“Jadi benar dia memiliki keris legendaris itu?” tanya seorang pria paruh baya kepada laki - laki yang berdiri di belakangnya.
“Ya, benar Kakek Guru. Anak muda itu memiliki keris Krastala, saya yakin akan hal itu, karena keris itu berwarna hitam pekat dan terdapat tulisan aksara jawa kuno di bilahnya dan lagi jika keris itu, ketikadi keluarkan dari awangkaranya bilah keris itu mengeluarkan sedikit cahaya kuning keemasan” jawab laki - laki itu dengan lantang.
Mata pria paruh baya itu membelak, “Ya, itu memang keris legendaris Krastala, tetapi bagaimana pemuda itu memilikinya Aryo?” tanyanya.
“Dia mendapatkan keris legendaris itu dari Kakeknya dan Kakeknya itu bernama Atmajaya Suryapati” jawabnya, membuat pria paruh baya itu sekali lagi membelakkan matanya, karena terkejut.
“Atmajaya Suryapati, bukankah itu seorang pendekar yang masyhur sejak zaman kerajaan Demak? Bagaimana mungkin dia masih hidup di zaman ini, kecuali dia memiliki Ajian : Pancasona atau Rawarontek” ucap pria paruh baya itu.
“Aryo, temukan tempat pemuda itu tinggal untuk sekarang itu saja, karena jika benar pendekar itu masih hidup sangat sulit bagi kita untuk mengalahkannya dan merebut keris Krastala” ucap pria paruh baya itu memberikan perintah kepada Aryo.
“Baik, Kakek Guru” balasnya, kemudian meninggalkan ruangan tersebut.
“Atmajaya Suryapati dan Cucunya bernama Askara, benar - benar sangat menarik. Aku akan merebut keris itu dan mendapatkan kejayaan serta kekuasaan!” ucap pria paruh baya itu dengan lantang.
……………… ……………… ………………
“Askara, hei bangun!” ucap perempuan itu membangunkan pemuda yang sedang tidur lelap di ranjang king sizenya.
“Ya, Kak” balasnya, kemudian dia bangun dari ranjang king sizenya.
“Kakak masak apa?” tanya pemuda itu.
“Kakak masak opor ayam sama sayur kangkung” jawab perempuan itu dengan halus dan lembut.
“Wihh enak ni” ucap pemuda itu, kemudian dia memakan opor ayam itu dengan lahap.
“Kak, aku mau mandi terus kita berangkat ke tempat kuliah Kakak Larasati dulu, setelah itu aku langsung ke sekolah” ucapnya.
“Ya, Askara” jawabnya.
Ya, Larasati adalah seorang perempuan yang beruntung karena dibantu oleh seorang pemuda yang baik hati bernama Askara. Pemuda itu menjadikannya kakak angkat beberapa bulan lalu, dan kemudian Askara mengkuliahkannya di salah satu universitas ternama di Jakarta, yaitu Universitas Tirta Amerta.
……………. ……………. …………….
Mobil Mercedes-Benz itu melaju kencang membawa Larasati ke tempat kuliahnya.
“Makasih ya Askara” ucap perempuan itu.
“Ya, sama - sama Kak” balasnya, kemudian Askara melajukan mobil itu ke sekolahnya.
Di Tempat Lain
“Kita, sudah mengintai pemuda itu dan si Larasati selama beberapa bulan” ucap salah satu pria yang berada di atas gedung di sekitaran Universitas Tirta Amerta.
“Ya, berarti sudah saatnya kita menculik Larasati, lalu kita gunakan untuk mengancamnya” ucap Aryo dengan mata yang menajam kearah Universitas itu.
“Jadi, Soka apakah kita bisa menculik perempuan itu sekarang?” tanya Aryo kepada laki - laki yang berdiri tepat di depannya.
“Bisa, Mas Aryo. Tetapi, setelah dia pulang Universitas, baru kita menculik Larasati” jawabnya.
“Baiklah, kalau begitu persiapkan segala apa yang dibutuhkan untuk menculik perempuan itu!” ucap Aryo kepada anak buahnya, kemudian mereka mengangguk menyetuju perintah tersebut.
………. ………. ……….
Deg
“Ada apa Tuanku Askara?” tanya suara tak kasat mata itu.
“Aku merasakan hal yang buruk akan terjadi Anggada Bora” jawab Askara, matanya memandang tajam kearah jendela sekolahnya.
Anggada Bora adalah sebuah entitas penjaga yang mendiami dalam diri Askara. Ia berwujud seekor Naga dengan tubuh yang panjang dan besar, berwarna emas yang berkilauan. Hewan penjaga ini diberikan oleh Kakeknya untuk memberikan bantuan kepada Askara dalam segala situasi.
“Askara! Kenapa kamu melamun saat saya sedang menjelaskan materi?” tanya Ibu Guru.
“Ah, maaf Bu. Saya hanya sedang memandang langit sore saja” jawab pemuda itu.
Teng Teng
“Baik, lain kali jangan begitu. Lalu, anak - anak, karena bel pulang sudah berbunyi berarti saya cukupkan materi saya untuk hari ini” ucap Ibu Guru.
“Baik, Bu Guru!” jawab semua murid - murid yang ada di kelas itu dengan serempak, kemudian mereka semua keluar kelas dengan tertib.
“Askara, kamu sehabis ini mau kemana?” tanya gadis itu, dia berjalan seiringan di samping kanan pemuda itu.
“Aku akan langsung menjemput Kakakku, karena dia beberapa menit lagi akan selesai kuliahnya” jawab pemuda itu, kemudian dia berhenti sejenak, lalu menoleh kearah gadis tersebut.
“Ouh, Kakak angkatmu itu ya?” tanya kembali gadis itu.
“Ya, tentu saja. Kalau kamu Lisa, sehabis ini kamu mau kemana?” balas pemuda itu dengan nada lembut.
“Aku mau ke cafe Amarilis yang baru saja buka di Mampang, rencananya aku mau mengajakmu makan disana, tetapi kamu kayaknya tidak bisa. Jadi, mungkin aku akan mengajak teman yang lain” jawab gadis itu dengan nada sedih.
“Ya, maaf ya Lisa. Hari ini aku tidak bisa ikut denganmu, tetapi malam minggu aku akan mengajakmu makan di luar, aku berjanji” balas Askara, lalu dia mengelus lembut rambut Lisa, membuat wajah gadis itu bersemu merah.
Di Tempat Lain
“Mengesalkan sekali aku melihat pemandangan ini” ucap pemuda itu, dia menatap lekat Askara dan Lisa dari kejauhan.
“Sabar saja dulu Andika, bukannya nanti kau akan membayar dukun lagi untuk membuat wajah Askara menjadi menyeramkan” balas pemuda berwajah oriental itu, dia kemudian memakan kembali roti yang di genggamnya.
“Tapi kebanyakan dukun yang aku bayar sama sekali tidak berhasil membuat wajah Askara cacat Jaka” ucap Andika, dia menghela napas panjang.
“Kali aja yang ini berhasil” balas Jaka.
“Kalau yang ini tidak berhasil juga bagaimana?” tanya Andika.
“Ya, berarti kamu rugi lagi ha ha ha” jawab Jaka, lalu tertawa terbahak - bahak.
….. ….. …..
Tring Tring
“Halo, ini siapa ya?” tanya Askara, seseorang menelpon dirinya dari nomor yang tidak di kenal.
“Halo, anak muda” jawab seseorang yang menelpon Askara.
“Mas Aryo, kenapa kamu memiliki nomor telepon aku?” tanya Askara dengan nada kesal dan marah.
“Dari seseorang tentunya” jawab Aryo singkat.
“Askara! Kamu jangan peduliin aku, biar saja aku mati. Aku hanyalah wanita pembawa sial!” teriak suara perempuan di handphone Askara.
Mata pemuda itu membelak, karena terkejut. “Kak Larasati, Mas Aryo kenapa Kak Larasati ada padamu dan kamu apakan dia?” tanya Askara dengan nada yang lantang dan meninggi, kerena marah.
“Aku akan mengsherloc lokasi aku, tetapi kamu harus membawa keris legendaris Krastala saat kamu berada disini” jawab Aryo.
“Bedebah kamu! Beraninya menggunakan cara licik untuk mengalahkan aku yang hanya seorang anak yang baru saja beranjak remaja” balas pemuda itu dengan gigi yang bergemelatuk.
“Askara, apapun bisa terjadi di dalam kehidupan dan peperangan” ucap Aryo, membuat Askara hanya ingin mengumpat, ketika mendengar suaranya.
“Kalau begitu sampai nanti, Askara” balasnya, kemudian dia mematikan handphonennya.
Tring
“Disini rupanya” gumam pemuda itu, ketika dia melihat pesan yang dikirimkan Aryo kepadanya, kemudian dia melesat dengan mobil Mercy ke penthousnya untuk mengambil keris Krastala.
“Aku akan menyelamatkanmu Kak Larasati” ucapnya.
Tap Tap
Mata pemuda itu menatap lekat gedung tua yang berada di depannya, kemudian dia berjalan pelan lalu berhenti ketika dia melihat musuhnya yang berjalan cepat kearahnya.
“Aku tidak menyangka, kalau kau tidak belajar dari pertemuan pertama kali kita bertemu Mas Aryo” ucap Askara dengan mata yang tajam menatap laki - laki yang berada di depannya.
“Jaga perkataanmu anak muda!” balas Soka dengan nada yang meninggi hingga suaranya bergema di dalam gedung tua itu.
“Kenapa, bukankah dia memang pantas untuk mendapatkan sindiran seperti itu” ucapnya dengan seringai yang terpatri apik di bibirnya.
“Kurang aja kau!” balas Soka, kemudian berlari kencang untuk melawan Askara, tetapi di tahan oleh Mas Aryo.
“Sabarlah Soka jika, menghadapi anak muda seperti dia dan dimana keris legendaris itu Askara?” tanya Aryo.
“Ada” jawabnya, kemudian dia mengeluarkan keris itu pinggangnya.
Askara mencabut keris itu dari awangkaranya, sehingga di bilahnya terdapat cahaya kuning keemasan, kemudian cahaya itu menghilang dengan cepatnya.
“Ya, itu memang keris legendaris Krastala” ucapnya, kemudian dia mendekat untuk mengambil senjata itu dari Askara.
Ketika laki - laki itu semakin dekat kearah Askara. Pemuda itu menendangnya dengan kuat, tetapi dia berhasil menghindari serangan pemuda itu dengan lihainya.
“Kenapa kau melakukan hal ini kepadaku?” tanya Aryo, giginya bergemelatuk kesal.
Bersambung
Sorot mata Askara terpaku dengan sinisme dan ketajaman yang menusuk, memancarkan aura kepuasan yang sulit disembunyikan. Senyuman mencolok terukir dengan apik di bibir pemuda itu, memberikan kesan bahwa dia menikmati melihat musuhnya terbakar amarah karena tingkah lakunya. Dalam pandangan sinisnya yang tajam, mata Askara menembus ke dalam jiwa musuhnya, mencerminkan kepuasan tak terduga yang tersirat di dalamnya. Serentak, senyumnya yang menggoda memperkuat kesan bahwa ia benar - benar menikmati momen ketegangan dan kesal yang melanda musuhnya akibat ulahnya sendiri. Mata yang tajam dan sinis itu seperti memancarkan pesona tersendiri, mengejek dan menantang musuhnya dengan sikap yang begitu jelas. Setiap gerak wajahnya, dari sorot mata tajam hingga senyuman yang menantang, memberi kesan bahwa dia menikmati setiap detik dari situasi yang telah dia ciptakan. “Menghancurkan empat senjata pusaka yang berada di langit malam” ucap Askara, lalu ia mulai melafalkan mantra dengan cepat. Tib
Awan hitam melingkupi langit dengan kuasa yang mencekam, menciptakan suasana yang gelap dan misterius. Gemuruh guntur menggelegar di langit, saling bersahutan dengan kekuatan yang menggetarkan bumi. Di tengah keheningan menakutkan, tiga senjata pusaka yang dimiliki oleh perguruan Ratri bergetar dengan intensitas yang meningkat, seakan - akan merasakan beban berat yang mereka tanggung. Mereka bergetar karena menahan serangan penghancur yang tak terkira kuatnya dari keris Krastala, senjata yang telah menjadi legenda dan paling terkenal di antara semua senjata pusaka yang pernah ada. Ketika serangan penghancur itu mendekat, aura kekuatan yang menakutkan memancar dari keris Krastala. Gelombang energi yang menggetarkan ruang dan waktu terlepas dari bilahnya yang perkasa. Cahaya kebiruan yang melingkupi senjata itu memancarkan kekuatan yang tak tergoyahkan, seakan-akan menjadi penanda akan kehancuran yang akan datang. Namun, di hadapan serangan dahsyat ini, tiga senjata pusaka milik pergu
Dalam keheningan yang tegang, Jaya Danu melantunkan mantra dengan suara yang penuh kekuatan, menggugah energi magis yang tersembunyi di dalam dirinya. Dari pergelangan tangannya, sebuah cahaya berkilauan mulai memancar, tumbuh semakin besar hingga menyinari seluruh ruang lingkupnya. Cahaya itu kemudian meredup dengan perlahan, mengekspos sebuah senjata pusaka yang luar biasa sebuah tombak yang memancarkan cahaya kuning kemerahan yang begitu menggoda mata. Tombak itu menyimpan kekuatan yang tak tergoyahkan, bergetar dalam aura keperkasaannya yang menghebohkan. Kilauan cemerlang yang memancar dari senjata pusaka itu menembus kegelapan, mencerminkan keberanian dan kekuatan yang melebihi batas. Mata Jaya Danu menajam, melintasi sekelilingnya yang dipenuhi oleh puluhan pendekar berilmu tinggi, yang secara berhati - hati mengelilingi mereka. Dalam tatapan tajamnya, terpancar keberanian yang tersembunyi dan tekad yang tak tergoyahkan. Cahaya tombaknya melintas di sekitar tempatnya berpijak
Askara menghentikan mobil mewah buatan Eropa tepat di depan pintu rumah Lisa. Gadis jelita itu dengan anggun turun dari kendaraan, memancarkan pesona yang memukau. Mata lentiknya memandang wajah tampan Askara dengan tatapan hangat, seakan menyirami hati pemuda itu dengan kasih sayang yang tulus. Sorotan mata Lisa, yang mengalir dengan kelembutan dan keceriaan, mencerminkan kehangatan yang mengalir dalam setiap sudut hatinya. Tatapannya seperti sinar matahari yang menerangi ruangan, menghadirkan kilauan kebahagiaan di wajah Askara. Dalam pandangan mereka, terpancar keakraban dan kedekatan yang dalam, seolah mengikat dua jiwa yang telah saling memahami. Saat mereka bertatap muka, suasana terisi dengan sentuhan kehangatan. Lisa memancarkan aura yang mempesona, dengan setiap gerakan anggunnya yang menarik perhatian. Mata mereka terhubung dalam satu ikatan yang tak terucapkan, mengalirkan energi positif yang memancar dari hati mereka. “Jadi, apa kalian tidak mau mampir Askara dan Ayu, l
Dengan tatapan tajam yang menusuk kegelapan malam, laki - laki itu mengangkat tangan dan secara magis menggepakkan sepasang sayap anginnya. Seperti kilatan cahaya yang meluncur di antara bintang-bintang, ia melintasi langit malam yang terhampar dengan keindahan tak terkira. Setiap gerakan sayapnya menghasilkan suara angin yang berirama, seakan menyapa ribuan bintang yang bersinar dengan gemerlap di langit. Ia meluncur dengan kecepatan yang tak terbayangkan, menyusuri lapisan atmosfer yang melayang di antara cahaya bintang-bintang yang memancar. Tanah pun seolah berguncang dengan kekuatan energi yang dikeluarkan oleh sayap anginnya. Dalam sekejap, laki - laki itu mendarat dengan kelembutan yang sempurna di sebuah tempat yang menakjubkan. Di hadapannya, terdapat sebuah bangunan megah yang menjulang tinggi di tengah malam yang sunyi. Bangunan tersebut menawarkan kombinasi sempurna antara kemegahan dan keaslian tradisional. Dinding-dindingnya yang kokoh menggambarkan kejayaan masa lalu
Pemuda itu menatap dengan tajam ke arah bilah keris pusakanya, lalu dengan sangat lembut ia mengelusnya sambil membaca mantra dengan cepat. Bilah keris itu berpendar dengan intensitas merah menyala, dan dari sana mengalir keluar asap tipis yang mengambang di sekelilingnya. "Askara, kau akan mati di tempat ini!" ucap Arya dengan tegas, lalu dengan penuh ketegasan ia mengarahkan Naga tersebut untuk menyerang Askara. Dengan kecepatan yang luar biasa, Naga angin meluncur menuju pemuda itu. Moncongnya terbuka lebar, memperlihatkan putaran angin yang berputar dengan cepat di dalamnya. Jika ada makhluk hidup yang terjebak di dalamnya, tubuhnya akan terbelah menjadi beberapa bagian dengan kejam. “Kangsanaga Waskita: Genggahan Pambelah Wadra (Senjata pusaka: Tebasan yang membelah udara)” ucap Askara dengan penuh kekuatan, saat ia mengayunkan dengan lincah keris Krastala ke arah Naga angin tersebut, menciptakan tebasan yang membelah udara. Dalam langit senja yang mempesona, dua ajian yang