Malam semakin pekat dan bulan semakin terang memancarkan cahayanya. Gemerlap bintang - bintang semakin mempercantik langit malam, sembari malam semakin larut di desa terpencil tersebut. Tidak lama kemudian, meluncurlah sebuah mobil Mercedes yang melintasi jalan desa itu.
"Mengapa para pria itu mengeroyok perempuan tersebut? Apakah ada masalah yang menimpa perempuan tersebut sehingga mereka sampai melakukan hal tersebut?" ucap pemuda itu di dalam mobil Mercedes, saat ia melihat lima pria menganiaya seorang perempuan. Kemudian, ia memperlambat mobilnya dan berhenti tepat di tengah - tengah pertarungan mereka.
“Berhenti! Kenapa kalian para laki - laki mengeroyok seorang perempuan? Jika ada masalah diantara kalian tolong bicarakan dengan baik - baik dan sama - sama cari solusinya, jangan menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan suatu permasalahan!” ucap pemuda itu, dia berbicara dengan lantang dan tegas, membuat mereka semua berhenti sejenak dari tindakan mereka.
"Hai, anak muda! Jangan mencoba mengajari orang dewasa seperti kami. Urus saja urusanmu sendiri, sementara kami akan mengurus urusan kami. Jangan berpura - pura bijak di sini hanya karena kamu orang kaya yang suka ikut campur dalam urusan orang kecil. Baiklah, cepat bawa dia ke tempat yang dituju!" ucap salah satu pria di antara mereka dengan suara lantang dan penuh keberanian. Lalu, ia memerintahkan keempat pria tersebut untuk segera membawa perempuan itu ke tempat tujuan mereka.
“Tolong! Tolong saya Mas! Hu hu hu” ucap perempuan tersebut, meminta pertolongan kepada seorang pemuda yang berdiri disampingnya, kemudian dia menangis, karena rasa takut yang tak terelakan.
Tangan pemuda tersebut menghentikan salah satu tangan dari laki - laki itu yang ingin membawa perempuan tersebut secara paksa, “Sebentar, jangan bawa dia. Jika masalah ini adalah hutang saya akan membayar semua hutang perempuan ini secara lunas atau bahkan lebih, tetapi jangan membawa perempuan ini dan biarkan dia bebas” ucap pemuda itu memberikan suatu penawaran yang menarik kepada mereka.
“Anak muda, kau harus tahu bahwa dia kami bawa bukan karena hutang, tetapi karena sesuatu hal lain dan kamu sudah banyak berbicara disini jadi minggir. Biarkan kami melakukan urusan kami!” balas salah seorang dari laki - laki itu, sepertinya dia adalah ketua mereka atau orang yang di hormati dalam komplotan ini.
“Dan apa itu?” tanya pemuda tersebut dengan lantang dan berani, membuat salah satu dari mereka menggeram kesal dan marah.
Dia menyerang pemuda itu dengan cepat, tetapi pemuda itu jauh lebih cepat membaca serangannya, sehingga dia mampu menghindari serangan dari laki - laki tersebut dengan mudah.
Tinju yang mematikan dari pemuda tersebut berhasil menghentikan serangan sang laki - laki. Dengan keberanian yang membara, pemuda itu menendang laki - laki tersebut dengan penuh kekuatan.
Suara pecahan tulang yang menggetarkan telinga terdengar jelas saat salah satu tulang sang laki - laki patah. Membuat mereka terkejut, karena keberhasilan dari pemuda yang sedari tadi dianggap anak - anak oleh mereka.
“Wuiihh pasti sakit banget itu” ucap pemuda itu dengan seringai terpatri apik di wajahnya.
“Aduhhhhhh! Sakiittttt….Sakiiittt bangettt ini!” teriak laki - laki itu, mengaduh kesakitan yang mendera dirinya. Membuat teman - temannya yang melihat hal itu segera membantu laki - laki itu dengan cekatan.
“Aji, kamu tidak apa - apa Aji?” tanya temannya itu kepada laki - laki yang bernama Aji tersebut.
“Sakit banget Joko, perut aku sakit banget!” jawab Aji, kemudian merintih kesakitan.
“Ji, kamu minum dulu air hangat ini. Semoga bisa membantu meringankan rasa sakit kamu” ucap salah satu temannya, memberikan botol air hangat ke Aji yang berbaring di tanah.
“Makasih Riski” balasnya, kemudian meminum air hangat itu dengan perlahan - lahan.
"Mas Aryo, ini mengerikan sekali! Aji tampaknya menderita patah tulang. Tapi dengarlah, aku yakin pemuda itu memiliki ilmu kanuragan yang luar biasa! Karena jika kita memakai logika, seharusnya dia memberikan dua atau tiga tendangan yang kuat untuk mematahkan tulang orang dewasa. Namun, dia hanyalah seorang anak muda yang baru saja remaja! Bagaimana mungkin dia bisa dengan sekali tendangan mematahkan tulang orang dewasa seperti itu?" ujar rekannya, dengan keheranan yang jelas terpancar dari matanya, kepada sang ketua, Mas Aryo.
“Kau benar Soka, sepertinya lawan anak muda itu hanyalah aku, karena aku dan dia sama - sama memiliki ilmu kanuragan, kalau begitu aku akan menghadapi pemuda itu. Kalian jaga si Aji, karena aku akan bertarung lawan anak muda ini!” ucap Mas Aryo dengan nada lantang dan tegas, kemudian memerintahkan laki - laki itu untuk menjaga temannya yang terluka.
“Baik, Mas Aryo” balas laki - laki yang bernama Soka itu, mengikuti perintah Mas Aryo tanpa adanya bantahan sedikitpun.
BersambungSorot mata Askara terpaku dengan sinisme dan ketajaman yang menusuk, memancarkan aura kepuasan yang sulit disembunyikan. Senyuman mencolok terukir dengan apik di bibir pemuda itu, memberikan kesan bahwa dia menikmati melihat musuhnya terbakar amarah karena tingkah lakunya. Dalam pandangan sinisnya yang tajam, mata Askara menembus ke dalam jiwa musuhnya, mencerminkan kepuasan tak terduga yang tersirat di dalamnya. Serentak, senyumnya yang menggoda memperkuat kesan bahwa ia benar - benar menikmati momen ketegangan dan kesal yang melanda musuhnya akibat ulahnya sendiri. Mata yang tajam dan sinis itu seperti memancarkan pesona tersendiri, mengejek dan menantang musuhnya dengan sikap yang begitu jelas. Setiap gerak wajahnya, dari sorot mata tajam hingga senyuman yang menantang, memberi kesan bahwa dia menikmati setiap detik dari situasi yang telah dia ciptakan. “Menghancurkan empat senjata pusaka yang berada di langit malam” ucap Askara, lalu ia mulai melafalkan mantra dengan cepat. Tib
Awan hitam melingkupi langit dengan kuasa yang mencekam, menciptakan suasana yang gelap dan misterius. Gemuruh guntur menggelegar di langit, saling bersahutan dengan kekuatan yang menggetarkan bumi. Di tengah keheningan menakutkan, tiga senjata pusaka yang dimiliki oleh perguruan Ratri bergetar dengan intensitas yang meningkat, seakan - akan merasakan beban berat yang mereka tanggung. Mereka bergetar karena menahan serangan penghancur yang tak terkira kuatnya dari keris Krastala, senjata yang telah menjadi legenda dan paling terkenal di antara semua senjata pusaka yang pernah ada. Ketika serangan penghancur itu mendekat, aura kekuatan yang menakutkan memancar dari keris Krastala. Gelombang energi yang menggetarkan ruang dan waktu terlepas dari bilahnya yang perkasa. Cahaya kebiruan yang melingkupi senjata itu memancarkan kekuatan yang tak tergoyahkan, seakan-akan menjadi penanda akan kehancuran yang akan datang. Namun, di hadapan serangan dahsyat ini, tiga senjata pusaka milik pergu
Dalam keheningan yang tegang, Jaya Danu melantunkan mantra dengan suara yang penuh kekuatan, menggugah energi magis yang tersembunyi di dalam dirinya. Dari pergelangan tangannya, sebuah cahaya berkilauan mulai memancar, tumbuh semakin besar hingga menyinari seluruh ruang lingkupnya. Cahaya itu kemudian meredup dengan perlahan, mengekspos sebuah senjata pusaka yang luar biasa sebuah tombak yang memancarkan cahaya kuning kemerahan yang begitu menggoda mata. Tombak itu menyimpan kekuatan yang tak tergoyahkan, bergetar dalam aura keperkasaannya yang menghebohkan. Kilauan cemerlang yang memancar dari senjata pusaka itu menembus kegelapan, mencerminkan keberanian dan kekuatan yang melebihi batas. Mata Jaya Danu menajam, melintasi sekelilingnya yang dipenuhi oleh puluhan pendekar berilmu tinggi, yang secara berhati - hati mengelilingi mereka. Dalam tatapan tajamnya, terpancar keberanian yang tersembunyi dan tekad yang tak tergoyahkan. Cahaya tombaknya melintas di sekitar tempatnya berpijak
Askara menghentikan mobil mewah buatan Eropa tepat di depan pintu rumah Lisa. Gadis jelita itu dengan anggun turun dari kendaraan, memancarkan pesona yang memukau. Mata lentiknya memandang wajah tampan Askara dengan tatapan hangat, seakan menyirami hati pemuda itu dengan kasih sayang yang tulus. Sorotan mata Lisa, yang mengalir dengan kelembutan dan keceriaan, mencerminkan kehangatan yang mengalir dalam setiap sudut hatinya. Tatapannya seperti sinar matahari yang menerangi ruangan, menghadirkan kilauan kebahagiaan di wajah Askara. Dalam pandangan mereka, terpancar keakraban dan kedekatan yang dalam, seolah mengikat dua jiwa yang telah saling memahami. Saat mereka bertatap muka, suasana terisi dengan sentuhan kehangatan. Lisa memancarkan aura yang mempesona, dengan setiap gerakan anggunnya yang menarik perhatian. Mata mereka terhubung dalam satu ikatan yang tak terucapkan, mengalirkan energi positif yang memancar dari hati mereka. “Jadi, apa kalian tidak mau mampir Askara dan Ayu, l
Dengan tatapan tajam yang menusuk kegelapan malam, laki - laki itu mengangkat tangan dan secara magis menggepakkan sepasang sayap anginnya. Seperti kilatan cahaya yang meluncur di antara bintang-bintang, ia melintasi langit malam yang terhampar dengan keindahan tak terkira. Setiap gerakan sayapnya menghasilkan suara angin yang berirama, seakan menyapa ribuan bintang yang bersinar dengan gemerlap di langit. Ia meluncur dengan kecepatan yang tak terbayangkan, menyusuri lapisan atmosfer yang melayang di antara cahaya bintang-bintang yang memancar. Tanah pun seolah berguncang dengan kekuatan energi yang dikeluarkan oleh sayap anginnya. Dalam sekejap, laki - laki itu mendarat dengan kelembutan yang sempurna di sebuah tempat yang menakjubkan. Di hadapannya, terdapat sebuah bangunan megah yang menjulang tinggi di tengah malam yang sunyi. Bangunan tersebut menawarkan kombinasi sempurna antara kemegahan dan keaslian tradisional. Dinding-dindingnya yang kokoh menggambarkan kejayaan masa lalu
Pemuda itu menatap dengan tajam ke arah bilah keris pusakanya, lalu dengan sangat lembut ia mengelusnya sambil membaca mantra dengan cepat. Bilah keris itu berpendar dengan intensitas merah menyala, dan dari sana mengalir keluar asap tipis yang mengambang di sekelilingnya. "Askara, kau akan mati di tempat ini!" ucap Arya dengan tegas, lalu dengan penuh ketegasan ia mengarahkan Naga tersebut untuk menyerang Askara. Dengan kecepatan yang luar biasa, Naga angin meluncur menuju pemuda itu. Moncongnya terbuka lebar, memperlihatkan putaran angin yang berputar dengan cepat di dalamnya. Jika ada makhluk hidup yang terjebak di dalamnya, tubuhnya akan terbelah menjadi beberapa bagian dengan kejam. “Kangsanaga Waskita: Genggahan Pambelah Wadra (Senjata pusaka: Tebasan yang membelah udara)” ucap Askara dengan penuh kekuatan, saat ia mengayunkan dengan lincah keris Krastala ke arah Naga angin tersebut, menciptakan tebasan yang membelah udara. Dalam langit senja yang mempesona, dua ajian yang