Share

Misteri kucing anggora putih

Sudah seminggu sejak Ayub sembuh, membuat semangat Karina untuk hidup, kembali. Jika kemarin-kemarin dia sempat gamang di setiap langkah, hari ini tidak lagi. Dia sudah menemukan tujuan, bertahan untuk Putranya. Apa pun yang akan terjadi nantinya, biarlah itu menjadi rahasia mutlak milik Sang Pengatur skenario hidup ini.


Karina melangkah dengan mantap, meniti hari-hari tanpa sang belahan jiwa di sisinya. Bukankah hidup yang bermakna adalah hidup yang banyak memberi manfaat untuk orang lain? Karina pernah membaca quotes itu di suatu tempat, tapi ia lupa di mana tepatnya.


Sejak saat itu Karina mulai giat belajar masalah Agama. Ilmu Agama ternyata seperti setetes embun yang berhasil menyejukkan hatinya. Dia menjalani hari-harinya yang kadang begitu dipenuhi oleh jejak-jejak rindu.


Jarang Karina memposting masalah pribadi atau foto-foto, cuma sesekali kalau ada sesuatu dari ulah Ayub yang membuatnya gemas. Karina akan mengabadikannya, lalu menyimpannya di akun sosmednya. Sebagai jembatan penghubung, jika suatu saat nanti Ayub sudah dewasa dan dia rindu untuk melihat wajah kecilnya yang sekarang.


"Ibu, Ayub mau HP!" teriak Ayub dari dalam kamar, sepertinya ia sudah bangun dari tidur siangnya.


"Ya, Sayang, ibu datang!" jawabnya, meski masih asyik melihat postingan-postingan berbau dakwah yang menenangkan qalbu.


Karina menyusul ke kamar, mengintip dari celah pintu yang sedikit terbuka. Tampak Ayub lagi bermain dengan kucing anggora berwarna putih bersih yang sangat cantik, menggelitik rasa penasaran yang terpahat jelas di wajahnya.


"Sayang, itu kucing siapa?" tanyanya membuka pintu lebar, sembari melangkah mendekati si buah hati.


Ayub menengadah sembari menggeleng, lalu kembali mengelus-elus bulu kucing yang sangat cantik dan menggemaskan itu. Bulunya lebat dengan warna putih bersih dan berkilauan, membuatnya tanpa sadar ikut membelai juga.


Karina melupakan niat awalnya masuk ke kamar, ikut terpesona melihat kecantikan kucing anggora yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ini yang pertama kalinya mereka bertemu kucing anggora ini di dunia nyata, cantiknya Masya Allah!


Pantas Ayub tak protes ketika ia lama membawakan HP, ternyata dia melihat kucing ini masuk melalui jendela kamar yang terbuka lebar.


"HP-nya Ibu, mana?"


"Eh, iya, ibu sampai lupa. Tunggu sebentar, ya?" Karina segera berbalik, sambil bergegas menuju meja tampatnya menaruh HP.


"Neh," Karina menyodorkan HP pada putranya, masih dengan tatapan yang tak lepas dari kucing anggora itu.


"Foto, Ma!" pintanya sambil bergaya memeluk kucing itu. Karina menepuk kepala pelan, merasa kalah kreatif sama bocah yang baru mau berusia lima tahun ini.


"Ough, iya, ya, Kok ibu nggak kepikiran, ya," gumamnya, lalu mulai menangkap foto Ayub dalam berbagai fose. Tentunya bersama si Anggora yang manis itu.


Setelah dia puas berfoto, Karina duduk di dekat putranya dan berbisik, "Sayang, kucing ini bukan punya Ayub, kan?" tanyanya yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Ayub, "Jadi kalau pemiliknya datang dan mau mengambil kucingnya. Ayub nggak boleh nahan, ya," lanjut Karina sambil menunggu reaksi putranya.


"Ibu lucu deh, Ayub bukan pencuri, kok, Bu. Ayub tahu kucing ini bukan punya Ayub!" jawabnya dengan mulut polosnya, membuat Karina gemas dan mencubit pipi putranya. Mencium bocah itu penuh kasih sayang.


"Kalau dia yang datang sendiri main ke sini, jangan diusir ya. Nanti Ibu berdosa!" pesannya kemudian yang membuat Karina menjatuhkan badan dan menariknya dalam pelukan.


"Anaknya siapa seh, neh? Pintar banget!" serunya semakin gemas.


"Ibu, lepas! Ayub mau main sama putih sebelum dia pulang!" protesnya.


"Nggak jadi main HP, neh?" Pancing Karina yang dijawab dengan gelengan kepala oleh si Bocah.


Karina berjalan keluar kamar, menuju teras depan. Membuka-buka aplikasi biru. Mulai melihat-lihat postingan-postingan dakwah yang tiba-tiba menjadi sebuah embun penyejuk di jiwanya yang kini gersang tanpa sang kekasih halalnya.


"Catty! catty!" teriak seorang wanita muda yang tiba-tiba melintas di depan rumah membuyarkan Karina dari keasyikannya berselancar di dunia maya.


Seorang wanita muda yang bertubuh mini, sepertinya lebih pendek dari Karina yang 155 cm, badannya juga lebih mungil. beda dengan Karina yang sedikit gempal dengan berat badan 56 kg.


"Singgah!" sapa Karina basa-basi, saat wanita itu menoleh menatap ke arahnya.


"Iya, Mbak, ini loh, kucing anggoraku ilang. Bingung aku, mau carinya ke mana lagi?" ucapnya dengan logat Jawa yang kental.


"Kucing anggoranya warna putih?" tebak Karina.


"Iya, Mbak" jawabnya dengan pandangan yang masih kelayapan kemana-mana, "Eh, kok Mbak tau warna bulu kucingku, to?" tanyanya curiga.


Tawa Karinq pecah mendengar pertanyaanya barusan, belum lagi dialog dan kepolosannya, dia sangat menyenangkan dan unik. Namun, sepertinya dia orang baru di sini. Melihat dari logat dan cara bicaranya, jelas dia bukan penduduk asli Kota Daeng.


"Kucingnya ada dalam rumah, Mbak!" jawab Karina kemudian, "silahkan masuk, pagarnya nggak dikunci kok!" tawarnya.


"Wah, kok cattynya bisa main jauh-jauh, ya?" tanyanya meddok khas orang Jawa.


Karina hanya tersenyum dan mengajaknya masuk, dia tampak risih. Mengulurkan tangan mengajak kenalan.


"Namaku Nayra Maulida Ahmad, tapi panggil Nayra saja. Mbak, namanya siapa?" tanyanya dengan senyum yang unik.


"Aku Karina," jawabnya, "Mari masuk, kucingnya nyasar dalam kamar," terang Karina.


"Hah, kok bisa langsung ke kamar?" tanyanya masih dengan logat Jawanya.


"Ya, bisalah Mbak, dia manjat lewat jendela!" Karina terkekeh geli.


Sambil melangkah masuk yang diikuti oleh wanita asing bernama Nayra itu. Karina membuka pintu kamar, melihat Ayub yang masih seru bicara sama kucingnya yang tiba-tiba terhenti karena pandangannya spontan langsung mengarah ke tempat di mana Karina dan wanita asing itu berdiri.


"Oalah, ini bocahnya toh, Mbak. Duh Gusti kasep tenan!" pujinya, membuat Ayub menoleh menatap waspada.


"Catty, sini pulang!" panggil wanita bernama Nayra itu pada kucingnya, yang membuat si kucing langsung menghampiri si empunya. Mengelilinginya dan menggesekkan badan ke kaki pemiliknya.


"Dasar kucing nakal kamu, main jauh-jauh. Bikin aku repot saja!" ucap Nayra pada kucingnya, sementara Karina sibuk memperhatikan reaksi Ayub.


Bocah itu turun dari tempat tidur dan berjalan ke arah Karina, memegang tangannya dengan tatapan tak pernah lekat dari kucing anggora milik Nayra.


"Hai, ganteng! Nama kamu siapa?" tanya Nayra menyapa Ayub dengan ramah.


"Namaku Ayub, apa kucing itu punya Tante?" tanyanya tanpa sedikit pun terdengar nada ragu atau gugup di suaranya.


"Iya, ini kucing Suami Tante, tapi orangnya lagi kerja sekarang, biasanya pulang seminggu sekali, Sayang," ucap Nayra sambil memeluk serta mengelus kucing yang sudah ada dalam gendongannya.


"Kucingnya boleh main sama Ayub lagi, ya?" tanyanya pada Nayra, Karina menarik tipis sudut bibirnya ke atas menahan geli.


"Tentu boleh dong, Sayang. Rumah Tante di lorong samping rumahmu ini, dua rumah dari sini." terang Nayra.


Nayra berjalan keluar diikuti Karina dan putranya.


"Makasih, ya, aku pikir tadi catty sudah hilang beneran." ucapnya lagi, setelah sampai di teras rumah.


"Aku belum nyuguhin minum loh, Nay," ucap Karina, membuat Nayra menoleh, tersenyum lebar.

"Mbak Karina ini ada-ada aja, lain kali aku pasti ke sini lagi kok, Mbak. Di rumah aku kesepian nggak ada temannya, lagian ada seseorang yang akan selalu menantikan catty datang berkunjung," ucapnya dengan bola mata melirik pada Ayub, disertai senyum yang menggantung manja di bibir tipisnya.


Tawa Karina meledak bersamaan dengannya. Ayub masih sibuk mengajak main catty meski kucing itu sudah ada dalam gendongan Nayra.


"Ya, sudah. Ayub, cattynya Tante bawa pulang dulu, ya? Besok-besok baru ke sini lagi. Kalau Ayub mau main sama catty, Ayub boleh ke rumah tante. Rumah yang catnya warna ungu sama putih!" terang Nayra panjang lebar yang dijawab anggukan kepala oleh Ayub.


"Mari, Mbak Karin, Ganteng!" pamitnya berjalan menuju gerbang.


Menolehke arah Karina sambil mengangkat satu kaki kucingnya seolah dada-dada ke mereka. Ayub membalasnya dengan dada-dada juga, sementara Karina hanya tersenyum simpul.


"Ayub anak hebat, ibu bangga!" puji Karina pada putra kecilnya. Begitu mereka sudah dalam ruang keluarga, duduk manis di depan TV yang sudah menampilkan film kartun tom and jerry.


"Ayub nggak ngapa-ngapain, kok, Bu," ucapnya seperti bingung.


"Kadang kalau anak lain, dia bakal nangis-nangis tadi, minta kucingnya nggak di bawa pulang sama Tantenya," bisik Karina dengan kedua tangan melingkar di tubuh mungilnya.


"Kan kucingnya, bukan punya Ayub, Bu," jawabnya dengan ekspresi bingung di wajahnya.


Karina mempererat peluknya, sembari ikut menonton adegan tom and jerry yang selalu sukses bikin anak-anak terpingkal ini. Beberapa menit kemudian, Ayub sudah larut dalam keseruannya menonton.


"Ayub, ibu Salat Azar dulu, ya!" izin Karina yang dijawab dengan anggukan kecil putranya.


Usai Salat dan berdoa, Karina duduk membatu di tempat. Menatap ke arah depan, di mana biasanya Raka duduk. Biasanya setelah berdoa seperti ini, Karina akan mencium tangan Raka dan sebaliknya Raka mencium keningnya. Sekarang Karina hanya bisa mencium kesunyian di dalam jiwanya.


Dengan berat, Karina berdiri, merapikan mukena dan sajadah ke sudut tempat tidur.


 "Ya, Allah, di mana pun suamiku sekarang, tetapkanlah ia di jalan-Mu, jauhkan dari segala kesusahan dan kesukaran. Jaga hati dan cintanya hanya untuk kami berdua, Aamiin!" rafal Karina dengan bibir bergetar dan mata mulai berair.


"Kak Raka, ini sudah dua bulan, sejauh apa pun aku mencoba berlari darimu, tetap saja bayangmu menghalau langkahku. Aku rindu ...!" pekiknya menjatuhkan diri ke tempat tidur, meremas bantal di sana seolah menyalurkan semua kegundahan di hatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status