Share

Chapter 2.a: Take a Step back, and literally...

Lokasi: Kota Lamin,

___

Dama dan Stila keluar dari naungan atap dedaunan dan disuguhkan pemandangan sawah yang luas. Ketika kamu sampai di tanah terbuka, kamu sudah berada di kota. Untuk menyediakan makanan dan tempat tinggal, para penduduk menebang banyak pohon untuk lahan sawah dan bahan bangunan. Ditengah-tengahnya meliuk jalan yang cukup luas untuk dua gerobak sapi dan masih punya ruang lebih.

Jalan itu merupakan akses mudah menuju kota Lamin.  Kota berpukiman ribuan orang itu memiliki dinding tebal setinggi tiga orang dewasa. Dari ujung hutan sampai ke gerbangnya masih memerlukan waktu kurang lebih setengah jam berjalan kaki.

Mereka berdua tidak terburu-buru, jadi mereka menyempatkan diri menikmati pemandangan. Awan dan langit yang bebas tanpa dihalangi oleh pepohonan. Sawah dan padinya, beserta orang yang bekerja disana, memakai topi untuk melindungi kepala dari terik sinar matahari.

Stila melambaikan tangannya sesekali kepada anak-anak yang juga sedang bermain disana. Tawa pun pecah menggelegar dari bocah-bocah itu.

Jalannya agak sibuk dengan orang-orang yang datang atau pergi dari kota Lamin. Mereka kadang harus minggir untuk membiarkan orang lewat, akan tetapi semuanya tidak terlalu buruk. Contohnya mereka tidak mengalami tersangkut dalam jalan yang macet.

Sesampainya mereka di depan gerbang, baru mereka harus mengantri bersama yang lain. Saat giliran mereka tiba, mereka diberikan izin untuk masuk dengan mudah. Penjaganya tidak begitu pelit atau menyusahkan. Selain itu, masuknya memang bebas tanpa persyaratan, asalkan kamu bukan seorang boronan saja.

Mereka berdua di inspeksi oleh seorang petugas. Ditanya nama dan tujuan berkunjung. Mereka dipersilahkan lewat.

Menelusuri Lamin, mereka mengambil jalan lebar yang mengarah langsung ke pusat kota. Disana ada lagi berdiri dinding yang berbeda, temboknya di cat warna putih. (Pasti perlu banyak tenaga kerja untuk menjaganya tetap bersih mengkilau, pikir Dama). Fungsinya untuk memisahkan keluarga inti dari klan Lamin, yang sebenarnya memegang kekuasaan dan juga tinggal di kota yang bernama sama itu. Tentunya semua orang yang hidup berkeluarga di Lamin adalah merupakan termasuk anggota klan-- dan berhak memakai nama Lamin di belakang nama mereka-- tapi yang memerintah mereka semua ada di balik gerbang berdinding putih itu.

Disana Dama dan Stila dicegat oleh penjaga khusus milik klan inti Lamin. Salah satu dari mereka bangkit dari pos ronda dan menghampiri. Dia terlihat seperti yang paling muda diantara para penjaga itu. Namun dia menampilkan pembawaan orang yang penuh dengan rasa percaya diri. Nampak jelas dari cara dia berdiri dengan dagu sedikit terangkat, dan caranya memandang dengan sedikit meremehkan.

Dia tidak terasa memiliki aura seperti seorang Master-- yang merupakan Langkah setelah Jagoan dan mampu membawa satu kekuatan di luar medan sihir-- meski begitu dia masih mempunyai semacam kekuatan, yaitu untuk mempersilahkan lewat atau melarang orang yang datang. Dan dia memakainya dengan penuh kebanggaan.

"Berhenti disana," dia berkata dengan tegas kepada Dama dan Stila. "Katakan apa urusan kalian kesini. Atau kalian harus aku suruh berbalik arah dan kembali ke tempat kalian seharusnya berada. Yaitu tidak berada sini."

"Kami ingin bertemu dengan ketua klan kalian, Tatari Lamin," jawab Dama.

"Tidak mungkin. Dia sedang sangat sibuk saat ini."

"Tidak bisakah dia meluangkan waktu sebentar saja untuk kami berdua? Aku ingin bertanya tentang kakekku."

"Kamu sedang pura-pura tidak mendengar ya? Aku bilang dia sibuk dan tidak bisa diganggu, terutama oleh hal-hal yang tidak penting. Dan memangnya kalian siapa? Jangan seenaknya saja ingin bertemu."

Stila kemudian menyahut. "Bagaimana kamu bisa tahu ini tidak penting? Memangnya kamu yang memutuskan kehendak ketua klanmu? Iya begitu?"

"Kakekku dan Tatari adalah teman lama," ujar Dama. "Kamu pasti pernah mendengar tentang dia. Namany Arof Madilum dan aku yakin dia pernah berkunjung kesini. Makanya ini tempat pertama yang aku tuju."

"Dengar itu?" Stila berkata. "Sebaiknya biarkan kami lewat. Kalau kamu salah kira nanti bisa berabe urusannya."

Si penjaga muda, Rawa, hatinya mulai digerogoti rasa keraguan. Namun dia tidak mau menengok ke belakang ke koleganya dan meminta bantuan mereka, karena khawatir akan membuat dirinya terlihat seperti tidak kompeten. "Baiklah, ikuti aku."

Penajaga itu, Rawa namanya, membawa mereka berdua ke sebuah bangunan semacam balai desa. Tempat itu berfungsi untuk menerima tamu dan juga sebagai tempat latihan untuk orang menari. Bangunannya berkonsep terbuka, tidak ada dinding. Hanya atap, lantai, dan tiang yang menyatukannya. 

Sudah ada empat orang disana, namun mereka jauh di belakang, suara pembicaraan mereka tidak kedengaran sama sekali. Mereka duduk di lantai dengan formasi berkumpul. Mereka berhenti sementara dan menjadi diam saat Dama dan Stila datang, melirik kedua tamu itu, namun cukup ramah untuk membalas sapaan dari Rawa. Kemudian melanjutkan lagi berbincang-bincang, bahkan lebih sunyi dari yang tadi.

"Kalian jangan kemana-kemana," kata Rawa kepada Stila dan Dama. "Jika aku menangkap kalian berani menyelinap ke tempat lain, awas saja, nanti akan ada akibatnya."

"Siap, bos," balas Stila.

Rawa membuang muka dan berlalu dengan cepat dari sana. Dia berniat akan pergi langsung ke rumah ketua klan dan mengabarkan kalau beliau kedatangan dua tamu yang datang tidak diundang.

Sementara itu, para penari sedang memperagakan sebuah tarian yang menceritakan tentang dibasminya tentara loyal Kekaisaran-- yang bernama Tentara Pembasmi-- oleh satu orang perempuan yang sedang mengamuk. Para tentara itu menghancurkan dan membakar rumah si gadis muda, yang tumbuh dewasa dengan rasa dendam di hatinya. Suatu hari saat dia sudah cukup kuat, perempuan itu mengonfrontasi para prajurit dan pemimpin mereka. Dia awalnya ditertawakan, (disini para penari bergelonjotan dengan liar), dan di bunuh. Namun dia bangkit kembali, lagi dan lagi. Para prajurit mulai frustrasi, kemudian berubah menjadi putus asa. Kemudian mereka semua binasa. (Para penari keluar dari panggung satu per satu, sampai hanya tersisa sang pemimpin. Dia mati terakhir.)

Stila melihatnya dengan sangat seksama. Dama memerhatikan temannya sambil menahan rasa terhibur. Dia tidak menyangka seorang Stila menyukai hal yang begituan.

Rawa kembali setelah beberapa lama tidak dirasa kehadirannya dan dia tidak terlihat senang, dia menatap mereka dengan pandangan tajam. Jika saja lirikan dapat membunuh, pastinya mereka sudah kehabisan darah di lantai.

"Beliau benar-benar sibuk. Tapi dia tahu kalau kalian sudah datang dari jauh-jauh dan memberikan undangan kepada kalian untuk ikut serta dalam Ritual Kekuatan yang akan kami adakan rencananya mulai hari ini."

Ekspresi di wajah Rawa menjadi semakin suram.  "Dan itu artinya sekarang aku harus menjaga kalian juga. Makin menyusahkan saja. Benar-benar sial."

Itu sangat membuat kecewa karena Dama tidak mendapat apa yang dia inginkan dan meski apa yang telah disampaikan, dia tidak mau menyerah begitu saja, namun sebaiknya mencoba lagi lain kali saja adalah pilihan yang lebih bijak. Dia bertanya kepada Stila. "Bagaimana menurutmu, kita coba dulu?"

Stila tidak menghabiskan waktu berpikir dengan lama. "Iya, sudah susah-susah kesini. Lebih baik mengambilnya daripada tidak ada hasil sama sekali."

"Satu hal yang perlu kalian camkan baik-baik," ujar Rawa memperingatkan. "Nanti juga akan ada cucu keturunan langsung dari sang ketua klan, jadi ingat untuk bersikap paling baik dan pantas di depannya. Aku tidak ingin dia mendapat contoh buruk dari kalian. Mengerti?"

Stila dan Dama mengangguk tanda mengerti. Mereka tidak keberatan sama sekali dan setuju saja akan syarat tersebut. Dia tidak meminta banyak dari mereka. Dan hal itu sudah akan mereka terapkan dari awal.

"Kita sebentar lagi akan segera berangkat," kata Rawa. "Hanya tinggal menunggu yang lain saja."

Benar saja, tidak berselang lama muncullah anak-anak yang berusia dari masih bocah sampai remaja. Mereka berkumpul di depan balai, sesekali melempar lirikan kepada dua orang yang tidak mereka kenali itu. Salah satunya dengan berani mendekat.

"Siapa orang-orang ini, kak Rawa?" katanya.

"Mereka tidak perlu kamu khawatirkan, Rija, mereka cuma sedang menumpang di acaramu."

Rija mencermati mereka dari atas ke bawah. Stila memberinya senyuman. "Baiklah, terserah saja. Kalian boleh ikut."

"Lihatlah, Rawa, kamu bisa belajar darinya untuk masalah tata krama." kata Stila.

"Apa tadi aku bilang?" gerutu Rawa.

Stila tertawa. Dama dan Rija sama-sama menghela nafas dalam. Sama-sama menderita.

Segera kemudian, kelompok mereka sudah cukup sepenuhnya. Keempat pria yang tadi juga merapat. Mereka semua menuju gerbang untuk menjemput penjaga yang bergiliran tadi saat Dama dan Stila datang, yang sudah ada yang menggantikan posisi mereka berjaga.

Dan dengan begitu, mereka pergi ke medan sihir terdekat.

___

Info tambahan:

*Aku benci kata "Rawa".

*Petualang --> Jagoan --> Master

*Klan adalah unit masyarakat yang besar. Para warga berlindung di bawah keluarga inti dan merupakan termasuk  di dalam klan. Mereka mempunyai tradisi dan undang-undang sendiri di dalam klan yang terpisah dari Kekaisaran secara keseluruhan, namun undang-undang dan perintah Kekaisaran, seperti pajak, masih berlaku kepada mereka.

*Ada yang bertugas membersihkan tembok putih itu setiap harinya.

*Rija berumur sekitar tiga belas sampai empat belas tahun-an.

*Tarian itu diambil berdasarkan kisah nyata dari sejarah Kekaisaran Hagan.

___

To be continued...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status