Dipecat kantor dan ditinggal kabur oleh kakaknya yang menggelapkan dana, Ayla nyaris kehilangan segalanya. Sampai Arka Mahendra, CEO dingin yang dirugikan, datang menawarkan jalan keluar: "Saya bisa bantu kamu dan kamu bantu saya. Saya bisa bantu dengan ini. Kontrak. Bukan cinta. Hanya status."
View MoreRumah kecil Ayla di pinggiran kota tampak tenang seperti biasa ketika Ayla sampai. Namun tidak dengan hari ini. Ayla memejamkan mata sejenak. Napasnya panjang dan berat. Ini bukan cuma soal kehilangan pekerjaan. Gaji bulan ini bahkan belum cukup untuk menutup semua cicilan dan kebutuhan rumah. Belum lagi utang koperasi ibunya. Belum lagi… Andra kakaknya yang entah di mana sejak dua bulan lalu.
Ibu Ayla- Marni, duduk di ruang tamu sambil memandangi setumpuk kertas di meja lembaran tagihan. “Bu…,” Ayla melepas sepatu dan meletakkan tasnya pelan. “Aku… dikeluarkan, Bu.” Kata-kata itu seperti menjatuhkan palu di ruang tamu mereka. Wajah Bu Marni langsung pucat. “Dikeluarkan? Maksudnya… kamu dipecat?” Ayla mengangguk. Ia tidak sanggup menjelaskan lebih banyak. Yang bisa ia lakukan hanyalah duduk di samping ibunya dan menatap kertas-kertas di meja. Ada tagihan listrik, air, BPJS, dan selembar surat peringatan dari koperasi pinjaman. “PHK massal. Efisiensi biaya, kata mereka. Aku termasuk yang kena.” Bu Marni menggenggam tangan Ayla, mencoba tegar, tapi tangan itu dingin. Ponselnya berdering pelan di rumahnya yang dingin akan hening. Pesan masuk dari nomor tak dikenal. Yth. Ayla Ramadhani Kami dari Kantor Hukum Dirgantara Group. Kami ingin menghubungi pihak keluarga Andra Ramadhan terkait gugatan hukum. Mohon segera membalas pesan ini. Ayla membeku. Tangannya bergetar. Jantungnya berdetak cepat. Bukan pekerjaan baru justru gugatan? Ayla tahu Andra memang kadang sembrono, tapi setahu dia, kakaknya cuma staf biasa di kantor yang tidak pernah disebutkan perusahaannya. Sudah dua bulan kakaknya menghilang tak ada kabar. Dan ini? Tidak mungkin sampai dituntut, kan? Dengan tangan yang masih gemetar, Ayla akhirnya mengirim pesan balasan. Tak sampai lima menit, ponselnya langsung berdering. “Ayla Ramadhani?” suara di ujung sana terdengar tegas dan profesional. “Iya, saya sendiri. Ini siapa ya?” “Saya Rani dari tim legal Dirgantara Group. Kami sudah mencoba menghubungi Andra Ramadhan, tapi tidak bisa dihubungi. Karena itu, kami mencoba menghubungi pihak keluarga.” Ayla menelan ludah. “Maaf, sebenarnya ada apa ya?” “Saudara Andra terlibat kasus penggelapan dana operasional perusahaan. Total nilai kerugian mencapai lebih dari dua miliar rupiah.” Ayla nyaris menjatuhkan ponselnya. “Apa?!” “Perusahaan akan menempuh jalur hukum. Tapi saat ini kami memberi kesempatan untuk mediasi terlebih dahulu, apabila keluarga bersedia hadir dan menjelaskan keberadaan Saudara Andra.” “Maaf, tapi saya… saya bahkan tidak tahu dia di mana sekarang,” suara Ayla nyaris putus. “Baik. Jika begitu, kami sarankan Ibu segera hadir ke kantor kami, minimal untuk memberikan klarifikasi posisi keluarga. Jika tidak, kami akan ajukan surat panggilan resmi ke alamat rumah dalam 3 x 24 jam.” Klik. Telepon ditutup begitu saja, meninggalkan Ayla yang terduduk lemas di atas kasur, wajahnya pucat pasi. “Bu… Andra… digugat.” Kalimat itu keluar lirih saat Ayla turun ke ruang makan dan menyampaikan isi telepon pagi tadi. Bu Marni mematung, sendok yang dipegangnya jatuh. “Katanya dia menggelapkan dana perusahaan… dua miliar, Bu.” Bu Marni menutup mulutnya dengan tangan. “Ya Allah… anak itu…” “Besok aku harus kesana bu. Mereka minta klarifikasi, kalau enggak, mereka bakal kirim surat resmi ke rumah.” Bu Marni hanya termangu dengan rintikan tangis di wajahnya yang belum kering.-
Gedung Dirgantara Group menjulang tinggi di tengah kawasan bisnis Jakarta. Dari luar, tampak kokoh dan modern. Bangunan ini terasa seperti benteng dan dirinya. Ayla diterima oleh seorang asisten legal, lalu dipersilakan menunggu di ruang meeting kecil yang dingin dan formal. Tak lama, seorang pria masuk. Tinggi, tegap, mengenakan jas abu gelap dan kemeja hitam yang tampak sangat pas di tubuh atletisnya. Tatapan matanya dingin. Tatapannya seperti bisa membekukan udara. “Ayla Ramadhani?” tanyanya, tanpa basa-basi. Ayla berdiri, ragu. “Iya, saya.” “Saya Arka Dirgantara.” Ah. CEO Dirgantara Group. Orang yang namanya pernah disebut Andra saat ia bangga-banggakan tempat kerjanya. Dan sekarang… pria itulah yang akan menggugat kakaknya. “Saudara Andra tidak bisa dihubungi,” kata Arka tajam. “Dan berdasarkan penyelidikan internal, kami punya bukti kuat bahwa dia menyelewengkan dana dalam proyek cabang Surabaya. Kami ingin tahu, Anda tahu di mana dia sekarang?” Ayla menjawab pelan, “Saya tidak tahu, Pak. Dia sudah dua bulan menghilang.” Arka menatap mereka dalam. “Kalau begitu, izinkan saya bersikap jujur. Kami tidak percaya begitu saja. Dalam banyak kasus, keluarga sering kali menjadi tempat persembunyian terbaik.” “Tapi saya dan ibu saya benar-benar tidak tahu, Pak,” Ayla bersikeras, perasaan tertekan membuat suaranya bergetar. “Kalau begitu,” Arka berdiri, menyodorkan satu dokumen, “Kami akan memulai proses gugatan hukum hari Senin. Jika Andra tidak muncul dalam 10 hari, akan kami laporkan ke kepolisian dengan pasal pidana. Saya berharap kamu tidak ikut terseret.”Ia berdeham kecil sesaat Ayla termangu.
“Saya bisa bantu kamu dan kamu bantu saya,” lanjutnya berdeham. Ia mengambil secarik kertas dari meja terdekatnya.
Kertas yang Ayla lihat kini bagai sesuatu yang sudah direncanakan. Sudah ada namanya dan pria di hadapannya. “Saya bisa bantu dengan ini. Kontrak. Bukan cinta. Hanya status.” "Apa yang kamu dapat dari semua ini?" tanyanya sesaat Arka masih diam. Pria itu hanya mengangkat alis. “Saya butuh warisan,” Ayla masih membeku menatap nanar kertas itu. “Saya yang menjamin gugatan kakakmu saya tarik,” kata Arka dingin membuat ia mendongak. Arka menyertakan kertas kosong. “Tulis keinginanmu kalau setuju,” Menyelipkan rambut ke dahan telinganya, Ayla mengambil pulpen dan mulai menulis dengan gemetar.Lambat seraya memikirkan.
1. Pernikahan ini hanya formal di mata hukum, tidak akan melibatkan hubungan fisik apa pun kecuali atas persetujuan kedua belah pihak.
2. Kami akan tinggal serumah, tapi di kamar terpisah. 3. Tidak ada campur tangan dalam kehidupan pribadi masing-masing di luar kesepakatan publik. 4. Pernikahan ini bersifat rahasia, hanya diketahui oleh orang-orang terdekat Anda. 5. Kontrak berlaku selama 1 tahun. Setelah itu, masing-masing bebas menentukan langkah. 6. Jika salah satu pihak melanggar, maka kompensasi akan dibahas ulang. 7. Tidak ada klaim atas harta, warisan, atau bisnis kecuali yang disepakati dalam kontrak hukum. Arka melirik sesekali saat satu per satu Ayla menuliskan tulisannya. “Fair enough. Baik.” Mereka saling pandang sejenak diam. Arka mengulurkan tangannya. “Mari bekerja sama dengan baik, Ayla.”Gedung Grand Seraya Ballroom berdiri megah di tengah pusat kota, seluruh fasadnya disinari lampu-lampu putih keemasan yang membuatnya tampak seperti istana dari cerita lama. Malam itu, parkirannya dipenuhi mobil-mobil mewah, dan karpet merah terbentang dari pintu masuk sampai lobi utama.Ayla berdiri di depan cermin apartemen, mengenakan gaun navy pilihan Oma Ratna. Rambutnya disanggul rapi, hanya beberapa helai dibiarkan jatuh lembut di sisi wajah. Riasannya tipis, elegan. Stylist yang dikirim Arka bekerja cepat dan profesional tapi tak ada yang bisa menenangkan gemuruh di dadanya.Ia menarik napas dalam-dalam, lalu keluar dari kamar.Arka sudah menunggunya di ruang tengah. Pria itu mengenakan setelan jas hitam dengan dasi berwarna senada dengan gaun Ayla. Saat melihat Ayla berjalan pelan ke arahnya, langkahnya terhenti.Mata mereka bertemu."Kamu… cocok banget sama warna itu," ucap Arka, singkat tapi tulus.Ayla tersenyum kecil
Pagi itu, suasana di Dirgantara Group terlihat seperti biasa. Tapi di lantai 15, beberapa staf terlihat bergerak lebih cepat dari biasanya, membisikkan sesuatu sambil saling menunjukkan layar ponsel mereka. Ayla, yang baru saja turun dari lift, langsung menyadari perbedaan itu.Langkahnya terhenti sejenak saat melihat Cynthia berbicara dengan dua staf dari divisi lain wajah mereka serius, suara mereka tertahan. Begitu melihat Ayla mendekat, mereka langsung diam dan berpura-pura sibuk.Ayla tidak bereaksi. Ia melanjutkan langkahnya menuju ruang kerjanya. Namun sebelum sempat masuk, Cynthia memanggilnya."Ayla, Pak Arka minta kamu ke ruangannya sekarang."Nada suaranya seperti biasa, datar dan formal. Tapi mata Cynthia menatap dengan sorot berbeda lebih tajam dari biasanya.Ayla mengangguk pelan dan menuju ruang CEO. Saat ia membuka pintu, Arka sudah berdiri di depan layar besar yang menampilkan tangkapan layar dari beberapa situs berita da
Keesokan harinya, kantor Dirgantara Corp lebih ramai dari biasanya. Ruang rapat dipenuhi agenda, dan lantai eksekutif dipenuhi lalu lalang staf senior. Suasana tegang tak terhindarkan, terutama setelah berita mengenai latar belakang Ayla beredar dan menjadi bahan gosip di berbagai kalangan internal.Namun, Ayla tetap datang tepat waktu. Mengenakan setelan sederhana berwarna abu lembut dan membawa map berisi pembaruan dokumen merger. Tatapannya lurus, langkahnya mantap, meski hatinya tetap waspada.Di meja pantry, beberapa staf hanya melirik lalu pura-pura sibuk. Tidak ada yang menyapa. Tidak ada yang terang-terangan mencibir. Tapi keheningan itu sudah cukup tajam untuk membuat napas terasa berat.Ayla memilih fokus. Ia masuk ke ruangannya dan langsung bekerja.Tak lama berselang, Cynthia masuk tanpa mengetuk. Wajahnya serius.“Ada rapat mendadak dengan PT Lathansa jam sebelas. Di ruang video conference lantai atas. Pak Arka minta kamu iku
Pagi itu, Ayla berjalan memasuki kantor dengan kepala tegak, meski langkahnya terasa berat. Sejak berita tentang masa lalu kakaknya tersebar, tatapan orang-orang di sekitarnya berubah. Tak ada lagi bisik-bisik mereka terang-terangan, tapi atmosfer itu terasa seperti kabut tipis yang menyelimuti setiap sudut ruangan. Dingin. Sunyi. Menghakimi.Namun ia tak berpaling. Ia datang bukan untuk mencari pengakuan, tapi untuk membuktikan bahwa ia masih bisa berdiri.Ketika lift terbuka di lantai tujuh, beberapa staf yang sedang menunggu langsung berpura-pura sibuk dengan ponsel mereka. Ayla menahan napas, menyapa mereka dengan senyum tipis yang tak mendapat balasan.Di ruang kerjanya, ia langsung tenggelam dalam tumpukan dokumen merger yang semakin kompleks. Arka belum tampak sejak pagi. Biasanya pria itu akan menyempatkan muncul untuk menanyakan laporan atau sekadar memberi arahan. Tapi hari ini, tidak ada kabar.Saat waktu menunjukkan pukul 10.15, sebuah
Pagi itu langit Jakarta mendung, seolah mencerminkan isi hati Ayla yang berat. Sudah dua hari sejak pemberitaan itu mencuat, dan meski kantor terlihat seperti biasa, Ayla tahu ombak tidak selalu datang dengan suara besar. Kadang hanya lewat tatapan dan gumaman halus yang memotong seperti pisau. Saat Ayla menyalakan komputer, notifikasi email masuk beruntun. Salah satunya dari tim PR internal. Kepada: Ayla Ramadhani Kami mendapat pertanyaan dari mitra kerja PT Lathansa terkait pemberitaan yang beredar. Kami akan segera mengatur klarifikasi tertulis. Mohon kerja samanya untuk tetap tenang dan tidak membuat pernyataan ke media tanpa seizin tim PR. Ayla membaca ulang pesan itu, lalu menarik napas panjang. Bukan karena isi emailnya tapi karena ia tahu, ini baru awal. Berita itu mulai menyentuh luar tembok kantor. Dan sekali nama seseorang dikaitkan dengan skandal, stempel itu sulit terhapus. Pukul 10.00 pagi, Cynthia datang menghampirinya di ruang kerja bersama. “Kamu dipanggil Pak A
Pagi itu kantor seperti sarang lebah. Semua terlihat sibuk, tapi jelas bukan karena pekerjaan saja. Ada kegelisahan samar yang beredar di udara bisik-bisik yang ditahan, pandangan yang terlalu cepat dialihkan saat Ayla lewat.Ayla melangkah masuk ke lantai 7, mengenakan kemeja putih sederhana dan celana bahan hitam. Wajahnya tenang, tapi kedua tangannya mengepal di balik tas.Ia tahu hari ini akan berat.Begitu sampai di ruangannya, ia langsung menyalakan laptop dan menatap layar kosong. Tapi fokusnya sulit dikumpulkan. Beberapa menit kemudian, suara langkah tergesa menghampiri.“Ayla.” Cynthia muncul di ambang pintu, kali ini dengan wajah serius, bukan sinis seperti biasanya. “Pak Arka mau bicara sekarang. Di ruangannya.”Ayla berdiri. Napasnya dalam. Jantungnya berdetak lebih cepat saat menapaki lift menuju lantai 20, ruangan CEO. Ia belum tahu akan dihadapkan pada strategi... atau keputusan.Begitu pintu lift terbuka, Arka sud
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments