Share

Terjebak di antara dua cinta

"Selingkuh itu nikmat dan menyenangkan. Ia menjanjikan seribu kenikmatan dan kesenangan, tapi menyiapkan penyesalan dan penderitaan yang tak berkesudahan."

Faiqa Eiliyah

Raka tak bisa tidur, kalimat demi kalimat pahit yang keluar dari bibir istrinya. Seperti peluru yang dibidikkan dan meledak tepat di kepalanya. Dia sudah lupa daratan, hanya karena desah manja dan pesona seorang wanita baru yang ditemuinya beberapa bulan lalu secara tidak sengaja di restoran mereka.

Namanya Gadis, mata yang bulat dengan iris berwarna coklat terang. Bibir tipisnya yang menggoda mata setiap pria yang memandang. Ditambah hidung bangir dan kulit putihnya yang selicin porselen. Tentang tubuhnya, dia laksana model dengan tinggi semampai dan body yang aduhai.

Lelaki mana yang tak akan meneguk saliva ketika Gadis sekedar lewat di hadapannya. Dia terlalu sempurna, seolah diciptakan bukan dari tanah, tapi dari sekumpulan batu mulia yang amat indah.

Raka meringis memegang kepalanya, dia baru saja mengecewakan gadis cantik itu. Padahal mereka sudah berada di Club' malam tadinya. Karena ponsel yang tertinggal, dia kembali dan meninggalkan Gadis di sana sendiri.

Raka sama sekali tak pernah menyangka sebelumnya, kalau dia akan mendengar sindiran keras dari istrinya. Membuatnya merasa tertampar karena telah mengkhianati wanita yang pernah dicintainya sepenuh hati dan jiwa. Bahkan sampai detik ini. Meskipun cinta itu kini nyaris terbagi dan memang sudah terbagi.

Kehadiran Gadis memang mampu membuatnya sejenak lupa, tapi tidak mampu membuat cinta itu hilang dari hatinya. Bagaimanapun juga, Karina adalah wanita pilihannya. Ibu dari Ayub, putra semata wayangnya.

Raka kembali mengingat bagaimana suara merdu Gadis meneriakinya, 'Bajingan kamu Raka, bagaimana mungkin aku bisa pulang dari tempat seperti ini seorang diri!?'

Dia bahkan tak sempat mengucapkan kata maaf, Gadis sudah memutus sambungan mereka secara sepihak. Hal sama yang dilakukan istrinya beberapa jam kemudian, saat ia mencoba menenangkan kecurigaan Karina dan membujuknya.

Raka seolah berdiri di dua sisi tebing yang dalam. Sementara dia merasa sudah tak bisa melepaskan salah satu di antara dua wanita itu. Keduanya memiliki tempat serta porsi rasa yang sama.

Karina, dia wanita yang lembut. Meski sedikit pecemburu. Tingginya standar, wajah bulat dengan pipi chubby. Kulitnya kuning langsat, tapi nyaman untuk disentuh. Bibir merah muda serta hidung yang mungil. Matanya bulat sempurna dengan iris hitam pekat, serta alis lebat yang membingkai kelopak matanya dengan sempurna.

Dia adalah sosok wanita periang, sangat periang. Hingga orang-orang yang mengenalinya akan men-cap dirinya sebagai pemantik semangat. Sayang, sepertinya Raka sudah memadamkan keriangan itu dari sosok seorang Karina.

Dia telah membuat ibu dari anaknya itu nelangsa karena perubahan sikap yang tak disadarinya. Sementara wanita adalah makhluk yang paling peka di dunia, dia tahu dan hapal betul dengan kebiasaan serta hal sekecil apa pun dari pasangannya. Itu yang kini tengah terjadi ... Karina seperti memiliki indra keenam yang bisa menerawang semua tindak-tanduknya.

                           ***

Pagi ini Raka bangun dengan wajah yang tidak bersemangat. Kurang tidur membuat wajahnya terlihat agak sedikit kusut. Rani yang tengah menyiapkan makanan untuknya, sesekali melirik kesal ke arahnya. Di rumah tersisa mereka bertiga, Albaithar anak Rani tengah asyik bermain di karpet. Papa dan Mama mereka sudah berangkat lebih awal ke restoran, tadi pagi.

"Kamu melapor apa sama Karina?" tanyanya penuh introgasi pada adiknya.

"Untuk apa aku melapor, Kak? Toh, kalau Kakak memang sudah tidak mencintai Kak Karina, dia bisa apa?" sindir Rani dengan suara bergetar.

Rani sangat menyayangi kakak iparnya itu, tapi dia bisa apa. Kakaknya sudah terlanjur terperosok dalam, ke lubang perangkap wanita lain. Setitik air matanya jatuh, saat dia membayangkan betapa sakit dan terlukanya Karina. Jika suatu saat nanti dia tahu kebenaran dari suaminya saat ini.

"Siapa yang tak mencintainya, hah? Jangan asal bicara kamu! Jangan belajar kurang ajar sama kakak!" bentak Raka, membuat derai air mata Rani semakin menganak sungai.

"Kalau Kakak masih mencintai Kak Karina, Kakak nggak akan pernah mengkhianati cinta dan kepercayaannya, Kak!" balasnya dengan suara melengking terbawa emosi.

"Sejak kapan kamu berani membantah, hah!?" Raka mengepal kedua tangan dan menggebrak meja makan dengan cukup keras.

Albaitar yang asyik bermain tak jauh dari mereka, ikut terkejut dan langsung menangis. Rani yang melihat itu, menatap mata Raka dengan tatapan berapi-api seolah menyatakan perang pada kakak yang selama ini begitu dicintai dan dihormatinya itu.

"Berdoalah, Kak. Semoga kau tidak akan kehilangan semuanya dan semoga kau tak akan terkurung dalam jeruji penyesalan sepanjang sisa usiamu." Mata dan lidah Rani yang sinkron penuh amarah, membuat Raka bergidik ngeri. Membayangkan serapah yang baru saja terlontar dari bibir Rani.

Sementara Rani sudah menghilang dari ruangan itu bersama putranya. Raka meraih gelas yang masih penuh berisi air, menggenggamnya erat sebelum kemudian membuatnya hancur tak berbentuk. Ketika gelas itu menabrak dinding dengan sangat keras, akibat dilempar penuh emosi oleh Raka.

Rani membawa Albaithar ke kamarnya, menenangkan dan menyusuinya. Hingga tangisnya reda dan kembali menatap wajah ibunya dengan mata berbinar. Tangan kecilnya menggapai-gapai menyentuh mata, hidung, dan bibir Rani. Sementara Rani yang merasa terganggu dengan hal itu, sebisa mungkin menangkap tangan kecil itu lalu menggenggamnya erat.

Interaksi antara ibu dan anak itu berhenti, takkala suara deru mobil milik Raka menghilang di pekarangan. Rani melepaskan Albaithar dan mengintip di balik tirai kamarnya yang memang terletak di depan. Dia menatap mobil kakaknya hingga hilang dari netranya.

"Kembalilah, Kak. Jadilah seorang kakak, suami, dan ayah yang luar biasa seperti dirimu yang dulu!" Lirihnya sambil sekali lagi meneteskan air mata.

                                    ***

Raka memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, memasuki area restoran mereka. Keluar dari mobil dengan dandanan perlente yang sanggup membuat wanita-wanita penggila pria tampan berdasi, meronta-ronta minta didekati. Raka memasang kacamata hitamnya dan masuk ke restoran dengan langkah mantap.

Beberapa karyawan yang berpapasan dengannya, langsung menundukkan kepala dan menyapanya dengan begitu sopan. Raka hanya menaikkan tangan dan berlalu. Masuk ke ruangannya dan mulai mengerjakan semua tugas-tugas yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Meski dengan kepala yang masih sedikit berat.

Pekerjaannya belum rampung. Saat akhirnya dia memutuskan untuk menelpon Karina, menanyakan kabar jagoan kecil mereka. Sayangnya HP istrinya tidak aktif dari semalam. Dia menghempaskan HP-nya ke meja, lalu bersandar dengan kasar ke kursinya.

Menyugar rambutnya dengan frustasi, mendongak menatap plafon seolah mencari jalan keluar dari masalahnya di atas sana. Seharusnya dia tak pernah bertemu dengan Gadis dan jatuh cinta padanya. 

Semuanya sudah terjadi, ibarat nasi yang sudah jadi bubur. Dia menggebrak meja sekali lagi, berteriak sekuat tenaga seolah meluapkan segenap kekesalannya.

"Arrrrggggghhhh ...!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status