Saat aku membuka mata, cahaya-cahaya putih membutakan mataku beberapa saat. Di sekeliling, tembok-tembok putih dengan sedikit warna keemasan di garis tepiannya mengelilingi aku. Tempat ini sangat asing bagiku. Aku tidak tahu ada di mana. Mengapa aku bisa ada di sini? Kupegangi kepalaku dan mengacak-acak rambutku.
Tetiba aku teringat dengan Zhou Tian. Pikiranku kembali kalut. Aku mulai panik. Pintu besar berwarna coklat itu jadi sasaran kemarahanku. Kugedor-gedor pintunya bahkan aku menendang pintu itu hingga kakiku sakit. Tak hentinya aku berusaha membuka pintu. Kursi kayu yang ada di depan meja rias, aku ambil dan melemparkannya ke pintu, namun seinci pun tidak bergerak. Suara teriakanku bergema di ruangan ini. Berkali-kali aku minta tolong tak satupun suara dari luar sana yang terdengar. Sunyi. Sedari tadi hanya suaraku saja yang memenuhi ruangan ini.
Zhou Tian, bagaimana keadaanmu sekarang? Aku sangat ingin bertemu denganmu. Kau harus
Sepasang tangan terulur dan merangkul pinggangku lalu menarik aku dengan keras. Hingga kami terjungkal ke atas lantai. Dia meringis kesakitan karena aku mendarat di atas tubuhnya. Aku begitu marah telah diselamatkannya. Saat ini aku hanya ingin menemui Zhou Tian.”Kau sudah gila! Untuk apa kau berdiri di sana? Apa yang ada dalam pikiranmu, hah?!” Sergah Fan Yin.Dalam sekejap tatapan mata serta raut wajahnya berubah lembut, ”Nao, kumohon jangan lakukan lagi hal bodoh seperti itu. Aku tidak mau kehilanganmu, Nao.”Aku menatap lurus ke dalam matanya lalu tanganku reflek menampar wajahnya. Sangat keras sampi meninggalkan bekas merah di sana. Ia tertegun dengan sikapku. Aku tak ingin berbicara. Semua suaraku seakan pergi dengan Zhou Tian. Diam.Kemudian aku bangkit berdiri dan duduk di kursi yang mengarah langsung ke luar jendela. Menatap kosong ke luar sana. Menangis
Dulu aku tidak pernah peduli dengan yang namanya cinta. Wanita hanyalah mainan saja bagiku. Namun, kini semuanya berubah sejak aku bertemu dengan Naomi. Hanya dengan sebuah senyuman polos ia berhasil memikat hatiku. Segalanya kulakukan untuk menarik perhatiannya, tetapi di dalam pandangannya hanya ada Zhou Tian.Kini aku memiliki dirinya seutuhnya setelah melenyapkan Zhou Tian, tetapi aku tidak merasa bahagia. Kupikir jika Zhou Tian mati, Naomi akan membuka hatinya untukku. Namun sekarang ia malah seperti mayat hidup. Setiap harinya ia hanya membisu memandangi langit. Tubuhnya semakin kurus karena tak ingin makan.Dan aku semakin frustrasi melihatnya yang menyedihkan seperti itu. Apa yang aku cari? Apa yang aku kejar? Aku telah dibutakan cinta, tetapi cinta itu sendiri menyiksaku sampai ke tulang. Setiap hari aku membujuknya dan memohon maaf kepadanya. Sedikitpun ia tidak peduli dengan semua yang kulakukan.
[Jika kau terlalu fokus, maka yang lain tak tampak bagimu. Jika kau terlalu jatuh ke dalam, maka kau akan sulit untuk naik. Jika kau terlalu memaksa mengejar sesuatu, segalanya belum tentu berakhir seperti yang kau inginkan.] Saat aku menulis cerita ini, aku menangis di pojokan karena merasa bersalah telah membuat ending yang menyedihkan seperti ini. Tapi dari awal aku buat cerita ini, memang sudah aku seting endingnya seperti ini. Jangan bully author ya😁 Tolong dimaafkan 😁😍 Memang tragis sih endingnya 😭😭😭😭 Sumpah aku nulisnya sambil mewek. Ga tega sama karakternya. Tapi cerita harus terus berlanjut. Terima kasih banyak buat kalian yang sudah baca Kisah Cinta Naomi. Aku bangga dan bahagia banget ceritaku ada yang baca. Pokoknya terima kasih, dear! Oh ya, kalian bisa baca buku aku yang lainnya. Seperti : KAU MILIKKU, kisah si cewek bar-bar dan superstar yang menderita philophobia Atau kalian suka genre Fanta
Impian setiap wanita adalah menikah dengan seseorang yang dicintai. Aku juga menginginkan pernikahan yang seperti itu. Dulu aku sering berharap akan ada pangeran berkuda putih yang melamarku. Mimpi klasik setiap wanita. Tapi, sekarang aku malah menikah dengan pria yang tidak kucintai. Andai saja waktu itu aku menolak permintaan ayah, aku tidak akan berdiri disini bersama pria itu. Beberapa hari yang lalu aku masih ingat jelas ayah yang memohon padaku. "Nao..ayah mohon padamu tolong bantu ayah. Mau ya kamu menikah dengan tuan Adrian,” Ayah membujukku. "Aku masih muda, ayah. Aku masih ingin melakukan hal-hal yang kusukai. Aku ingin bebas tidak ingin terikat ayah." Aku menolak dengan tegas. Tidak mungkin aku menikahinya. Kenal saja tidak. "Ayah memiliki hutang, Naomi. Ayah tidak mampu membayarnya. Tuan Adrian pun setuju dengan pernikahan ini." Hutang. Jadi semua ini demi hutang. Mengapa ia rela
Aku teringat janji makan siang dengan ayah. Hampir saja aku melupakan itu. Aku buru-buru pergi ke tempat yang sudah kami sepakati. Aku bahkan tidak sempat mengganti bajuku. Aku hanya menguncir rambutku dan memoles bibirku dengan lipstik warna pink. Restoran pangsit yang ada di ujung jalan ini adalah tempat yang sering kami kunjungi. Dulu, ayah, ibu dan aku sering makan pangsit disitu. Aku melihat ayah dari kaca. Ia sedang menungguku di dalam. Ayah melihat keluar dan melambaikan tangannya saat melihatku. Aku tersenyum. Aku menghampiri ayah. "Ayah sudah lama menungguku?" "Tidak. Duduklah. Ayah senang melihatmu, Nao." Ayah tersenyum. "Iya ayah. Maafkan aku ayah. Aku tidak pernah mengabari ayah sebulan ini. Pasti itu membuat ayah khawatir." Kupandangi ayah yang terlihat lebih kurus. Pasti berat ayah hidup sendiri sekarang. Tidak ada aku yang selalu menemaninya. Aku merasa b
Samar-samar kudengar banyak suara yang memanggil dan mengguncang tubuhku. Aku pun tersedak. Semua air yang telah tertelan kumuntahkan kembali. Kepalaku pusing dan dadaku terasa sesak. Pandanganku pun kabur. Mereka kembali menepuk-nepuk punggungku. Setelah beberapa saat aku pun mulai sadar. Ada beberapa pria yang mengerumuni aku. Mereka mengenakan jaket kulit. Tubuh mereka semua kekar. Mereka lebih terlihat seperti preman. "Aku ada dimana? Kenapa aku disini?" Kualihkan pandanganku ke sekitar. Ternyata aku ada diatas kapal. Di sudut sana aku melihat ada beberapa wanita. Apa mereka yang menolongku? Tiba-tiba kepalaku terasa pusing. Perutku mual. Aku mabuk laut. "Terima kasih kalian sudah menolongku. Tapi bisakah kalian menurunkan aku? Aku ingin pulang." "Nona pelabuhan masih jauh dari sini. Apa kau ingin turun ke dalam air ini lagi?" kata salah satu dari mereka. Aku ingin
Orang-orang memperhatikan aku yang sedang berlari. Mereka bahkan tidak memiliki empati untuk menolongku. Sial. Aku sudah kehabisan tenaga. Tubuhku mulai melemah namun aku terus berlari menjauh dari mereka. Keringat pun menetes dengan deras. Sesekali aku menoleh kebelakang memastikan mereka tidak lagi mengejarku. Pada akhirnya aku sudah mencapai batas kemampuanku. Kakiku sudah tidak kuat lagi. Aku mulai melambat. Mereka semakin dekat denganku. Tapi aku masih berusaha berlari semampuku. Di ujung lorong bangunan aku melihat ada seorang pria yang sedang berdiri. Aku berteriak minta tolong padanya, dia menoleh ke arahku. Dan pada saat aku hendak dekat dengannya, aku jatuh tersungkur. Aku merasakan lelah yang luar biasa. Kakiku terasa sakit sekali. Aku sudah tidak kuat lagi untuk berlari. ”To-tolo..ngg aku.” Aku mengulurkan tanganku. Para pengawal Tuan Lei berhasil mengejarku. Mereka menyeretku. Aku meronta berusaha mele
Zhou Tian POV. Awal aku melihatnya hatiku bergetar. Aku tidak pernah merasakan getaran ini sebelumnya. Tatapan matanya saat itu sangat menggoyahkan dinding es yang selama ini membentengi hatiku. Ya, dia wanita pertama yang berhasil merebut hatiku walau hanya tatapan nanar yang memohon pertolonganku. Saat itu penampilannya berantakan. Sekujur tubuhnya penuh memar dan luka. Aku menyukainya. Seketika hatiku tergerak untuk melindunginya. Sekarang Lei wulong ingin mengambilnya kembali. Hatiku bergejolak. Aku tidak ingin dia pergi bersama Lei wulong. ”Kau tahu wanita seperti apa dia? Aku membelinya dari rumah bordil. Itu artinya dia milikku. Kau tidak bisa mencegahku Zhou Tian. Cepat berikan wanita itu padaku.” Suara Lei wulong meninggi. Aku melirik Naomi. Mata kami beradu. Tatapannya seakan berbicara meminta tolong untuk tidak menyerahkannya. Biasanya aku tidak pernah berurusan dengan wanita. Apalagi ini wanita milik Lei wulong. Aku menghela na