Share

4. Pertemuan tak terduga

Orang-orang memperhatikan aku yang sedang berlari. Mereka bahkan tidak memiliki empati untuk menolongku. Sial. Aku sudah kehabisan tenaga. Tubuhku mulai melemah namun aku terus berlari menjauh dari mereka. Keringat pun menetes dengan deras. Sesekali aku menoleh kebelakang memastikan mereka tidak lagi mengejarku.

Pada akhirnya aku sudah mencapai batas kemampuanku. Kakiku sudah tidak kuat lagi. Aku mulai melambat. Mereka semakin dekat denganku. Tapi aku masih berusaha berlari semampuku. Di ujung lorong bangunan aku melihat ada seorang pria yang sedang berdiri. Aku berteriak minta tolong padanya, dia menoleh ke arahku. Dan pada saat aku hendak dekat dengannya, aku jatuh tersungkur. Aku merasakan lelah yang luar biasa. Kakiku terasa sakit sekali. Aku sudah tidak kuat lagi untuk berlari.

”To-tolo..ngg aku.” Aku mengulurkan tanganku.

Para pengawal Tuan Lei berhasil mengejarku. Mereka menyeretku. Aku meronta berusaha melepaskan cengkraman tangan mereka. Tapi berakhir sia-sia. Mungkin ini sudah takdirku. Aku pasrah saja. Sekeras apa pun aku berlari, tetap berakhir seperti ini.

”Dasar kurang ajar! Berani-beraninya kau menipu kami.”

”Kumohon, biarkan aku pergi.”  Aku memohon pada mereka.

Tiba-tiba pria yang kulihat di ujung lorong tadi menghampiri. Dia sedari tadi memperhatikan kami.

”Lepaskan gadis itu. Aku tidak suka pria yang menyakiti  wanita.” Pria itu tersenyum. Suaranya terdengar berat namun tegas.

”Hei bung ! jangan ikut campur urusan kami. Jika tidak kau juga akan berakhir seperti wanita ini. Dia milik Tuan Lei. Enyahlah!!” Sergah mereka pada pria itu.

”Aku tidak peduli ia milik siapa. Aku hanya tidak suka pria yang menyakiti wanita. Huh..!! Seperti banci saja.”  Pria itu tertawa.

Para pengawal tuan Lei tidak senang mendengar perkataan pria itu barusan. Mereka melepaskan cengkramannya padaku. Dan menantang pria itu berduel. Aku hanya menyaksikan mereka saling menyerang satu sama lain. Pria itu melayangkan tinjunya tepat mengenai wajah pengawal itu. Pria itu sangat tangkas sepertinya ia jago bela diri.

Dan pada akhirnya para pengawal itu pun mundur. Meskipun mereka ada dua tapi mereka tidak mampu mengalahkan pria itu. Kemudian ia menoleh ke arahku. Dia melihatku dengan tatapan dalam. Aku menebak-nebak apa yang dipikirkan pria itu terhadapku. Aku hanya menundukkan kepala, merasa terintimidasi dengan tatapannya. Lalu ia membelakangiku dan  hendak pergi. Seketika aku menghentikannya.

”Terima kasih telah menolongku,” Kataku.

Ia hanya diam dan melangkah pergi. Aku bangkit berdiri mengikutinya dari belakang. Namun kakiku terasa sangat sakit. Telapak kakiku luka dan lecet akibat berlari tadi. Aku meringis kesakitan.

”Tolong aku. Aku baru disini. Aku tidak kenal siapa pun. Aku tidak punya tujuan.” Namun ia membisu.

”Aku takut mereka akan mengejarku lagi. Aku..tidak tahu harus kemana.” Airmataku mengalir. ”Ayah, aku ingin pulang.” Tangisku semakin pecah.

Ia menoleh ke arahku dan menghampiriku. Dia memperhatikan kakiku yang luka. Lama ia terdiam. Kemudian tanpa aba-aba ia menggendongku. Aku kaget dengan reaksinya yang tiba-tiba. Seketika perasaanku yang tidak tenang menjadi hangat.

Kulingkarkan tanganku di lehernya. Mataku tak hentinya memperhatikan wajahnya. Ia hanya diam sambil menggendongku. Aku tidak bisa mengalihkan mataku dari wajahnya. Ia begitu memesona. Wajahnya sangat rupawan. Matanya bagai elang dan hidungnya yang tinggi. Rambutnya menjuntai sampai ke bahu. Hatiku berdegup kencang.

Ia membawa aku masuk ke dalam mobil dan menurunkanku di kursi penumpang. Kemudian dia melaju mobilnya. Aku tidak bisa mengalihkan perhatianku padanya. Dia menyadari aku yang memperhatikannya.

”Sudah puas memandangiku? Apa wajahku sungguh mengganggumu?”

Aku terperanjat dengan ucapannya.

”Eh..aku ha..nya..terimakasih sudah menolongku. Jika tidak ada kau, mungkin aku sudah dibawa mereka.”  Balasku padanya.

Kembali aku meringis kesakitan. Perutku masih terasa perih. Keringat dingin bercucuran. Dia menyadari aku yang kesakitan lalu ia membawaku ke klinik.

”Kau baik-baik saja? Kau terlihat sangat kesakitan.” Tanyanya sambil menghentikan laju mobilnya.

Sesaat kemudian ia menggendongku kedalam rangkulannya, aneh hatiku berdegup lagi. Ia membawa aku ruang IGD. Disana perawat dan dokter dengan sigap menanganiku. Dokter mengatakan asam lambungku naik. Kemudian dokter itu melihat seluruh tubuhku yang penuh luka dan memar. 

”Aiya, apa yang terjadi padamu? Lihat semua luka ini? Ini harus diobati jika tidak akan menjadi infeksi.” Papar dokter jaga.

Dokter itu kemudian menyuruh perawat membersihkan lukaku. Setelah selasai ia memberi resep obat.  Pria itu membayar biaya pengobatanku. Lalu ia membawaku kembali masuk kedalam mobil.

”Kau tinggal dimana? Biar aku antar.”

”Aku tidak tinggal di mana pun. Aku tidak punya rumah di sini. Bahkan keluarga pun tidak. Aku tidak punya tujuan.” Jawabku.

Ia menatapku dengan lirih. ”Lalu bagaimana kau bisa ada disini?” Tanyanya lagi.

Aku menceritakan semua yang terjadi padaku dan bagaimana aku bisa berada disini. Dia hanya diam mendengar ceritaku. Saat aku selesai berbicara ia menatapku dengan tatapan dalam. Jelas sekali itu tatapan kasihan.

”Ck!ck! Kau sungguh malang. Siapa namamu?” 

”Aku Naomi Clara. Kau boleh memanggilku Naomi. Dan kau? ” Tanyaku lagi padanya.

”Zhou Tian.” Jawabnya singkat.

*******

Kami tiba di sebuah rumah yang sangat besar. Banyak pengawal yang menjaga rumah tersebut. Zhou Tian membuka pintu mobil kemudian ia menggendong aku membawa masuk ke dalam. Saat kami tiba di dalam rumah ada seorang pria yang duduk di sofa. Kemudian ia berdiri ketika melihat kami datang.

”Wah, Gege(abang) kau tidak pernah membawa wanita pulang. Kenapa sekarang tiba-tiba kau membawa wanita ke rumah?” Pria itu berjalan mendekat. Ia memperhatikan aku. Kemudian ia tersenyum .

”Cantik sekali. Selera yang bagus.” Dia melanjutkan perkataannya.

”Mengapa kau ada disini? Bukankah kau seharusnya ada di Macau.”  Kata Zhou Tian dingin kemudian ia meletakkan aku di atas sofa.

”Kau tidak senang melihatku? Padahal aku merindukanmu.” Pria itu memanyunkan bibirnya.

”Lalu apa alasanmu kembali?”

”Aku bosan. Disini lebih menyenangkan. Siapa namamu nona?”  Pria itu duduk disebelahku sambil tersenyum manis.

”Aku Naomi Clara. Panggil saja aku naomi.” Jawabku.

Jadi darimana asalmu? Kau terlihat bukan dari sini? Aku Fan Yin.” Tanya Fan Yin lagi.

”Aku dari  Indonesia.” Ada rasa bangga saat aku mengatakannya.

”Wow! sudah kuduga. Lalu mengapa kau bisa ada di Hongkong?”

”Emm, a-aku...” Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Zhou Tian memotong ucapanku.

”Jangan menggangunya pergilah bereskan kamar tamu.” Perintah Zhou Tian kepada Fan yin.

Fan yin terlihat tidak senang dengan perintah Zhou Tian. ”Ayolah Gege, kau tidak suka melihatku senang ya. Aku baru tiba di sini dan kau sudah menyuruhku . Sepertinya kau punya dendam padaku.”

”Lakukan saja yang kukatakan.” Kata Zhou Tian dingin tanpa ekspresi.

Fan yin menurut saja. Ia kemudian pergi menuju kamar yang disebut Zhou Tian. Rumah ini begitu besar. Terkesan mewah dengan tiang -tiang besar khas gaya Eropa. Lantainya menggunakan marmer hitam yang memberikan kesan kuat dan tangguh.  Juga  ada sebuah tangga besar di sudut dengan ukiran berwarna cokelat yang menambah kesan mewah.

Tiba-tiba ada seorang pria yang masuk ke dalam rumah tergesa- gesa dengan wajah yang tegang. Dia menghampiri Zhou Tian.

”Tuan, di depan ada Lei Wulong.” Kata pria itu.

Raut wajah Zhou Tian mengeras. ”Persilakan dia masuk.”

Lalu pria itu membungkukkan badannya dan pergi keluar. Sesaat kemudian aku melihat Tuan Lei dan beberapa pengawalnya masuk. Aku kaget bukan kepalang melihat tuan Lei. Zhou Tian yang sedari tadi hanya diam, ia tersenyum sinis melihat Tuan Lei.

”Apa yang membawamu kemari Lei wulong? Kau bukan orang yang suka berkunjung.” Tanya Zhou Tian dingin.

Tuan Lei tersenyum dan menoleh ke arahku yang duduk di sofa. Kemudian ia mengalihkan pandangannya ke Zhou Tian lagi.

”Ayolah, Tian - Tian. Kau tidak mungkin pura -pura tidak tahu. Kau mengambil milikku. Dan aku kesini untuk mengambilnya kembali.”

Tuan Lei kemudian menghampiriku. Seketika aku merasa ketakutan. Zhou Tian menyadari reaksiku yang ketakutan melihat Tuan Lei. Ia kemudian menghalangi Tuan Lei dengan badannya.

”Kau sekarang berada di rumahku. Kau tidak boleh menyentuh apapun yang ada disini. Termasuk dia. Dia bersamaku sekarang. Kau tahu kan aku bukan orang yang suka main-main.”  Ekspresi wajah Zhou Tian menegang saat mengatakan itu.

Tuan Lei terlihat tidak senang. Kemudian ia menimpali, ”wah..wah.. aku tidak tahu kalau kau memiliki sisi yang butuh wanita juga. Selama ini kau tidak peduli. Zhou Tian aku menginginkan milikku kembali. Itu saja.”

”Tidak . Dia dirumah ini berarti tidak bisa di bawa kembali.” Jawab Zhou Tian tegas.

Aku hanya melihat perdebatan mereka. Memangnya aku ini barang. Aku kesal melihat mereka yang membicarakan aku seperti barang .

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status