Share

Kisah Mak Idah

Author: Faiqa Eiliyah
last update Last Updated: 2021-04-22 21:38:24

"Orang tua adalah ladang pahala bagi anak-anaknya, betapa rugi orang-orang yang orang tuanya masih lengkap. Namun, tak mendapatkan apa-apa untuk bekalnya di esok dari mereka.

Faiqa Eiliyah


Seperti biasa, setiap habis nganterin Ayub ke TK. Karina pulang buat beres-beres rumah, masak buat makan siang dan nyuci pakaian. Nanti pukul sepuluh dia sudah harus jemput Ayub lagi. Jika terlambat dia bisa manyun sampai seminggu. (Mamanya banget kalau sudah ngambek.) 


Jadi sebisa mungkin Karina harus tiba di sana sebelum putranya pulang atau tiba di sana tak lama setelah dia keluar kelas.


Karina kembali duduk di depan kantin Mak Idah. Menatap wanita tua yang seharusnya sudah rehat di rumah bermain dan bersantai bersama cucu-cucunya itu, tapi masih sibuk bergelut dengan rutinitas demi mencari beberapa lembar rupiah.


Ya, beberapa lembar rupiah, raja dari segala kebutuhan di Dunia. Kadang Karina menatapnya dengan iba, ketika dia masih harus mencuci piring kotor bekas wadah kecap anak-anak yang sudah makan bakwan dan singkong goreng. Membersihkan meja dan halaman kantinnya dari plastik-plastik pembungkus snack dan permen yang selalu bertebaran setiap bocah-bocah TK usai dengan pelajaran mereka.


Seperti hari ini, Mak Idah sudah berbenah karena jam pulang sudah hampir tiba, meski belum sepenuhnya ia bungkus. Karena biasanya saat anak-anak TK pulang pun, masih ada saja yang mampir untuk membeli ini itu. Mungkin takut uangnya mubassir, kalau uang jajannya tak habis. He ... he ....


"Nungguin putranya lagi ya, Nak?" tanyanya mengagetkan Karina.


"Iya, Mak," jawabnya sambil mengulas senyum padanya.


"Capek banget pasti ya, Mak, harus kerja di usia Mak yang sudah setua ini?" tanyanya antara bertanya dan prihatin.


"Mau bagimana lagi, Nak. Dulu Mak sudah banting tulang menyekolahkan anak Mak satu-satunya. Hingga ia jadi seorang yang ber-uang sekarang. Punya rumah dan mobil mewah di Ibu Kota. Hidup bahagia bersama anak-anak dan istrinya, tapi tidak pernah sekali pun ingat akan keadaanku yang sudah jadi janda sedari dia masih kuliah." kenangnya pedih, ia mengusap kasar air matanya. Ada selaksa kecewa yang mengendap di balik tatapannya yang sudah mulai layu.


'Tega sekali anak, Mak Idah ini!' rutuk Karina dalam hati.


"Kenapa Mak, enggak meminta untuk tinggal bersama mereka saja?" saran Karina.


"Mak, sudah pernah mengutarakannya, tapi dia bilang 'Nggak mungkin Mak, aku bawa Mak juga tinggal bersama kami! Ibunya Nilam saja sudah bikin kami repot, apa lagi jika ditambah dengan kehadiran Mak!' " tutur Mak Idah sesekali terisak.


Karina beranjak dari tempat duduk, menghampiri dan memeluk tubuh ringkih itu. Di saat dirinya kadang menangis mengharapkan andai Mamanya masih hidup di Dunia ini dan dia masih punya kesempatan berbakti padanya. Namun, di lain sisi ada seorang anak, yang bahkan tak perduli dengan wanita yang sudah mengandung, melahirkan, dan membesarkannya.


Karina bisa merasakan kepedihan yang dirasakan oleh Mak Idah. Ketika kita begitu mencintai seseorang dan menumpukan semua harapan kita padanya. Namun, di kemudian hari, ternyata orang itu sama sekali tak seperti apa yang kita harapkan. Karina melepaskan Mak Idah dari pelukannya.


"Mak Idah yang sabar, ya, Allah tidak akan membiarkan Mak Idah sendiri di Dunia ini. Semoga anak dan menantu Mak Idah, segera mendapatkan hidayah dari Allah, ya, Mak!" Karina mencoba menguatkan Mak Idah, menularkan energi positif untuk beliau. Dengan harapan agar beliau tetap optimis menjalani hidup ke depannya. Mak Idah mengangguk dengan seulas senyum yang nyaris gagal di sudut bibirnya.


Hingga gemuruh suara anak-anak yang berlarian keluar dari kelasnya, menggema di seluruh penjuru bangunan TK. Karina melihat Ayub yang berlari dengan senyum lebar menampilkan barisan gigi-gigi kecilnya yang putih dan bersih.


"Ibu, Ayub mau lollypop yang bisa nyala!" pintanya begitu sampai di hadapan ibunya. Membuat Karina bingung, bagaimana rupa lollypop yang bisa menyala itu?


"Lollypop yang bisa nyala?" Karina mengulang kalimatnya barusan, "memang ada ya, Mak, lollypop yang bisa menyala?" tanyanya pada Mak Idah, penuh rasa ingin tahu.


"Ini, Nak, bukan lollypopnya yang bisa nyala, tapi pegangannya," ucapnya menerangkan, memperlihatkan lollypop yang di maksud oleh si kecil Ayub.


"Ough, yang ini!" seru Karina membolak-balik lollypop itu, mengamatinya secara intens. Seolah itu adalah sesuatu yang sangat langka.


"Ini harganya berapaan, Mak?"


"Seribu perak dua, Nak," terang Mak Idah.

"Ough, iya saya ambil empat ya, Mak!" pinta Karina.


Mak Idah memberikan empat buah lollypop, setelah Karina memberinya dua lembar uang ribuan.


"Ya, sudah Mak, kami pulang dulu!" pamit Karina meraih tangan kecil putranya dan berjalan dengan bergandeng tangan. Melewati gerbang sekolah, lalu berjalan ke arah selatan.


Melewati penjual siomay yang selalu mangkal di depan TK, tiap jam delapan sampai jam setengah sebelas siang. Karena agak siangan nanti, beliau akan lanjut berjualan ke arah utara. Beberapa kilo meter dari sini, ada Sekolah Menengah Umum.


Karina tau itu, karena dia pernah beberapa kali membeli siomay di situ. Rasanya sangat enak, apalagi bumbu kacangnya, kayak ada aroma-aroma jerut purut dan kencurnya. Setiap kali membeli siomay, Karina selalu banyak tanya, biar Mangnya tidak merasa grogi dilihatin meracik siomay.


"Siomay, Nak Ayub!" tawarnya.


"Enggak, Mang, Ayub lagi makan permen!" jawab si kecil dengan lugas.

                     ***


Karina duduk sambil bermain HP, setelah salat Zuhur dan makan siang bersama Ayub tadi. Sementara Ayub sudah tertidur, saat tengah asyik menonton serial kartun.

Karina membuka-buka beranda sosmednya. Tampak Raka yang mengupload foto dirinya, dengan berlatar suasana dalam restoran. Dia tersenyum manis menatap ke kamera. Penampilannya terlihat sangat berkelas, wajah serta gaya rambutnya semakin mempesona. Mungkin karena tuntutan propesinya sekarang sebagai pengusaha muda.


Karina menatapnya lekat, ada rindu yang hadir membuncah di dalam dadanya, apa lagi karena belakangan ini. Mereka jarang telponan, alasannya karena dia sibuk. Ketika malam pun masih sibuk memeriksa pemasukan hari itu dan uang modal yang akan diputar kembali besoknya. Memisahkan gaji karyawan dan yang lain-lainnya.


Ketika dia sudah selesai, itu sudah tengah malam, dia butuh istirahat dan tidur agar bisa cepat-cepat bangun esok hari buat mulai bekerja lagi.


'Kamu tunggu transferan saja, enggak usah banyak protes, ya. Kakak sangat sibuk ini!' begitulah ucapannya setiap kali Karina mengeluh karena masih ingin bicara padanya melepas rindu.


Karina hanya bisa bersabar, setidaknya ia bisa bersyukur. Karena aku tidak jadi penghalang suaminya untuk berbakti pada Orang tuanya. Meskipun pada akhirnya, hatinya yang harus merana. Kadang Karina harus kembali mengingat Mak Idah' yang harus sendirian di usia senjanya, pasti rasanya sangat sukar.


"Ya, Allah, berilah hidayah-Mu untuk anak dan menantu Mak Idah'. Aamiin ...." bisiknya sambil menengadahkan tangan ke atas.


Karina kembali menatap layar HP, menatap wajah tampan suaminya di sana. Dia mengetikkan komentar di foto itu.


[Makin ganteng saja, Rindu!] lalu beranjak ke belakang. Berayun-ayun tak jelas karena hati tengah dirundung jelaga, tak kuat menepis rindu.


Setetes air mata jatuh di pipinya, dia hanya merasa sedikit bingung. Bagaimana mungkin sosok yang dulu begitu mencintai dan tak pernah mau jauh darinya. Kini seolah begitu jauh ... bukan hanya raga, tapi jiwanya juga terasa semakin jauh.


'Betapa rindu ini setiap saat menabuh genderang perang di dalam sana ... tapi engkau tak kunjung berlabuh, basahi bumiku yang semakin gersang karena kemarau yang telah lama melanda ....' lirih batinnya.


Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Konspirasi Cinta Pertama   Kembali Pada Cinta Yang Halal

    Karina duduk di sisi taman menerawang jauh ke masa lalu, masa di mana ketika dia masih berjuang. Bergelut dengan kehidupan, mencari makna dan kemana arah langkah yang akan ditempuh.Tak jauh dari tempatnya duduk, Raka dan Ayub terus berlari memperebutkan bola ke sana ke mari seolah tak pernah lelah. Mereka tertawa lepas, seolah duka tak pernah singgah pada raut wajah itu.Wajah-wajah yang pernah disinggahi rindu yang sangat menyiksa. Mata yang pernah dibanjiri oleh air mata kekecewaan dan penyesalan. Itulah hidup, sejatinya tak ada yang mudah. Semua butuh pengorbanan, perjuangan, dan kesabaran.Tak ada seorang pun manusia yang dilahirkan, bisa memilih jalan dan akhir dari hidupnya sendiri. Karena takdir selalu melenggang mengikuti kehendak SANG Pencipta. Sedang manusia hanya bisa berusaha semampu, sebisa mereka. Karena pinish-nya tetap urusan Allah.Karina pernah begitu mencintai Adnan. Pernah

  • Konspirasi Cinta Pertama   Badai Akhirnya Usai

    Raka dan Ayub tengah tertidur dengan saling memeluk satu sama lain. Mereka begitu damai dalam lelap mereka. Seulas senyum merekah di sudut bibir Karina menatap kedua prianya.'Makasih Tuhan, telah membuka mataku untuk dapat melihat semua kebenarannya sebelum terlambat. Jika tidak, mungkin aku akan jadi manusia yang paling menyesal karena telah salah menilai Kak Raka.' bisik hati Karina. Dia menutup mata merafal syukur pada Sang Pemilik segala dalam hati.Ponsel-nyq berdering, tepat saat akan merebahkan tubuh di samping sang suami. Dia membatalkan niat untuk tidur dan segera beranjak menjauh dari kedua orang yang tengah terlelap itu. Takut suaranya akan mengganggu atau bahkan bisa membangunkan mereka.Dengan perlahan membuka pintu kamar, lalu menutupnya kembali begitu sudah berada di luar. Melangkah menuju halaman belakang dan menjawab panggilan yang sudah berdering dari tadi.Karina menjawab panggila

  • Konspirasi Cinta Pertama   Kembali Menata Hati

    Adnan yang saat itu kebetulan keluar rumah mematung takkala mendapati sosok Karina dari kejauhan. Wanita itu tengah berjalan santai bersama suami dan putranya yang tampan. Mereka perlahan menjauh meninggalkan pekarangan rumah.Sudut bibir Adnan tersungging saat mengingat reaksi kedua Suami-Istri itu, saat tadi dia menggoda mereka tentang Furqon. Adnan begitu menikmati sekelebat kecemburuan yang berkilat di mata Raka setiap kali dia dengan sengaja menggoda Karina."Karin, aku mengikhlaskan kau bahagia dengannya. Bukan karena di hatiku tak ada lagi cintamu, tapi karena aku ingin kau bahagia. Cukup sudah derita kau pikul, cukup beban duka menghimpitmu. Kini saatnya kau tersenyum dan bahagia," bisiknya.Adnan menutup pintu, kembali ke dalam. Semua barang-barang yang akan dia bawa besok, sudah terkemas rapi dalam ransel besar berwarna hitam yang tergeletak di sudut ruangan. Raka terlentang dengan tatapan kosong menerawang jau

  • Konspirasi Cinta Pertama   Nafas Cinta

    Setelah salat Isya, Karina dan Raka kembali ke ayunan di taman belakang, tempat favorit mereka sejak pertama kali mereka berdua menempati rumah itu. Mengulang kembali setiap detik indah yang sempat terenggut paksa oleh jarak dan situasi.Berkali-kali Raka mendekap erat Karina dengan penuh cinta, melepaskan semua kerinduan yang selama ini mengendap di dasar jiwanya. Sama seperti Karina yang tak bisa lepas lagi. Mereka kembali menikmati kebersamaan yang indah di atas ayunan yang menjadi sejarah indah awal mula cinta antara mereka tumbuh.Karina tak lagi segan membiarkan Raka tenggelam dalam kisah Karina tentang Surabaya dan semua yang dia alami di sana. Beberapa kali kilatan amarah terlihat di mata Raka ketika Karina sampai pada kisah tentang Nathan.Karina sangat lega. Lewat sudah duka yang selama ini memayungi rumah tangga mereka. Kini saatnya membuka lembaran baru, menata kembali semua yang sempat terserak di anta

  • Konspirasi Cinta Pertama   Ketegangan Raka Dan Adnan

    Air mata menetes satu persatu luruh menindih ketegaran seorang Karina yang memang berhati selembut kapas, dia menatap Adnan yang juga mulai berkaca. Pria itu pasti sangat menyesal ... telah menyakiti Nayra selama ini meski mungkin tanpa menyadarinya."Aku akan ke Surabaya menyusul Nayra, dia pasti terpuruk sendiri di rumah sebesar itu. Ibu baru saja meninggal dan aku satu-satunya orang yang seharusnya menguatkan, justru menjadi manusia yang paling menyakiti," ucap Adnan penuh penyesalan."Kau tidak salah, Ad. Bukankah selama ini kau tidak tahu dengan perasaan Nayra yang sebenarnya?" ucap Karina berusaha menguatkan Adnan, tak ingin melihat pria itu rapuh di saat-saat seperti ini."Aku telah jadi teman berbagi kepahitan dengannya, tapi aku bahkan tak bisa peka untuk menyadari. Kepahitan yang justru aku sendirilah penyebab dari itu semua." Adnan mulai meracau menyalahkan diri sendiri."Ad, kapan kau aka

  • Konspirasi Cinta Pertama   Konspirasi Nayra

    Sudah sebulan lebih sepasang suami istri itu dilanda perang dingin. Mereka hanya bicara satu sama lain ketika ada Ayub di tengah-tengah mereka atau saat ada orang luar yang datang bertamu.Seperti saat ini, mereka hanya diam dalam sekat ruang yang sama. Karina dengan novel tebal di tangan dan Raka dengan game di Hp-nya. Mereka laksana sepasang merpati terbang rendah yang tak saling menyapa.Suara ketukan dari arah pintu membuat Karina dan Raka yang tengah duduk berjauhan di ruang tamu seketika kompak menatap ke arah yang sama. Karina bangkit membuka pintu, untuk sejenak dia mencoba berdiskusi dengan akal sehatnya. Melihat Adnan berdiri mematung di ambang pintu membuat otak Karina bleng."Adnan, ka, kau ...?" tanya Karina dengan separuh nyawa yang tak lagi menetap.Wanita yang kini tengah mengenakan hijab hijau lemon itu panik bukan main, dia bisa mati berdiri kalau kedua pria ini bertemu. Raka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status