Share

Chapter 2.b: Resistance is...

Ritual Kekuatan adalah semacam ritual dimana seseorang dapat memulai Langkah pertama sebagai seorang pengguna sihir, yaitu dengan menjadi Petualang. Yang dia perlukan sesungguhnya adalah menyerap mana yang terdapat di medan sihir ke dalam dirinya untuk membuka pintu jalan masuk untuk sihir. Saat itu tercapai, barulah dia bisa disebut sebagai Petualang. Biasanya peluang untuk berhasil adalah selama sepuluh hari saja, lebih dari itu berarti dia tidak mempunyai potensial sihir.

Tentunya aktifitas itu cukup berbahaya jika tidak diawasi, karena ada peserta lain yang kemungkinannya bermaksud jahat. Dan juga orang lain bisa saja menghilangkan medan sihirnya saat mereka memakainya untuk naik Langkah, meninggalkan anak-anak itu tanpa hal yang mereka butuhkan.

Untuk itulah, peran para penjaga yang juga ikut serta itu sangat diperlukan. Anggota klan lain yang ada disana menjaga agar tidak ada yang menggunakan medan itu untuk naik Langkah sampai semua calon Petualang selesai. Mereka juga menggunakan waktu disana untuk mengumpulkan mana, ini diperbolehkan karena tidak akan menjatuhkan medannya.

Dama cukup familir dengan semua ini karena dia sudah pernah melakukannya bersama klannya saat dia seumuran mereka. Bahkan hampir semua Petualang melalui proses tersebut, kecuali jika dia tidak memiliki orang lain untuk melindunginya. Apabila tidak ada, itu artinya dia harus pergi sendiri. Yang lebih berbahaya dan kesempatan gagalnya lebih besar. Makanya anak dari klan mendapat keuntungan yang besar di bagian itu.

Ritual itu biasanya diadakan jika ada medan sihir yang kebetulan dekat dengan kota, jadi mereka tidak membutuhkan waktu lama untuk mencapainya. Dan juga dirasa lebih aman bagi semua yang terlibat, kalau ada apa-apa bisa langsung memanggil bantuan yang tidak jauh. Dama dan Stila sebenarnya sudah merasakannya sebelum memasuki Lamin, akan tetapi memilih untuk tidak mendekat karena mereka memutuskan kalau pastinya akan banyak orang yang sudah ada. Selain itu mereka sudah ada urusan terlebih dahulu.

Walau ujung-ujungnya mereka juga tetap berakhir disana sih. Gara-gara tidak berhasil mencapai yang diinginkan.

Dikarenakan tamu penting hari ini adalah cucu sang ketua klan itu sendiri, maka dia pergi ditemani penjagaan ketat. Termasuk disana adalah Rawa yang tidak ingin melepaskan pengawasannya terhadap Dama dan Stila, yang memutuskan kalau lebih mudah cuma mengikuti arus saja.

Anak itu, Rija, selain menyapa di awal tadi tidak menghiraukan lagi akan mereka berdua. Dia sedang bersama teman-temannya. Atau mungkin sedang memberikan perintah terhadap mereka. Namanya juga orang kaya.

"Aku ingin kalian menyebar dan jaga setiap sudut, jika ada yang tidak seharusnya disini beritahukan mereka apa yang sedang kita lakukan." Kemudian Rawa menunjuk Dama dan Stila. "Untuk kalian berdua, jangan membuat masalah, paham?"

"Ucapanmu adalah perintahku," kata Stila dengan sarkastik.

Para penjaga masing-masing membawa satu atau dua anak dan berpencar. Kenapa begitu, karena untuk lebih memudahkan mereka memfokuskan pikiran. Mengurangi peluang ada yang mengganggu konsentrasi dan menarik perhatian mereka dengan mengajak mengobrol misalnya.

Dan juga, jika kekuatan para penjaga dianggap digabung menjadi satu, maka orang lain akan enggan untuk menantang mereka. Jadi jika ada partisipan lain, saat diberitahukan pilihannya cuma ada dua, yaitu pergi atau tinggal dan patuhi aturan yang ditetapkan.

"Bagaimana dengan aku?" tanya Rija. "Aku harus kemana?"

"Disini saja sudah cocok," jawab Rawa. "Tidak apa-apa. Kalau merasa tidak ada kemajuan, baru kita pindah ke tempat yang lain."

Sementara itu, Dama dan Stila mencari spot yang nyaman dan teduh dengan tujuan bermeditasi mengumpulkan mana untuk diri mereka sendiri. Lebih baik lagi jika mereka tidak menganggu pekerjaan orang lain supaya tidak ada yang punya alasan untuk marah kepada mereka.

Di siang pada hari pertama itu, semua tentang dan tentram. Setiap masing-masing individu sibuk dengan kesibukan tersendiri.

Malamnya kedua sejoli itu mendirikan tenda yang dipinjamkan oleh klan Lamin. Rawa sendiri yang menyerahkannya. Mereka berbagi tugas membuat api unggun, dan menyiapkan makanan. Setelah sudah tengah larut malam, Dama pergi ke alam mimpi, tidur dengan nyenyak. Dia lebih dulu melakukannya daripada Stila yang masih terjaga. Sepertinya dia masih ingin lanjut.

Dama kadang berpikir dan terheran-heran bagaimana mereka bisa langsung akrab saja. Selama perjalanan tidak ada kericuhan di antara mereka. Dia hanya bisa menerimanya dengan rasa syukur.

Dan keesokan harinya pun tiba. Mereka mengetes kekuatan yang mereka peroleh. Tentu saja berlainan dengan yang di medan sihir sebelumnya. Bagaimana cara bekerjanya adalah, setahu Dama, setiap medan sihir mengandung satu tema tertentu. Kemudian siapapun itu yang berada di dalamnya akan mendapat sesuatu yang berasal dari variasi atau hal yang ada kaitannya dengan tema tersebut. Tidak perlu kaitan yang benar-benar cocok atau kuat, asalkan ada sedikit.

Malamnya, semua orang sudah menurunkan kewaspadaan mereka. Sepertinya tidak akan terjadi hal yang tidak-tidak. Oh, betapa salahnya anggapan mereka. Ada orang dengan sebuah rencana, atau menurut kata pepatah, ada udang di balik batu.

Di malam hari ketiga mereka mewujudkan masakan dari akal licik mereka itu. Orang-orang itu menyerang tanpa peringatan. Di pembukaan, mereka mendiamkan dan menyingkirkan anak-anak dibawah tanggung jawab mereka. Yang memberikan perlawanan diberikan rasa kekerasan.

Lalu kemudian penjaga yang lain yang dilibas, mereka memberikan pertahanan yang lebih dari yang sebelumnya namun itu pun tidak cukup. Satu sisi menyusun persiapan terlebih dahulu dan menggunakan taktik serangan kejutan.

Satu penjaga loyal berhasil lolos dan kabur, dia langsung menuju Rawa untuk melaporkan apa yang sedang terjadi. Oleh karena itu, saat para pengkhianat menjumpai mereka, Rawa sudah siap sedia.

"Bagaimana ini?" tanya Rija.

"Tenang saja," kata Rawa. "Aku akan melindungimu."

Dia tidak akan membiarkan ada yang melukai tanggung jawabnya. Dia mengemban tugasnya dengan serius. Dia tidak peduli jika harus memberikan hidupnya.

"Serahkan dia kepadaku, Rawa." Kanse memerintah. "Kami tidak akan menyakitinya. Dia hanya akan berperan sebagai sandera."

"Tidak. Aku rasa perkataanmu itu rupanya isinya sampah semua."

"Jika kamu perhatikan baik-baik, jumlah diantara kita timpang berat sebelah."

"Benar. Kalian tidak cukup untuk mengalahkan aku karena aku lebih kuat daripada kalian semua."

"Jika itu yang kamu mau, maka matilah."

Setelah itu pertarungan pun pecah. Tiga orang melawan Rawa dan satu orang penjaga lain, memperebutkan seorang Rija.

Satu orang maju menuju ke Rawa. Kekuatannya adalah membuat dirinya lebih kuat. Itu sebenarnya adalah kekuatan yang sudah umum di pasaran, namun tetap saja tidak bisa diremehkan. Cara penggunaannya memang sederhana, akan tetapi efektif. Jika seseorang seperti itu memukulmu, tetap saja bisa langsung pingsan.

Dan itulah yang akan dilakukannya. Naas, Rawa menghindar kemudian melayangkan tangannya sendiri. Dia menyentuh lengan musuhnya, menyebabkan bagian itu menjadi menua seperti daun yang telah kehilangan warna hijaunya. Dan saat kulitnya terurai dengan cepat, itu hanyalah efek pertamanya saja. Karena itu akan menyebar lebih dalam.

Dia berteriak dan mencoba menciptakan jarak diantara mereka, tapi percuma saja karena Rawa tidak akan membiarkan mangsanya lepas. Serangan berkali-kali dari Rawa menyebabkan efek yang mengerikan. Dia roboh, dagingnya lepas dari tulangnya dan jatuh ke tanah dengan suara sesuatu yang basah.

"Siapa selanjutnya?" dia mengejek.

___

Info tambahan:

*Awalnya ritual itu bernama "Ritual Petualang". Aku menggantinya.

*Nama Kanse diambil dari Kanselir. I don't know why I chose that.

___

To be continued...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status