Samar-samar kudengar banyak suara yang memanggil dan mengguncang tubuhku. Aku pun tersedak. Semua air yang telah tertelan kumuntahkan kembali. Kepalaku pusing dan dadaku terasa sesak. Pandanganku pun kabur. Mereka kembali menepuk-nepuk punggungku.
Setelah beberapa saat aku pun mulai sadar. Ada beberapa pria yang mengerumuni aku. Mereka mengenakan jaket kulit. Tubuh mereka semua kekar. Mereka lebih terlihat seperti preman.
"Aku ada dimana? Kenapa aku disini?" Kualihkan pandanganku ke sekitar. Ternyata aku ada diatas kapal. Di sudut sana aku melihat ada beberapa wanita. Apa mereka yang menolongku? Tiba-tiba kepalaku terasa pusing. Perutku mual. Aku mabuk laut.
"Terima kasih kalian sudah menolongku. Tapi bisakah kalian menurunkan aku? Aku ingin pulang."
"Nona pelabuhan masih jauh dari sini. Apa kau ingin turun ke dalam air ini lagi?" kata salah satu dari mereka.
Aku ingin pulang. Tapi aku tidak mau turun ke dalam air lagi. "Lalu kapal ini akan pergi kemana?" Tanyaku.
"Hongkong." Jawabnya lagi.
"Apa?" Aku hampir berteriak ketika mengucapkan itu. "Aku tidak ingin pergi bersama kalian ke Hongkong. Bisakah kalian menurunkan aku di dermaga terdekat? Aku mohon." Kataku lagi sambil memohon pada mereka.
Mereka saling pandang dan kemudian mengangguk. "Baiklah. Kau tunggu saja di sana." Ia menunjuk ke sudut kapal.
"Terima kasih," balasku.
Kemudian dengan tertatih aku berjalan ke sudut kapal bergabung bersama penumpang yang lainnya. Aku merasa aneh karena mereka semua adalah perempuan yang masih muda. Kuberanikan diriku untuk bertanya kepada mereka.
"Apa kalian ingin pergi ke Hongkong?" Tanyaku.
"Ya, kami ingin bekerja disana. Mereka menawarkan pekerjaan kepada kami." Kata wanita berbaju pink. Kemudian ia mengulurkan tangannya. "Aku Gladis." Ia tersenyum.
Aku meraih tangannya, "Naomi. Mmm..pekerjaan apa yang mereka tawarkan? Apakah harus wanita semua ya?" Tanyaku curiga.
"Kami tidak tahu detailnya seperti apa. Tapi yang jelas mereka hanya buka lowongan buat wanita saja."
Aku merasa aneh dengan jawaban Gladis. Jenis pekerjaan apa yang hanya membutuhkan wanita saja. Aku teringat sesuatu. Sontak aku membelalakkan mataku. Apa jangan-jangan mereka akan dijadikan sebagai wanita penghibur. Karena belakangan ini marak sindikat perdagangan wanita.
"Apa kalian tidak curiga kepada mereka? Mengapa kalian percaya pada mereka? Harusnya kalian memastikan dulu kebenarannya. Bagaimana jika mereka hanya menipu kalian saja?" Kataku kesal. Aku memegang kepalaku yang sakit. Mengapa aku harus diselamatkan para bandit ini.
Aku melihat dari kejauhan banyak cahaya-cahaya lampu . Pasti itu dermaga terdekat pikirku. Lalu aku berjalan menghampiri para preman itu yang sedang minum-minum.
"Maaf aku mengganggu kalian. Bisakah aku turun di dermaga itu? Aku ingin pulang, ayahku sedang menungguku di rumah." Aku memberanikan diri untuk bertanya kepada mereka.
Mereka hanya saling pandang dan kemudian tertawa melihatku.
"Kapal ini tidak bisa menepi nona. Kami sedang dikejar waktu. Jika tidak, bos kami akan marah."
"Tapi..bukankah kalian sudah berjanji akan menurunkan aku di dermaga terdekat?"
"Kami berbohong." Mereka menyeringai. "Kau begitu cantik. Tubuhmu sangat indah. Bagaimana mungkin kami menurunkanmu. Banyak pria jahat di luar sana.” Pria bertubuh kekar itu memandangiku dari atas hingga ke bawah. Sontak aku menutupi dadaku dengan kedua tanganku.
Aku baru menyadari aku masih memakai gaun sialan ini. Gaunku masih belum kering. Angin malam berhembus kencang. Seketika aku menggigil kedinginan. Kemudian aku memohon pada mereka agar menurunkan aku.
"Aku mohon. Aku ingin pulang. Aku tidak ingin ikut bersama kalian. Ayahku sendirian dirumah." Aku memasang mimik yang menyedihkan berharap mereka akan iba. Namun mereka malah menertawakanku.
Aku merasa sial sekali. Habis keluar dari lubang buaya masuk ke sarang serigala. Mengapa semesta begitu kejam padaku. Air mataku mengalir. Aku mundur. Aku meringkuk di sudut kapal. Kubenamkan wajahku dia kedua lututku. Aku tidak ingin orang melihatku menangis. Ayah aku merindukanmu.
Adrian aku membencimu. Aku menyalahkan Adrian. Jika bukan karenanya aku tidak akan berakhir menyedihkan seperti ini. Aku tidak akan memaafkanmu Adrian. Sampai kapanpun tidak akan.
"Kau menangis? Hmm.. aku mengerti perasaanmu. Menangis lah jika itu membuatmu lebih baik." Gladis duduk di sebelahku dan ia menepuk-nepuk punggungku. "Punggungmu?" Ia terdiam sejenak. Aku yakin dia pasti melihat punggungku yang penuh memar. "Emm...sebenarnya apa yang terjadi padamu?" Tanya gladis penasaran.
Aku menoleh kepada Gladis. Aku butuh seseorang untuk meluapkan semua hal yang sudah aku alami.
"Mungkin ini hari terburuk dalam hidupku. Suamiku menjualku kepada rekan bisnisnya. Dan sekarang aku berakhir disini . Aku benar-benar sial." Aku hanya menunduk dengan tatapan kosong.
"Jadi karena itukah kau melompat ke air?" Tanya Gladis lagi. Aku hanya mengangguk saja.
Gladis merangkulku tangannya menepuk-nepuk punggungku yang memberikan sedikit ketenangan.
Entah sudah berapa lama kami berada di lautan. Aku sungguh rindu daratan. Sejauh mata memandang hanya ada air. Tubuhku semakin kurus. Kami hanya di beri makan pagi dan malam hari saja.
Kulitku pun terasa kering dan warnanya sudah kecoklatan akibat sengatan matahari. Wajar saja sebab aku hanya memakai gaun yang diberikan adrian waktu itu. Terlalu terbuka. Bila malam angin akan menembus masuk ke kulitku. Sungguh sangat menyiksa tubuhku.
Suara-suara bising dari kapal memecah lamunanku. Aku terperanjat melihat di depan sana ada daratan. Kapal-kapal besar juga berjejeran disana. Aku senang dan juga sedih. Senang karena melihat daratan lagi dan sedih karena aku tidak bisa pulang.
Kapal kami akhirnya bersandar di pelabuhan. Aku menghela napas lega. Mungkin kami sudah tiba di Hongkong . Aku bisa melihat gedung- gedung tinggi dari sini terlihat indah dengan cahaya lampu yang warna-warni. Aku yakin ini sudah tengah malam tapi aku melihat masih banyak orang yang beraktifitas di sekitaran pelabuhan.
"Hei kau! Cepat kesini." Pria botak itu memanggilku dengan garang. Lalu aku menghampirinya. Kulihat Gladis dan yang lainnya sudah turun. Aku mengikutinya turun kebawah.
"Bos ingin bertemu denganmu bersikap lah yang baik." Katanya lagi.
"Laoban (bos) , ini wanita yang kukatakan tadi." Si botak itu menunjuk ke arahku. Aku hanya memandangi mereka dengan tatapan waspada.
Wanita yang dipanggil bos itu tersenyum puas melihatku. Ia berwajah oriental. Ia memakai bedak tebal dengan lipstik merah menyala. Ia terlihat seperti seorang mucikari. Ia juga memegang kipas lipat di tangan kanannya. Kemudian ia memegang daguku menggoyangkannya kekanan dan kekiri. Sontak aku menepis tangannya dari wajahku.
Ia tersenyum dan kemudian berbicara dalam bahasa Mandarin. Aku hanya mengerti sedikit bahasanya. Dulu aku pernah mengikuti kelas bahasa Mandarin, tapi aku sering bolos.
"Aiya, kau sungguh cantik tapi lihat keadaanmu sungguh memprihatinkan. Tapi tak apa aku akan membuatmu semakin cantik lagi." Ia tersenyum senang dan kemudian ia meyuruh pria botak itu membawaku.
Aku berusaha melepaskan tangannya. Aku tidak mau ikut dengan mereka. Tapi apalah dayaku tubuhku saja masih lemah. Kekuatan yang kumiliki tidak sebanding dengannya. Ia menarikku dengan paksa. Tanganku terasa sakit. Aku hanya bisa menurut saja.
Mereka membawa kami ke dalam sebuah bangunan yang tampak sudah tua. Namun begitu masuk kedalam interiornya sangat bagus. Nuansa warna merah maroon dengan lampu yang tidak terlalu terang. Di sudut ruangan ada juga meja bar ada beberapa wanita dan pria yang sedang duduk disitu.
Aku baru menyadari ternyata ini adalah rumah bordil. Kakiku gemetaran. Aku tidak mau menjadi wanita penghibur. Aku harus pergi dari sini.
"Bawa dia masuk ke dalam kamar suruh Xiao Mei membersihkannya. Nanti Tuan Lei datang aku akan mengenalkannya pada tuan Lei." Kata wanita itu.
Lalu pria botak itu membawaku masuk ke dalam kamar. Di dalam sana ada seorang wanita. Ia tersenyum. Dia sangat cantik dengan rambutnya yang panjang terurai. Tapi pakaiannya minim sekali. Ia lebih terlihat seperti Tante girang.
"Laoban (bos) bilang kau harus membersihkan wanita ini. Ia akan dikenalkan pada Tuan Lei ." setelah mengatakan itu ia pergi keluar kamar.
"Jadi kau pekerja baru disini? Aku Xiao Mei dan kau siapa namamu?" Ia menghampiriku dan mulai membuka pakaian yang kukenakan.
"Aku Naomi. Apa yang akan kau lakukan padaku."
"Tentu saja membersihkanmu. Lihat semua luka ini. Cek..cek..cek...berapa usiamu? Kau terlihat masih muda sekali."
"29 tahun. Kalau bisa memilih,..." Aku terdiam sejenak. "Lebih baik mereka membiarkanku saja tenggelam di dalam air. Daripada harus menjadi wanita penghibur. Aku hanya ingin pulang. Aku merindukan Ayahku." Aku menangis meratapi nasibku.
Xiao Mei hanya diam mendengarku. Ia terus mengelap badanku. Kemudian ia memberikan baju baru padaku. Aku memakainya. Aku terlihat seperti wanita penggoda di balik cermin itu. Aku memakai gaun mini yang terlalu ketat. Seketika aku benci melihatnya.
Kemudian xiao Mei membawa aku keluar. Dia membisikkan sesuatu padaku. "Jika ingin bertahan disini menurutlah dengan apa yang mereka katakan. Maka kau akan aman."
Aku hanya diam saja. Pikiranku sedang memikirkan cara untuk keluar dari sini. Aku tidak ingin berada di sini lebih lama lagi. Xiao Mei membawa aku menemui wanita yang mereka panggil laoban (bos). Wanita itu sedang berbincang dengan seorang pria yang berpakaian rapi. Dilihat dari wajahnya sepertinya ia berusia 30 tahunan. Ia menoleh ke arahku dan membuat senyuman yang dipaksa.
"Tuan Lei, ini wanita yang kukatakan tadi. Bagaimana menurutmu, bukankah dia cantik?"
Pria itu menatapku dari atas hingga kebawah. Kemudian ia tersenyum dan membelai pipiku. "Cantik sekali.” Dengan sigap aku langsung menepis tangan pria itu menjauh dari wajahku. Aku tidak Sudi disentuhnya.
Pria itu hanya tersenyum kaget melihat reaksiku. "Wah, ternyata kau sangat agresif. Aku semakin menyukaimu. Aku akan membawa dia bersamaku." Dia kemudian menoleh wanita itu.
Kemudian mereka bertransaksi. Aku tidak menyangka mereka menjualku kepada Tuan Lei. Nasibku sungguh sial. Mungkin dikehidupan sebelumnya aku seorang penghianat sehingga semesta menghukum aku seperti ini.
Tuan Lei merangkulku dan membawaku keluar. Aku risih disentuhnya. Kulihat di luar ada 2 orang pria bertubuh kekar berdiri di sebelah mobil. Mereka adalah pengawal Tuan Lei. Kemudian mereka membukakan pintu mobil untuk kami.
Di dalam mobil aku hanya diam saja melihat keluar jendela. Tuan Lei mengambil kesempatan meraba pahaku. Aku terperanjat. Sontak kutepis tangannya. Dia semakin menjadi. Ia mendekati wajahku hendak menciumku. Tanganku reflek mendorongnya ke belakang.
"Kumohon jangan lakukan itu padaku."
"Kau terlalu munafik nona. Tapi aku menyukainya. Semuanya yang ada pada dirimu aku menyukainya." Dia menyeringai.
Tiba-tiba kepalaku terasa pusing sekali. Perutku mual dan terasa kembung. Aku baru ingat aku belum makan sejak tadi pagi. Asam lambungku naik. Aku meringis kesakitan memegang perutku. Tuan Lei menyadari aku kesakitan ia segera menyuruh pengawalnya untuk menghentikan mobilnya di apotik terdekat.
Tuan Lei memberikan obat untukku. Tapi perutku mual sekali. Aku mau muntah. Sontak aku menutup mulutku dengan telapak tamganku agar isi lambungku tidak keluar. Tuan Lei membuka pintu memberikan isyarat untuk aku memuntahkannya di luar. Aku pun segera turun.
Aku merasa lega setelah aku memuntahkannya. Kupegangi kepalaku yang masih terasa pusing. Mataku memandangi kesekitar. Ada banyak orang disini. Sepertinya kota ini tidak pernah tidur. Meskipun sudah tengah malam namun masih tetap sibuk. Terlintas di benakku untuk melarikan diri dari mereka. Ini kesempatanku.
Aku melirik pengawal Tuan Lei, mereka masih mengawasiku. Aku mengambil napas dalam-dalam mengumpulkan keberanianku dan kekuatanku. Menunggu mereka lengah. Beruntung saja ponsel Tuan Lei berdering. Ia sedang sibuk menerima panggilan. Aku hanya perlu mengalihkan perhatian pengawalnya.
Aku memegangi perutku dan berakting hendak muntah lagi. Lalu aku meminta air minum kepada mereka. Saat pengawal yang satu lagi hendak mengambil air mineral dari dalam mobil, dengan segera aku berdiri dan berlari secepat mungkin.
Mereka menyadari niatku dan mengejarku. Aku terus berlari mengikuti kemana tujuan kakiku. Tak kurasakan lagi sakitnya telapak kakiku saat menginjak aspal yang kasar. Napasku terengah. Jantungku berdegup kencang. Aku sudah lelah berlari namun aku tidak ingin berhenti.
Orang-orang memperhatikan aku yang sedang berlari. Mereka bahkan tidak memiliki empati untuk menolongku. Sial. Aku sudah kehabisan tenaga. Tubuhku mulai melemah namun aku terus berlari menjauh dari mereka. Keringat pun menetes dengan deras. Sesekali aku menoleh kebelakang memastikan mereka tidak lagi mengejarku. Pada akhirnya aku sudah mencapai batas kemampuanku. Kakiku sudah tidak kuat lagi. Aku mulai melambat. Mereka semakin dekat denganku. Tapi aku masih berusaha berlari semampuku. Di ujung lorong bangunan aku melihat ada seorang pria yang sedang berdiri. Aku berteriak minta tolong padanya, dia menoleh ke arahku. Dan pada saat aku hendak dekat dengannya, aku jatuh tersungkur. Aku merasakan lelah yang luar biasa. Kakiku terasa sakit sekali. Aku sudah tidak kuat lagi untuk berlari. ”To-tolo..ngg aku.” Aku mengulurkan tanganku. Para pengawal Tuan Lei berhasil mengejarku. Mereka menyeretku. Aku meronta berusaha mele
Zhou Tian POV. Awal aku melihatnya hatiku bergetar. Aku tidak pernah merasakan getaran ini sebelumnya. Tatapan matanya saat itu sangat menggoyahkan dinding es yang selama ini membentengi hatiku. Ya, dia wanita pertama yang berhasil merebut hatiku walau hanya tatapan nanar yang memohon pertolonganku. Saat itu penampilannya berantakan. Sekujur tubuhnya penuh memar dan luka. Aku menyukainya. Seketika hatiku tergerak untuk melindunginya. Sekarang Lei wulong ingin mengambilnya kembali. Hatiku bergejolak. Aku tidak ingin dia pergi bersama Lei wulong. ”Kau tahu wanita seperti apa dia? Aku membelinya dari rumah bordil. Itu artinya dia milikku. Kau tidak bisa mencegahku Zhou Tian. Cepat berikan wanita itu padaku.” Suara Lei wulong meninggi. Aku melirik Naomi. Mata kami beradu. Tatapannya seakan berbicara meminta tolong untuk tidak menyerahkannya. Biasanya aku tidak pernah berurusan dengan wanita. Apalagi ini wanita milik Lei wulong. Aku menghela na
Fan yin duduk menemaniku memandangi langit malam dari balik jendela. Ia tidak bicara ia hanya duduk saja di sebelahku. Pikiranku melayang jauh. Aku memikirkan Ayah. Ayah pasti mencari aku yang tiba-tiba hilang berminggu-minggu lamanya. "Hei..kau jangan bersedih lagi. Ada aku. Kau bisa membagi masalahmu padaku. Aku akan mendengarkan. Daripada kau harus menangis. Itu buang-buang energi saja." Fan Yin memulai pembicaraan. Aku menoleh. Kulihat ia tersenyum dan memasang mimik seperti anak-anak yang meminta permen. Aku menghela napas dan bibirku sedikit menyunggingkan senyum yang agak dipaksa. ”Aku merindukan kampung halamanku dan ayahku. Ayah pasti sedang mencari aku. Ia pasti kebingungan karena aku tiba-tiba menghilang.” Jawabku dengan sesunggukan. ”Aku mengerti perasaanmu. Aku juga dulu pernah memiliki orangtua. Tapi mereka sudah ada di surga. Aku juga terkadang menangis bila merindukan mereka.” ”Kau tidak akan mengerti. Aku bukan hanya men
Zhou Tian POV Aku melangkah keluar dari kamar Naomi. Kuletakkan telapak tanganku di dada kiriku. Jantungku tak karuan setelah memeluknya tadi. Terasa sesak saat berada di dekatnya. ”Sepertinya aku harus ke dokter. Akhir-akhir ini jantungku terasa sesak. Keberadaan Naomi membawa dampak buruk buat jantungku." Aku menggumam. Saat aku turun ke bawah, kulihat Fan Yin sedang sibuk bermain game di ruang tengah. Ia menyadari kehadiranku. ”Gege, kau mau kemana kok buru-buru sekali.” Tanya Fan Yin. ”Aku mau ke dokter.” Jawabku sambil terus melangkah keluar. Fan Yin kaget dan segera melompat dari sofa. Ia mengikuti aku dari belakang. ”Apa kau sakit? Kau terlihat baik-baik saja.” Aku hanya diam saja terus melangkah keluar menuju mobilku. Luo yang menyadari aku hendak pergi segera membukakan pintu mobil. Fan Yin juga ikut masuk kedalam mobil. ”Tuan, kemana tujuan kita?” tanya Luo. ”Rumah sakit.” Jawabku data
Hari ini langit terlihat cerah. Begitu juga dengan suasana hatiku. Sudah kumantapkan dalam hati untuk bangkit dari kesedihan. Aku harus berjuang untuk menjalani kehidupan ini. Wejangan Fan Yin semalam seakan memberiku semangat baru. Kukeluarkan semua isi bungkusan yang berserakan di kamar. Pakaian sepatu dan kosmetik semuanya ada. Tinggal satu bungkusan lagi yang belum kubuka. Saat aku membuka bungkusan itu, kulihat isi didalamnya adalah pakaian dalam wanita. Ternyata ia sedetail itu. ”Wah!" Kubentangkan celana dalam warna pink yang berenda di depanku. "Dia ternyata tidak lupa membeli dalaman wanita juga. Kini aku terkesan.” gumam ku sambil tersenyum. Setelah selesai kubereskan semua pakaian itu, aku pun pergi membersihkan tubuhku. Kurasakan perih saat air menyentuh tubuhku yang luka. Dengan semua hal yang terjadi padaku beruntung aku masih bisa bernapas hingga saat ini. Aku akan membalas kebaikan Zhou Tian. Saat aku sedang memakai pakaian, kudengar s
”Zhou Tian aku berhutang budi padamu. Aku akan membalas kebaikanmu. Terimakasih kau sudah menolongku. Tapi, tuan Lei sepertinya tidak akan pernah melepasmu. Aku telah menyeretmu kedalam situasi ini. Sekali lagi maaf.” Zhou Tian hanya memandangi aku kemudian ia menyela. ”Tidak masalah. Kau jangan merasa bersalah dengan semua ini. Aku bisa mengatasinya dengan caraku.” Tiba-tiba Luo datang menghampiri Zhou Tian. "Tuan, ada masalah di Black Kingdom.” Ujar Luo. Raut wajah Zhou Tian mengeras. Sesaat kemudian ia menyela. ”Mengapa bisa ada masalah? mengurus hal kecil saja kalian tidak becus.” Suara Zhou Tian meninggi. ”Pergilah, aku akan menyusul ke sana." Perintah Zhou Tian kemudian. ”Baik, tuan.” Balas Luo sembari menundukkan kepalanya lalu pergi keluar. Aku kaget mendengar suara Zhou Tian seperti itu. Zhou Tian meirikku lalu ia mendelik, ”Maaf, jika aku membuatmu takut. Akhir-akhir ini aku menghadapi banyak masalah.” Suaranya mulai lembut. ”Aku aka
Zhou Tian POV ”Mengapa bisa di sabotase?” Aku membentak Luo dan bawahannya. Luo hanya menunduk saja. ”Maaf tuan kami lalai. Aku akan mengurus masalah ini.” ”Mengurus, hah? Tidak kau lihat kerugian yang kualami.” Kusandarkan punggungku ke bahu sofa dan kuletakkan tanganku diatas kepalaku. Tiba-tiba aku teringat Lei wulong pasti dia yang membakar Black kingdom. Aku tidak menyangka dia bisa bertindak sejauh ini. Tiba-tiba ponsel kuberdering. Kulihat di layar Fan Yin yang menghubungi. Lalu segera kujawab panggilan itu. ”Ya. Ada apa?” Tanyaku. ”Gege, Naomi dibawa polisi.” Jawab Fan Yin tergesa-gesa. ”Apa? Mengapa bisa dibawa polisi?” Aku kaget mendengar kabar itu. ”Tadi kami pergi keluar makan di restoran. Namun, disini kebetulan ada beberapa polisi yang
Selama di perjalanan pulang aku hanya diam saja. Otakku masih memikirkan kejadian tadi. Ciuman Zhou Tian selalu terngiang di benakku. Kuletakkan tanganku di pipiku terasa panas karena merasa malu pada Zhou Tian. "Akhh...! Aku bisa gila tenanglah Naomi!" Teriakku dalam hati. Kuperhatikan Zhou Tian tidak berbicara sepatah kata pun. Ia fokus menyetir mobilnya. Tapi ia terlihat canggung . Bahkan ia tidak menjelaskan mengapa ia menciumku tadi. Haruskah aku yang menanyakannya. Tidak! Dia pasti mengira aku terlalu percaya diri. Namun aku tidak bisa menahannya. Kuberanikan saja bertanya padanya. ”kau?” ”kau?” Kami berbicara bersamaan. ”kau duluan.” Kataku padanya. ”Tidak. Kau saja.” Balasnya. Aku mengalah. ”Baiklah. Bukankah kau berhutang penjelasan kepadaku?” Tudingku padanya. Dia sala