Share

Konspirasi
Konspirasi
Penulis: Penikmat lelah

1.Diana

Namanya Diana. Sejak kecil tinggal bersama nenek dan keluarga paman dari pihak ibu di kota Samarinda.

awal mula nya kehidupan mereka  berjalan dengan baik bahkan  berkecukupan,  tapi kehidupan damai hanya berjalan dalam waktu singkat.  Herman di tipu oleh sahabatnya sendiri yang mengakibatkan perusahaan tambang miliknya bangkrut bahkan sampai dililit banyak hutang.

Setelah itu hampir setiap hari para rentenir datang kerumah secara bergantian untuk menagih hutang.

Karena sudah merasa frustasi dan malu sama tetangga bahkan sempat dikucilkan, Herman terpaksa menjual rumah dan tanah yang masih tersisa untuk melunasi semua hutang. kemudian Herman membawa semua keluarganya pindah ke kota bandung dan tinggal di sebuah rumah kecil bekas peninggalan ibu kandung diana.

Rumah ini sangat sederhana dan tua. Terdiri dari dua lantai. Di lantai pertama, ada dua kamar dan tiga ruangan. Ruangan pertama adalah ruang tamu, ruang kedua dapur dan ruang terakhir hanyalah ruangan kosong yang kini sudah diisi dengan perabot dan beberapa mesin jahit. Beralih kelantai dua, disana hanya ada satu kamar dengan lantai dan bilik yang terbuat dari kayu. Tempat dimana Mariam dan Diana tidur bersama.

Kehidupan mulai berubah menjadi pelik. Layaknya roda yang berputar. Herman yang mulanya seorang pengusaha sukses, sekarang hanya bekerja sebagai buruh kuli bangunan untuk membiayai kebutuhan sehari hari. beruntung sekali, Herman telah menikahi Dewi . Walaupun usianya jauh lebih muda , Dewi masih setia dan mau menutupi kekurangan Herman. bahkan dewi mengambil pekerjaan sebagai penjahit rumahan.

Menurut Diana, Dewi adalah tipe bibi dan Ibu tiri yang otoriter. Sebelum herman bangkrut, Dewi selalu melatih fisik Diana dan Mariam. Dia menganjurkan Diana dan Mariam untuk melakukan maraton setiap pagi dan mendaftarkan mereka dalam berbagai kelas bela diri. Itu melelahkan, Diana merasa kekurangan waktu bermain dan menyalahkan semuanya pada Dewi.

Kini Diana sudah menginjak usia sembilan belas tahun, tiga tahun lebih muda dari Mariam. Baru saja merayakan kelulusan sekolah dengan meraih peringkat pertama.

Malam Ini adalah hari hari terakhir di bulan Mei. Tidak ada lagi ujian yang mendebarkan dan melelahkan untuk hari esok. Diana berharap bisa melanjutkan pendidikannya di bidang desain mode, tapi melihat kondisi keuangan Herman yang tidak memungkinkan, harapan Diana menjadi layu dengan sendirinya.

Diana tidur terlentang sambil memeluk sebuah buku gambar di atas perut, bola matanya tidak bergerak dari langit langit kamar yang mengerikan. Diana sedang mengembalakan pikiran dalam suatu masa, dimana dia berhasil menjadi seorang desainer terbaik dunia. Betapa menyenangkannya melihat karya sendiri diminati banyak orang, di puji dan di beri penghargaan. Diana cukup bahagia memikirkannya.

Beberapa menit kemudian, Diana kembali tersadar. Bayangan mimpinya mulai pudar dan menjadi langit langit Kamar yang mengerikan lagi.

Bintik bintik hitam menyebar di tiga lubang bekas air hujan. Seperti semut hitam kecil. Lubang itu membuat diana bergidig tiap kali terbayang sosok monster atau tikus yang bisa saja muncul dari sana.

Kala musim hujan tiba, Diana harus meletakkan baskom atau ember di atas kasur untuk menampung air dari lubang itu agar tidak membasahi kasur.

Merepotkan sekali bukan punya langit langit kamar seperti itu ?

Brugh...

Suara tendangan keras pada pintu kamar, membuat Diana terlonjak dari kasur dan lemari tua berwarna coklat yang menyender ke dinding turut bergetar. Diana melihat Sosok Dewi tengah berdiri di ambang pintu. "Yaampun bibi , ngagetin aja.". Diana mengusap dada dengan kesal .

"Berikan gelangmu padaku." Dewi menadahkan tangan sambil melotot.

Diana mengerutkan kening. Apakah tidak salah? " ini pemberian orang tuaku bi." Diana segera menyembunyikan pergelangan tangannya di balik pinggang dan melotot dengan sinis.

Plak..

Dewi menampar Diana, meninggalkan bekas kemerahan disana. "Berani kamu" Dewi menggigit bibir. telunjuknya dengan tegas mengarah tepat di depan mata Diana.

Dewi paling tidak suka di tatap sinis, darahnya mendidih. Tanpa aba aba dewi mulai bergerak menarik paksa pergelangan tangan Diana untuk merebut gelang itu tapi Diana juga melakukan perlawanan sampai tangannya tercakar dan buku gambarnya jatuh. Sekilas Dewi melihat sebuah desain gaun yang sangat indah .

"Bi aku mohon. Ini cuma gelang perak, aku janji setelah aku kerja, aku akan memberikan bibi gelang emas. Aku janji bi . Aku mohon." ujar Diana penuh harap, matanya yang jernih mulai digenangi air.

mendengar tawaran itu, dewi mulai berpikir sejenak. kemudian Cengkeraman tangannya mulai melemah. " Kapan kamu kerja." Dewi menatap diana penuh selidik

Diana menunduk, membuat bulir air mata hangatnya jatuh,

"besok diana kerja. " Jawab Diana pelan.

Dewi mengalihkan pandangan nya, kemudian menarik nafas dan melepaskan Diana"yaudah aku pegang janji mu, sebagai gantinya berikan padaku jatah bulanan yang di berikan herman" Dewi kembali menadahkan tangan.

Perlahan lahan Diana merogoh saku, dan memberikan sebagian isinya kepada dewi "sini sini. Lama bener." Dewi buru buru merebut uang itu sambil tersenyum licik dan menyimpannya kedalam saku daster.

"Cepat tidur, ini sudah malem, o yah gambarnya bagus. " Dewi mengatakan kalimat terakhir itu dengan tulus.

'fuck, dasar bajang betina' Diana mengumpat dalam hati. Entah sejak kapan Diana harus kesulitan jajan karena uang yang diberikan Herman selalu di palak istrinya sendiri. 'sabar ... Sabar... ' Diana bergumam lirih untuk menenangkan hati sambil mengelap air matanya yang masih menetes.

melihat gelang yang selalu melekat di pergelangan tangannya, Diana kembali merindukan sosok kedua orang tua yang seharusnya dimilikinya juga seperti anak anak yang lain. Gelang itu sudah ada sejak Diana kecil, tapi ajaibnya ukuran gelang bertambah seiring bertambahnya ukuran tangan diana.

keberadaan gelang ini bagi Diana terasa seperti anugrah yang tidak berhenti, terlebih lagi Diana tidak mempunyai kenangan sedikitpun tentang orang tuanya . hanya ada foto keluarga yang bisa dinikmati. diana membuatkan bingkai indah untuk kenangan yang telah hilang itu dan menggantungnya diatas dinding kamar. Walaupun keberadaan mereka hanya dalam cerita, Diana masih memiliki rindu yang datang di setiap malam atau kapan saja angin membawanya melalui kehangatan keluarga yang dimiliki orang lain.

Malam semakin larut. Diana hanya bisa mendengar suara mesin jahit dari ruangan paling belakang di lantai bawah. Suara itu tidak bisa menghalangi diana untuk memejamkan mata.

Brugh...

pintu kembali di buka dengan kasar. Diana sudah terlelap tapi terpaksa bangun. Diana menoleh kearah pintu dengan mata yang masih lengket dan menyipit. Mariam mendekati ranjang yang di tiduri diana. Dia tampak kelelahan dengan lingkaran hitam disekitar matanya . Sanggul rambut sudah kusut. Mariam melempar tasnya ke sembarang tempat dan jatuh ke meja belajar Diana, membuat mereka berantakan. Bersamaan dengan itu, mariam menjatuhkan tubuh keatas kasur seolah tenaganya sudah terkuras habis dimakan waktu.

"Lembur ya " tanya diana hati hati. Mariam berdehem untuk mengiyakan. Bahkan mengatakan kata ya saja Mariam tidak bertenaga.

Melihat itu, Diana merasa iba"Aku buatin teh manis ya." Diana segera bangun dari tempat tidur dan hendak bergegas turun tapi Mariam segera menghentikan langkahnya

" Di, kamu punya rencana apa?" Tanya mariam sambil mengatur posisi duduk.

"Aku tahu, kamu pengen banget masuk kuliah. Tapi kamu tahu sendirikan keadaan bapak sama ibu tiri aku gimana, di tambah lagi mereka harus menanggung keadaan nenek yang menderita stroke. Aku harap kamu jangan memaksakan mereka!" lanjutnya

Deg

Diana menatap sepupu sekaligus sahabat nya dengan nanar. Entah apa yang salah, tapi hati Diana Merasa tidak enak . Diana berjalan mendekati Mariam sambil tersenyum, kemudian menyerang Mariam dengan mengacak ngacak rambutnya. Diana sudah tidak canggung lagi pada Mariam, bagaimana pun juga mereka telah tumbuh bersama.

"Tentu saja, aku tidak akan terus terusan membebani mereka. Lagian aku masih punya malu." Diana membalas pernyataan Mariam dengan santai. Seolah dia tidak papa.

Seperti biasa, jahilnya Diana akan kumat kapan saja. Ketika saatnya tiba Diana akan memencet hidung Mariam dengan gemas, karena hal itu bisa membuat mariam bersin bersin.

Meskipun sudah hapal tabiatnya, Mariam enggan menghindar dan hanya bisa melototi diana dengan galak setelah bersin. "Bisa enggak diem". Mariam membentak pada akhirnya, tapi Diana hanya terkekeh karena tidak ada yang harus ditakutinya dari mariam.

Mariam mengatur nafas lagi sebelum kembali berbicara dengan suara yang lebih rendah" di perusahaan tempat aku kerja sedang buka lowongan OB . Ya , walaupun gajihnya tidak besar, tapi menurutku sih lumayan, kamu juga bisa mendapat pengalaman dari sana. Aku denger denger, disana juga selalu diadakan penyeleksian orang orang berbakat di bidang desain. Orang yang beruntung akan ditawarkan beasiswa dan di rekrut menjadi desainer top di Perusahaan setelah menyelesaikan pendidikan nya dengan prestasi yang luar biasa. Siapa tahu kamu salah satu dari orang yang beruntung" Mariam berusaha meyakinkan.

Diana hanya bergeming mencerna setiap kata kata yang barusaja masuk ke telinganya . Seakan Diana telah ditunjukan jalan yang sangat lebar setelah tersesat sekian lama di jalan buntu.

"Ee.... Malah bengong ..jadi gimana mau enggak, aku punya koneksi yang bisa bikin kamu langsung kerja besok." Mariam berseru dengan semangat sampai melupakan rasa lelahnya.

"Mau." Diana lebih bersemangat dan melompat ke pelukan Mariam.

Dug dug dug

Dewi memukul tangga kayu dengan gagang sapu dari lantai bawah, artinya diana dan mariam tidak boleh berisik. Diana langsung menutup mulutnya rapat-rapat sambil cekikikan.

"fiks besok jadi yah... Sekarang pergi Sanah bikin teh manis" Mariam mendorong Diana dengan lembut

"Siap bos."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status