Share

Kode Prosa Aisha
Kode Prosa Aisha
Penulis: D. Ardhio Prantoko

Prolog

Dua jenis bunyi ketukan digital saling bersusulan sewaktu gelombang lengkungan-lengkungan garis bergerak  pada sebuah layar monitor. Dua bunyi yang paling jelas dalam ruangan di mana seorang perempuan terbaring di atas ranjang matras hitam. Ruangan itu tidak berbagi setiap unsur udaranya dengan perempuan yang mengenakan stelan piyama pasien, karena napasnya tersabung lewat masker oksigen. Kedua kelopak matanya membuka perlahan. Blur segera menghilang dari arah pandangannya, sehingga langit-langit dengan plafon putih dapat ia lihat jelas. 

Pandangannya mulai memindai ke kiri, mendapati peralatan dan teknologi medis seperti sedang mengucapkan “hallo!” padanya. Lalu bergeming ke kanan, mendapati sesesok postur pria sedang duduk di dekatnya.

"Good morning, Aisha!” sapa pria itu yang rambut pirangnya panjang diikat ke belakang. 

“Good moring, Nester! So now is morning? I am not getting up late,” jawab Aisha yang Nester dengar meski suaranya terhalang benda dari plastik tebal yang transparan. “Oh, this shit mask make my nose like an elephant’s trunk—Oh, masker sialan ini bikin hidungku seperti belalai gajah.” Menurunkan masker oksigen ke sebetas lehernya.

“Knowing reduce your remaining life—Sengaja mengurangi sisa umurmu?”

“Not a problem. What do you want, of course, from me—Apa yang kamu mau, tentunya, dariku?”

“Are you feeling well right now—Apa kamu merasa baikan saat ini?”

“I am not  feeling well every deal with you—Aku enggak pernah merasa baik setiap berurusan denganmu.”

Nester tersenyum tipis. “What I am so bad—Apa aku segitu jahat?”

“Just so cruel to me, always—Hanya kejam padaku, selalu.”

“So unfair. I care with your well, always—Sungguh tidak adil. Aku peduli dengan kesehatanmu, selalu.”

“Not my well. Everything is for your bussiness, whatever the way—Bukan kesehatanku. Segalanya tentang bisnismu, apa pun jalannya,” tersenyum ironis, “I am right—Aku benar, kan?”

Senyum Nester membalas dengam rasa yang sama.

“But I am still sleepy. Need a rest little longer. Without this trunk—Tapi aku masih ngantuk. Perlu istirahat lebih lama. Tanpa belalai ini.” Berbaring memunggungi Nester.

“I will try for you needs. But please let me beg you to finish your best recipe—Aku akan berusaha untuk semua keperluammu. Tapi bantu aku supaya kau menyelesaikan resep terbaikmu.”

“If not?”

“I dont decide. Several possibilities could happen—Aku tidak memutuskan. Beberapa kemungkinan bisa terjadi.”

“So let me guess—Biar aku tebak.” Aisha duduk dengan tetap melunjurkan kaki.

“But, I dont need to tell you what it is—Tapi, aku enggak perlu mengangatakannya padamu apa itu.” Menatap Nester dengan lekat.

“Your nose is bleeding—Hidungmu berdarah.” Tangan kanan Nester bergerak cepat mengeluarkan sapu tangan dari balik jasnya yang berwarna abu-abu. Mengelap darah itu yang turun sampai ke dagu Aisha, “I am sorry.”

“Thank you so much,” mengelap area bibir dengan tangan kirinya, “If you really really really want taking over my best work. I wrote it down and gave it to my Indonesian friend. The Harlen Caffe owner. Batam.—Kalau kamu benar benar benar ingin mengambil alih karya terbaikku. Aku pernah menuliskannya dan memberikan itu kepada teman Indonesiaku. Pemilik Harlen Caffe. Batam.”

Sejenak Nester terdiam, merenungkan sekilas. “Why?”

“Let me know how worthy you get it besides him—Aku ingin tahu seberapa pantas kau mendapatkannya selain dia.”

Nester mendapatkan makna senyum Aisha, menantang, membanggakan seseorang, optimis, cukup sampai itu saja.

Balasan yang tersampaikan lewat sepasang bibir maskulin itu tidak kalah positif dan terang dari Aisha.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status