, baik."Setelah tahu alasannya, Aurora tidak bertanya lebih lanjut. Dia berbalik hendak pergi, tetapi seolah teringat sesuatu, dia langsung berbalik dan bertanya, "Apakah itu jamuan makan malam hari Minggu? Di Hotel Royal?""Benar." Zayden mengangkat alisnya sedikit.Aurora tampak terkejut.Jamuan yang digelar oleh Keluarga Guntara dan Keluarga Anandara untuk merayakan peluncuran proyek kecerdasan buatan, dipenuhi oleh tamu-tamu penting dari berbagai kalangan.Aurora segera berkata, "Itu bukan hanya jamuan makan malam Gru

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status