Share

Bab 11

Setelah mendapat sedikit perawatan dari gurunya, Cio San merasa lebih baik. Selama 3 hari, gihunya merawatnya dengan memberi obat-obatan dari ramu-ramuan rebusan daun. Pahit sekali rasanya. Tapi Cio San merasa pahitnya obat itu masih kalah pahit dengan sikap gihunya. Selama merawatnya 3 hari itu, Tan Hoat tidak pernah menyapa atau berbicara dengan Cio San sama sekali. Untuk menanyakan kabarnya saja tidak. Tan Hoat cuma meraba nadi di pergelangan tangan Cio San untuk mengetahui kondisi kesehatannya.

Cio San mencoba memecah kebuntuan dengan mengajak gihunya berbicara, namun cuma dibalas dengan anggukan atau gelengan. Walaupun begitu, Cio San tetap berusaha tersenyum kepada gihunya dan bersikap selalu hormat kepadanya.

Setelah 3 hari dirawat, pada pagi hari ke empat, Cio San merasa tubuhnya sudah pulih sepenuhnya. Merasa bosan selama 3 hari di kamar terus, Cio San memutuskan untuk keluar biliknya. Suasana pagi itu sangat cerah. Terdengar suara murid-murid Bu Tong-pay yang sedang berlatih.

Cio San berjalan sebentar merasakan cahaya matahari di pagi yang indah itu. Nyaman rasanya. Ia menarik nafas sebentar, mencoba melatih ilmu pernafasan tingkat 5 nya. Ia mengembangkan kedua tangannya ke depan. Menekuk sedikit lututnya. Inilah gerakan pembuka dari Thay Kek Kun. Gerakannya mengalir, kesamping, melangkah ringan ke depan. Melihat gerakan-gerakan ini, orang awam pasti mengira dia sedang menari. Memang Thay Kek Kun ini terlihat mengalun pelan dan gemulai.

Seperti orang menari.

Cio San pun sendiri seperti menikmati gerakan-gerakan itu. Ia menutup matanya dan bergerak dengan indah. Seluruh tubuhnya seperti dituntun untuk bergerak. Bukan ia yang menggerakkan tubuhnya, melainkan seperti dituntun sebuah ombak atau angin.

Ia merasa nikmat sekali. Perasaannya seperti dibawa terbang. Ia sudah mulai merasa mabuk dan terbang ke dunia lain. Sudah dilupakannya gerakan apa yang sedang dilakukan, serta entah berapa jurus yang sudah ia lakukan.

Perasaan hati yang riang karena ia telah sembuh total, suasana pagi yang indah, sinar matahari yang cerah, sejuknya udara pegunungan, kicau burung diatas pohon, dan semua rahmat Tuhan di alam ini seperti membuai Cio San. Ia seperti menjadi tidak sadar atas gerakannya sendiri. Entah sudah jurus keberapa! Entah ia sedang melakukan apa! Ia tidak tahu sekarang berada dimana!

Ia seperti terbang, ia seperti bermimpi!

Ia bahkan tidak sadar ada orang berdiri dihadapannya. Bahkan bisa dibilang, Cio San kini sudah tidak tahu lagi berada di mana dan sedang melakukan apa.

Terasa seluruh tubuhnya semakin segar. Ada kehangatan aneh yang timbul di beberapa bagian tubuhnya. Ada tenaga baru yang terkumpul di perutnya, ada tenaga di kedua tangannya, ada tenaga di kedua kakinya. Perasaan seperti ini baru pertama kali ia rasakan. Tenaga yang terkumpul di seluruh tubuhnya, tiba-tiba mulai mendesak untuk keluar.

Ada apa ini?

Mengapa sekarang seluruh tenaga ini mulai mendesaknya?

Cio San mulai merasa dadanya sesak. Gerakannya mulai kacau. Ia mulai tersadar lagi. Ah, ia kini sedang berada di halaman depan bilik para murid.Ia sedang melakukan gerakan dasar pernafasan. Lalu kenapa kini dadanya sesak?

Saat kesadarannya mulai pulih, ketika itulah terdengar teriakan,

“Salurkan hawa panas di perut ke kedua tangan.... Jangan menahan nafas. Tutup ‘pintu belakang’ jangan sampai ada tenaga yang bocor. Dorong tenaga itu keluar.....!”

Seketika itu juga …

Blarrr…!!!

Sekeliling Cio San seperti terasa bergetar. Pohon besar yang berada di sebelahnya terasa bergetar dan bergoyang-goyang.

Cio San mulai melihat ke sekeliling.

Ada gihunya, Tan Hoat, berdiri di hadapannya.

Cio San seperti baru terbangun dari tidur dan mimpi indah. Namun bangunnya itu seperti orang disiram air. Seperti orang gelagapan. Cio San baru mulai menyadari keadaan sekitarnya.

Gihunya sedang berdiri di hadapannya, dengan tatapan mata yang aneh.

“Dari siapa kau mempelajari ilmu silat Thay Kek Kun?”, katanya menyelidik.

“Teecu.. teecu.. tidak mengerti...,” kata Cio San terbata-bata.

“Gerakanmu itu tadi adalah Thay Kek Kun jurus ke-8. Siapa yang mengajarkannya kepadamu?” Pandangan mata gihunya sungguh menusuk hatinya.

“Teecu...., ah..., teecu.., tidak ada yang mengajarkannya kepada teecu, Gihu. Teecu hanya mencoba melatih pernafasan tingkat ke-5... Tahu-tahu teecu seperti lupa diri. Tahu-tahu, sepertinya tubuh teecu bergerak sendiri, dan teecu tak tahu lagi teecu ada dimana. Lalu tahu-tahu seperti ada tenaga yang timbul... lalu.. lalu teecu mendengar suara guru yang menuntun teecu....”

“Benarkah? Aku ‘kan sama sekali belum mengajarimu ilmu itu...” Gihunya sendiri juga heran, lalu melanjutkan, “Atau apakah suhu-suhu yang lain pernah mengajarimu?”

“Tidak pernah, Gihu...,” jawab Cio San.

“Atau apakah kau mencuri belajar dari murid-murid tingkat 4?” tanya gurunya lagi.

“Demi Tuhan, tidak, Gihu. Teecu ingat betul dulu Gihu mengingatkan kalau mencuri belajar adalah perbuatan yang hina. Teecu tidak mungkin melakukannya...,” jawab Cio San.

“Selama ini, aku mendengar dari suhu-suhu yang lain bahwa tingkat ilmu silatmu mengalami kemajuan yang sedikit sekali. Malahan ada yang bilang bahwa silatmu tidak maju-maju. Itupun sudah aku perhatikan sendiri tanpa harus menerima laporan suhu yang lain. Lalu bagaimana bisa kau menguasai jurus ke-8 Thay Kek Kun? Padahal untuk bisa belajar Thay Kek Kun saja, kau harus menamatkan pelajaran pernafasan yang sampai tingkat 15. Sampai tingkat berapa ilmu pernafasanmu?” tanya Tan Hoat cepat.

“Ba.. baru.. sampai tingkat 5, Gihu,” jawab Cio San sambil menunduk.

“Coba tunjukkan padaku, pernafasan tingkat 5 mu,” perintah Tan Hoat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status