Mas Aryo langsung menyerang pemuda itu dengan segala kemampuan yang dia punya. Matanya menatap tajam terhadap pemuda itu, kemudian membelak, karena bagaimana mungkin anak yang saja beranjak remaja mampu menghindari setiap serangannya yang memiliki intesitas serangan yang cepat dan mematikan.
“Kau hebat juga, sebenarnya siapa namamu dan siapa yang mengajarimu ilmu kanuragan dan seni beladiri?” tanya Mas Aryo kepada pemuda itu.
“Namaku Askara dan yang mengajariku adalah Kakekku” jawab pemuda itu singkat, kemudian dia menendang Mas Aryo dengan kuat hingga laki - laki itu terpental beberapa meter.
Duaaakkk
Bunyi keras berbunyi ketika punggung laki - laki itu menabrak pohon yang berada di belakangnya.
“Mas Aryo, kamu tidak apa - apa Mas?” tanya Soka kepada laki - laki itu dengan nada yang khawatir.
“Tidak apa - apa Soka, aku harus benar - benar serius untuk menghadapinya Soka” jawab Mas Aryo, kemudian dia berdiri dan melanjutkan pertempurannya yang sengit dengan Askara.
Tinju Mas Aryo berhasil di hindari oleh pemuda itu, kemudian Askara menendang laki - laki itu, ketika dia melihat ada cela yang terbuka. Akan tetapi tendangan Askara berhasil di tahan oleh laki - laki tersebut, kemudian kakinya di tarik dengan kuat hingga pemuda itu terjatuh.
“Akhhh, sakit sekali..” perkataannya terhenti sejenak, ketika dia melihat sebuah serangan melesat cepat kearah wajahnya, membuat pemuda itu berbalik kearah samping kanan untuk menghindari serangan mematikan tersebut.
“Sungguh sangat menakutkan serangan yang tadi itu” ucap Askara di dalam batinnya.
“Kakak, kemarilah cepat!” ucap pemuda itu memberikan perintah kepada perempuan yang sedang duduk di depannya.
“Ya” jawabnya lalu dia menghampiri Askara dan beridiri di samping kanan pemuda itu.
“Kamu tetaplah di belakangku, jika mereka sudah aku kalahkan. Kamu boleh bebas pergi setelah itu” ucap Askara kepada perempuan tersebut, tetapi perempuan itu menggelengkan kepalanya.
“Aku tidak punya rumah dan aku juga tidak punya tempat tinggal. Aku mau tinggal sama kamu saja, aku bisa kok jadi pembantu kamu” balas perempuan tersebut dengan mata yang memelas dan nada yang lirih.
“Hei, apakah kalian sedang bermadu kasih!” teriak Mas Aryo, kemudian menebas Askara dengan keris yang berada di pinggangnya.
Serangan itu membuat pemuda itu terkejut, kemudian dia berusaha untuk menghindari serangan itu tetapi tidak bisa, hingga akhirnya dia harus mengeluarkan keris yang baru dia dapatkan dari Kakeknya itu.
“Keris apa itu? Itu bukannya keris yang legendaris” ucap Mas Aryo di dalam batinnya, kemudian mundur beberapa langkah, karena ada gelombang energi tak kasat mata yang menghempaskan dirinya.
“Kenapa kamu memiliki keris legendaris itu?” tanya Mas Aryo dengan nada yang lantang dan tegas.
“Karena keris ini milik Kakekku dan aku yang sekarang mewarisi keris ini!” jawab pemuda itu dengan nada yang tidak kalah tegasnya.
“Memang siapa nama Kakekmu?” tanya kembali laki - laki itu dengan nada penasaran.
“Atmajaya Suryapati!” jawabnya, membuat Mas Aryo membelakkan matanya dan seketika itu juga tangan yang memegang erat keris itu bergetar, karena menahan rasa takut.
“Atmajaya Suryapati, itu…itu adalah sosok yang mengerikan di dunia persilatan, karena dia mampu menghabisi puluhan pendekar tanpa mengeluarkan keris legendaris tersebut dan dia jugalah yang memenangkan pertempuran berdarah untuk mendapatakan keris legendaris itu” ucap Mas Aryo di dalam batinnya.
Glek
Mas Aryo menelan ludahnya dengan kasar, “Jika seperti ini, aku harus melaporkannya ke Kakek guru setelah pertempuran ini selesai” ucap laki - laki itu di dalam batinnya, kemudian dia melesat menyerang kembali pemuda itu dengan brutal.
Askara menghindari setiap serangan yang di lancarkan oleh Mas Aryo dan karena itu pula laki - laki itu menggeram kesal. Hingga dia harus mengeluarkan ajian pamungkasnya untuk mengalahkan pemuda itu.
“Ajian : Tapak Aliwawar (Tapak Angin Ribut)” laki - laki itu mengarahkan tangannya ke Askara.
Seketika itu juga terciptalah putaran angin yang cukup besar mengarah kepada Askara. Pemuda itu membelakkan matanya, dia mundur perlahan lalu membawa perempuan yang berada dibelakangnya untuk menjauhi tempat tersebut.
“Laki - laki itu cukup kuat juga ternyata” ucap Askara sambil menggenggam erat tangan perempuan tersebut.
“Namamu kamu siapa Kak?” tanya Askara kepada perempuan yang tangannya dia genggam erat.
“Nama aku Larasati Wulandari” jawab perempuan itu dengan lemah lembut.
“Kak Larasati, kamu carilah tempat yang aman, karena aku akan menghadapi Mas Aryo kembali!” ucap Askara memberikan perintah kepada Larasati.
"Baiklah, hati-hatilah, Askara!" balas perempuan itu dengan lemah lembut.
Tanpa membuang waktu, dia segera meluncur dengan langkah cepat, berusaha mencari tempat yang aman dan strategis untuk berlindung dari ancaman.
“Ayo tunjukan kemampuan keris Krastala (Kekuasaan)” ucap pemuda itu, matanya menajam ketika dia melihat seorang laki - laki dewasa yang berlari kearahnya.
Ya, laki - laki itu adalah Mas Aryo. Dia melesat cepat untuk menebas ke arah leher Askara dengan kecepatan yang tinggi saat mereka berada dalam jangkauan serangan. Namun, dengan refleks yang luar biasa, pemuda itu berhasil menghindarinya dengan lincah.
Tanpa menyia - nyiakan kesempatan, pemuda tersebut melancarkan serangan balik yang mematikan. Dengan satu tendangan kuat, tubuh Mas Aryo terpental dan jatuh dengan gemuruh.
“Dia dapat menghentikan tendanganku yang di lapisi kanuragan hebat juga dia dan ini sudah kedua kalinya dia dapat mematahkan seranganku” ucap Askara di dalam batinnya.
Dia mundur beberapa langkah kebelakang, “Aku harus mengatur langkah untuk menghadapinya” ucapnya kembali di dalam batin.
“Ajian : Tapak Aliwawar” ucap Mas Aryo.
Mata Askara menajam ketika dia melihat angin puting beliung yang tercipta dari ketiadaan itu meleat cepat kearahnya.
“Ini waktu yang tepat untuk menguji seberapa hebat kamu keris Krastala” ucap pemuda itu di dalam batinnya.
Askara menebas angin puting beliung itu dengan keris legendaris yang dia genggam dan seketika itu juga angin puting beliung yang mengarah kepadanya musnah begitu saja.
“Itu..apakah itu kemampuan dari keris Krastala? Jika benar maka memang keris itu sangat kuat dan mengaggumkan seperti yang dia ceritakan oleh Kakek guru” ucap Mas Aryo di dalam batinnya.
Tiba-tiba, Mas Aryo memutar tubuhnya saat serangan keris dari Askara terus berlanjut. Dengan gerakan yang cepat dan presisi, pemuda itu menebas pergelangan tangan Mas Aryo, melukainya secara serius. Kemudian, dengan tendangan yang penuh kekuatan, pemuda itu menghantam kepalanya, memaksa Mas Aryo terjerembab dengan ganas ke tanah.
“Uhk, kau! Kali ini kamu menang. Bawalah dia aku dan yang lain tidak akan mengejar kalian” ucap Mas Aryo, kemudian muncullah Soka dan teman - temannya yang lain.
“Mas Aryo!” teriak Soka dan yang lainnya bersamaan.
Mereka berlari kearah Mas Aryo yang terbaring di tanah dan dengan darah yang mengucur dari pergelangan tangan kanannya.
“Kamu tidak apa - apa Mas?” tanya Soka.
“Ya, bantu aku berdiri Soka!” ucap Mas Aryo memberikan perinta kepada pemuda itu.
Dia dan lainnya langsung membantu Mas Aryo untuk berdiri, mesikipun berdirinya itu dibantu oleh orang lain, tetapi aura dan kewibawaannya tidak mudah untuk di lunturkan oleh siapapun.
“Kami permisi dan lain kali akan aku pastikan kau akan aku kalahkan saat kita bertemu kembali” ucap laki - laki itu dengan lantang, kemudian mereka pergi dari tempat tersebut.
“Kak Laras keluarlah, mereka sudah pergi!” teriak Askara dengan lantang dan keras
Muncullah Laras dari tempat persembunyian yang menurut dia itu aman sekali. Perempuan itu berlari kecil untuk menghampiri pemuda itu.
“Kamu memenangkan pertempurannya Askara?” tanya perempuan itu dengan nada penasaran.
“Tentu saja aku memenangkannya” jawab pemuda itu, lalu dia menggenggam tangan perempuan itu dengan erat.
“Ayo kita segera pulang ke penthouse aku” ucapnya membuat perempuan itu tersenyum hangat.
“Ya, aku siap jadi pembatu kamu Askara” balas perempuan itu.
“Kamu tidak akan jadi pembantu aku Kak, tapi jadi Kakak angkat aku” ucap pemuda itu, kemudian mata perempuan itu membelak dan dia langsung memeluk pemuda itu dengan erat sambil menangis haru.
“Terimakasih Askara” ucap perempuan itu kepada pemuda yang dia peluk erat.
Bersambung
Sorot mata Askara terpaku dengan sinisme dan ketajaman yang menusuk, memancarkan aura kepuasan yang sulit disembunyikan. Senyuman mencolok terukir dengan apik di bibir pemuda itu, memberikan kesan bahwa dia menikmati melihat musuhnya terbakar amarah karena tingkah lakunya. Dalam pandangan sinisnya yang tajam, mata Askara menembus ke dalam jiwa musuhnya, mencerminkan kepuasan tak terduga yang tersirat di dalamnya. Serentak, senyumnya yang menggoda memperkuat kesan bahwa ia benar - benar menikmati momen ketegangan dan kesal yang melanda musuhnya akibat ulahnya sendiri. Mata yang tajam dan sinis itu seperti memancarkan pesona tersendiri, mengejek dan menantang musuhnya dengan sikap yang begitu jelas. Setiap gerak wajahnya, dari sorot mata tajam hingga senyuman yang menantang, memberi kesan bahwa dia menikmati setiap detik dari situasi yang telah dia ciptakan. “Menghancurkan empat senjata pusaka yang berada di langit malam” ucap Askara, lalu ia mulai melafalkan mantra dengan cepat. Tib
Awan hitam melingkupi langit dengan kuasa yang mencekam, menciptakan suasana yang gelap dan misterius. Gemuruh guntur menggelegar di langit, saling bersahutan dengan kekuatan yang menggetarkan bumi. Di tengah keheningan menakutkan, tiga senjata pusaka yang dimiliki oleh perguruan Ratri bergetar dengan intensitas yang meningkat, seakan - akan merasakan beban berat yang mereka tanggung. Mereka bergetar karena menahan serangan penghancur yang tak terkira kuatnya dari keris Krastala, senjata yang telah menjadi legenda dan paling terkenal di antara semua senjata pusaka yang pernah ada. Ketika serangan penghancur itu mendekat, aura kekuatan yang menakutkan memancar dari keris Krastala. Gelombang energi yang menggetarkan ruang dan waktu terlepas dari bilahnya yang perkasa. Cahaya kebiruan yang melingkupi senjata itu memancarkan kekuatan yang tak tergoyahkan, seakan-akan menjadi penanda akan kehancuran yang akan datang. Namun, di hadapan serangan dahsyat ini, tiga senjata pusaka milik pergu
Dalam keheningan yang tegang, Jaya Danu melantunkan mantra dengan suara yang penuh kekuatan, menggugah energi magis yang tersembunyi di dalam dirinya. Dari pergelangan tangannya, sebuah cahaya berkilauan mulai memancar, tumbuh semakin besar hingga menyinari seluruh ruang lingkupnya. Cahaya itu kemudian meredup dengan perlahan, mengekspos sebuah senjata pusaka yang luar biasa sebuah tombak yang memancarkan cahaya kuning kemerahan yang begitu menggoda mata. Tombak itu menyimpan kekuatan yang tak tergoyahkan, bergetar dalam aura keperkasaannya yang menghebohkan. Kilauan cemerlang yang memancar dari senjata pusaka itu menembus kegelapan, mencerminkan keberanian dan kekuatan yang melebihi batas. Mata Jaya Danu menajam, melintasi sekelilingnya yang dipenuhi oleh puluhan pendekar berilmu tinggi, yang secara berhati - hati mengelilingi mereka. Dalam tatapan tajamnya, terpancar keberanian yang tersembunyi dan tekad yang tak tergoyahkan. Cahaya tombaknya melintas di sekitar tempatnya berpijak
Askara menghentikan mobil mewah buatan Eropa tepat di depan pintu rumah Lisa. Gadis jelita itu dengan anggun turun dari kendaraan, memancarkan pesona yang memukau. Mata lentiknya memandang wajah tampan Askara dengan tatapan hangat, seakan menyirami hati pemuda itu dengan kasih sayang yang tulus. Sorotan mata Lisa, yang mengalir dengan kelembutan dan keceriaan, mencerminkan kehangatan yang mengalir dalam setiap sudut hatinya. Tatapannya seperti sinar matahari yang menerangi ruangan, menghadirkan kilauan kebahagiaan di wajah Askara. Dalam pandangan mereka, terpancar keakraban dan kedekatan yang dalam, seolah mengikat dua jiwa yang telah saling memahami. Saat mereka bertatap muka, suasana terisi dengan sentuhan kehangatan. Lisa memancarkan aura yang mempesona, dengan setiap gerakan anggunnya yang menarik perhatian. Mata mereka terhubung dalam satu ikatan yang tak terucapkan, mengalirkan energi positif yang memancar dari hati mereka. “Jadi, apa kalian tidak mau mampir Askara dan Ayu, l
Dengan tatapan tajam yang menusuk kegelapan malam, laki - laki itu mengangkat tangan dan secara magis menggepakkan sepasang sayap anginnya. Seperti kilatan cahaya yang meluncur di antara bintang-bintang, ia melintasi langit malam yang terhampar dengan keindahan tak terkira. Setiap gerakan sayapnya menghasilkan suara angin yang berirama, seakan menyapa ribuan bintang yang bersinar dengan gemerlap di langit. Ia meluncur dengan kecepatan yang tak terbayangkan, menyusuri lapisan atmosfer yang melayang di antara cahaya bintang-bintang yang memancar. Tanah pun seolah berguncang dengan kekuatan energi yang dikeluarkan oleh sayap anginnya. Dalam sekejap, laki - laki itu mendarat dengan kelembutan yang sempurna di sebuah tempat yang menakjubkan. Di hadapannya, terdapat sebuah bangunan megah yang menjulang tinggi di tengah malam yang sunyi. Bangunan tersebut menawarkan kombinasi sempurna antara kemegahan dan keaslian tradisional. Dinding-dindingnya yang kokoh menggambarkan kejayaan masa lalu
Pemuda itu menatap dengan tajam ke arah bilah keris pusakanya, lalu dengan sangat lembut ia mengelusnya sambil membaca mantra dengan cepat. Bilah keris itu berpendar dengan intensitas merah menyala, dan dari sana mengalir keluar asap tipis yang mengambang di sekelilingnya. "Askara, kau akan mati di tempat ini!" ucap Arya dengan tegas, lalu dengan penuh ketegasan ia mengarahkan Naga tersebut untuk menyerang Askara. Dengan kecepatan yang luar biasa, Naga angin meluncur menuju pemuda itu. Moncongnya terbuka lebar, memperlihatkan putaran angin yang berputar dengan cepat di dalamnya. Jika ada makhluk hidup yang terjebak di dalamnya, tubuhnya akan terbelah menjadi beberapa bagian dengan kejam. “Kangsanaga Waskita: Genggahan Pambelah Wadra (Senjata pusaka: Tebasan yang membelah udara)” ucap Askara dengan penuh kekuatan, saat ia mengayunkan dengan lincah keris Krastala ke arah Naga angin tersebut, menciptakan tebasan yang membelah udara. Dalam langit senja yang mempesona, dua ajian yang