Share

Kode Prosa Aisha
Kode Prosa Aisha
Author: D. Ardhio Prantoko

Prolog

last update Last Updated: 2021-06-14 19:00:17

Dua jenis bunyi ketukan digital saling bersusulan sewaktu gelombang lengkungan-lengkungan garis bergerak  pada sebuah layar monitor. Dua bunyi yang paling jelas dalam ruangan di mana seorang perempuan terbaring di atas ranjang matras hitam. Ruangan itu tidak berbagi setiap unsur udaranya dengan perempuan yang mengenakan stelan piyama pasien, karena napasnya tersabung lewat masker oksigen. Kedua kelopak matanya membuka perlahan. Blur segera menghilang dari arah pandangannya, sehingga langit-langit dengan plafon putih dapat ia lihat jelas. 

Pandangannya mulai memindai ke kiri, mendapati peralatan dan teknologi medis seperti sedang mengucapkan “hallo!” padanya. Lalu bergeming ke kanan, mendapati sesesok postur pria sedang duduk di dekatnya.

"Good morning, Aisha!” sapa pria itu yang rambut pirangnya panjang diikat ke belakang. 

“Good moring, Nester! So now is morning? I am not getting up late,” jawab Aisha yang Nester dengar meski suaranya terhalang benda dari plastik tebal yang transparan. “Oh, this shit mask make my nose like an elephant’s trunk—Oh, masker sialan ini bikin hidungku seperti belalai gajah.” Menurunkan masker oksigen ke sebetas lehernya.

“Knowing reduce your remaining life—Sengaja mengurangi sisa umurmu?”

“Not a problem. What do you want, of course, from me—Apa yang kamu mau, tentunya, dariku?”

“Are you feeling well right now—Apa kamu merasa baikan saat ini?”

“I am not  feeling well every deal with you—Aku enggak pernah merasa baik setiap berurusan denganmu.”

Nester tersenyum tipis. “What I am so bad—Apa aku segitu jahat?”

“Just so cruel to me, always—Hanya kejam padaku, selalu.”

“So unfair. I care with your well, always—Sungguh tidak adil. Aku peduli dengan kesehatanmu, selalu.”

“Not my well. Everything is for your bussiness, whatever the way—Bukan kesehatanku. Segalanya tentang bisnismu, apa pun jalannya,” tersenyum ironis, “I am right—Aku benar, kan?”

Senyum Nester membalas dengam rasa yang sama.

“But I am still sleepy. Need a rest little longer. Without this trunk—Tapi aku masih ngantuk. Perlu istirahat lebih lama. Tanpa belalai ini.” Berbaring memunggungi Nester.

“I will try for you needs. But please let me beg you to finish your best recipe—Aku akan berusaha untuk semua keperluammu. Tapi bantu aku supaya kau menyelesaikan resep terbaikmu.”

“If not?”

“I dont decide. Several possibilities could happen—Aku tidak memutuskan. Beberapa kemungkinan bisa terjadi.”

“So let me guess—Biar aku tebak.” Aisha duduk dengan tetap melunjurkan kaki.

“But, I dont need to tell you what it is—Tapi, aku enggak perlu mengangatakannya padamu apa itu.” Menatap Nester dengan lekat.

“Your nose is bleeding—Hidungmu berdarah.” Tangan kanan Nester bergerak cepat mengeluarkan sapu tangan dari balik jasnya yang berwarna abu-abu. Mengelap darah itu yang turun sampai ke dagu Aisha, “I am sorry.”

“Thank you so much,” mengelap area bibir dengan tangan kirinya, “If you really really really want taking over my best work. I wrote it down and gave it to my Indonesian friend. The Harlen Caffe owner. Batam.—Kalau kamu benar benar benar ingin mengambil alih karya terbaikku. Aku pernah menuliskannya dan memberikan itu kepada teman Indonesiaku. Pemilik Harlen Caffe. Batam.”

Sejenak Nester terdiam, merenungkan sekilas. “Why?”

“Let me know how worthy you get it besides him—Aku ingin tahu seberapa pantas kau mendapatkannya selain dia.”

Nester mendapatkan makna senyum Aisha, menantang, membanggakan seseorang, optimis, cukup sampai itu saja.

Balasan yang tersampaikan lewat sepasang bibir maskulin itu tidak kalah positif dan terang dari Aisha.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kode Prosa Aisha   Chater 13: Menjemput Lila

    “Kauwus Las bersama udang paling lunak menguasai samudera bintang dan kupu-kupu,” Filan membacakan kalimat.“Menurutku, sub tema berganti di paragraf ini,” sepaham Diksa.“Laut, ya? Apa ini punya konteks seafood?” tanya Recha.“Em, bener juga,” Diksa menyadari hal yang sama dengan Recha, “tadi sub tema api. Elemental yang udah kita catat punya sifat panas.”“Kalau gitu, Kauwus Las mungkin jenis ikan,” kata Filan.“Dan udang paling lunak. Ini kata yang sebenarnya atau metafor?” kata Recha.“Kalau kita sepakat di konteks seafood, kemungkinan besarnya itu leksikal,” kata Diksa.“Diksa, tolong cari bab seafood! Recha searching udang paling lunak!”Diksa dan Recha merespon sesuai perintah Filan.Filan mendengar suara dua takbir terlantun. Lalu mendengar lagi dengan lantunan lebih panjang.“Magrib. Kit

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 12: Meja Bundar

    “Udang windu,” Aris membacakan, “Penaeus monodon atau giant tiger prawn, Asian tiger shrimp, black tiger shrimp, adalah sebuah crustaces yang dibudidayakan secara luas untuk dikunsumsi. Di Indonesia, udang ini disebut udang pancet atau udang windu.”“Wait!” Filan menyela, “kamu nyebut kata tiger tiga kali.” Ia sama terkesimanya sebagaimana Recha dan Diksa.Recha segera beralih perhatian pada ponselnya. “Kak!” menunjukkan tampilan layarnya kepada Filan, “Harimau bersentaja jarum tombak.”Filan mengamati sebingkai gambar udang dengan corak bergaris belang. “Ya. Keterkaitannya cukup besar,” merasa yakin.“Apa tadi nama ilmiahnya?” tanya Diksa kepada Aris.“Penaeus Monodon.”Diksa menuliskan istilah itu. “Peeuon, ya?” gumamnya sambil mencermati apa yang barusan ditulisnya.Ia membuat garis di bawah beberapa huruf dalam ist

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 11: Kode Prosa Aisha

    Penghuni rumah bambu di hamparan rumput. Meski pun lunak dan lembut, atapnya senantiasa menopang sebundar benua. Benua yang terbentuk dari sabuk api, samudera, sungai-sungai, daratan, dan pegunungan es sebagai lingkaran dinding.Sabuk api dijaga oleh dua kubu pasukan harimau. Kubu Baloasra pengendali benteng dan kubu Peeuon bersentaja jarum tombak. Semua harimau memakai mahkota Traeum warna merah dan mereka memancarkan energi panas yang disebut Zhipy.Kauwus Las bersama udang paling lunak menguasai samudera bintang dan kupu-kupu.Para Thoge menyebar di tanah Toniourii yang banyak terdapat Oleupa. Anilbilo menjadi penguasa sungai Tateata dan sungai Chome yang menyebar di sepertiga tanah Toniourii.Sebagian tanah Toniourii adalah pegunungan merah yang dinamai Pentasncolta. Dari pegunungan merah mengalir sungai Rosa kecil. Di sana sebagian Thoge membaur dengan Mayota Grult dan Tronrvos.Benua itu ada dalam lingkar pegunungan es. Pegunungan e

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 10: Tiga Kartu As Filan

    Filan meletakkan sewadah kaca oval yang besar dinatas meja kayu persegi panjang. Asapnya yang mengembun tampak menempel pada tutupnya, sedangkan isinya nampak dari luar seperti sekumpul gumpalan kuning kecoklatan dengan tekstur keras. Recha menaruh bentuk wadah yang sama, ia sejajarkan dengan sewadah yang diletakkan Filan. Lalu membawa teko kaca yang berisi larutan warna hijau segar, mengandung parutan entah apa di antara banyaknya butiran biji hitam dan dadu-dadu putih. Isi teko yang sejenis dengan yang ada dalam empat gelas dalam nampan yang sama. Filan meletakkannya di samping dua wadah masakan.Recha meletakkan satu wadah melamin besar warna putih, lalu empat set piring di hadapan masing-masing dari empat kursi.Filan mendengar derap langkah kaki, ia menoleh ke sumber suara dari arah ruang depan.“Yo!” laki-laki berbadan atletis dan berkacamata mengangkan sebelah tangan berisyarat salam.“Aris?!” Filan seketika melihat seor

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 10: Tiga Kartu As Filan

    Filan meletakkan sewadah kaca oval yang besar dinatas meja kayu persegi panjang. Asapnya yang mengembun tampak menempel pada tutupnya, sedangkan isinya nampak dari luar seperti sekumpul gumpalan kuning kecoklatan dengan tekstur keras. Recha menaruh bentuk wadah yang sama, ia sejajarkan dengan sewadah yang diletakkan Filan. Lalu membawa teko kaca yang berisi larutan warna hijau segar, mengandung parutan entah apa di antara banyaknya butiran biji hitam dan dadu-dadu putih. Isi teko yang sejenis dengan yang ada dalam empat gelas dalam nampan yang sama. Filan meletakkannya di samping dua wadah masakan.Recha meletakkan satu wadah melamin besar warna putih, lalu empat set piring di hadapan masing-masing dari empat kursi.Filan mendengar derap langkah kaki, ia menoleh ke sumber suara dari arah ruang depan.“Yo!” laki-laki berbadan atletis dan berkacamata mengangkan sebelah tangan berisyarat salam.“Aris?!” Filan seketika melihat seor

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 9: Recha Harlen

    Recha menatap tembus ke luar jendela kaca fiber, kepada gumpalan putih yang dilalui konstruksi sayap kaku abu-abu, kepada birunya laut ... dan hijaunya daratan yang menurut anggapannya berkontur lebih tinggi daripada jajaran gedung-gedung diantarai jalanan aspal. Sebuah nada befrekuensi halus ia dengar, diikuti suara wanita yang menjelaskan posisi penerbangan juga arahan untuk memasang sabuk pengaman. Recha mengikuti sesuai arahan itu. Kembali melihat ke luar jendela, menyadari pesawat sedang menukik diagonal ke kanan sekaligus bawah.Perhatiannya menjadi terpusat kepada satu bukit hijau, di mana ada jajaran huruf waran putih yang—tentu saja sangat besar—bisa dibacanya “WELLCOME TO BATAM”.Filan berjalan di suatu trotoar sempit, melalui jajaran mobil berparkir, poni rambut undercut-nya bergoyang diterpa angin, bagian bawah jaket levisnya hampir terbang dari balik punggung. Ia memilih jalur penyeberangan yang selurus dengan tengah halaman banguna

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status