Share

15. Kamu Cantik

Author: Estaruby
last update Last Updated: 2025-05-11 22:10:42

Selama tiga hari berada di Zurich, Arina menjalani rangkaian kegiatan dengan penuh semangat dan dedikasi. Kesempatan-kesempatan hebat untuk dapat terlibat berdiskusi lebih lanjut dengan delegasi asing. Hari-hari dipenuhi dengan kunjungan ke kantor-kantor mitra, workshop strategis, hingga sesi networking yang berlangsung bahkan hingga malam.

Malam ketiga menjadi puncak dari seluruh agenda: pesta penggalangan dana eksklusif yang digelar di sebuah ballroom hotel mewah di tengah kota Zurich. Acara ini dihadiri para petinggi perusahaan multinasional, tokoh-tokoh keuangan Eropa, serta para klien strategis dari berbagai negara.

Askara dan Arina mendapatkan undangan untuk menghadiri giat tersebut tentunya. Mereka dipandang sebagai kawula muda dari Asia yang cukup menarik perhatian. Beberapa klien sebelumnya mengutarakan bahwa mereka cukup puas dengan berbagai inovasi dan cara kerja keduanya. Dengan cepat perusahaan Askara semakin menguatkan namanya di kancah bisnis eksklusif disana.

Tak tahu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   16. Sambutan Sarkas

    Sepasang netra yang biasanya tergolong cukup besar itu nampak sedikit menyipit. Arina beberapa kali mengedipkan matanya untuk mengembalikan kesadarannya yang hampir belum kembali sepenuhnya. Kepalanya masih cukup berat dan segala macam jet lag masih menjadi kawannya. Maklum, Arina benar-benar baru sampai rumah pukul empat pagi tadi. Sempat tidur dua jam sampai akhirnya harus bersiap untuk berangkat ke kampus."Kamu bisa istirahat lebih banyak. Pak Rektor masih memberikan dispensasi untuk hari ini," ujar Askara ketika pria itu mengantar Arina ke unitnya tadi pagi.Tapi Arina dengan tegas menggeleng, mengatakan bahwa dia sudah meninggalkan cukup banyak tanggung jawab dan tidak bisa untuk bolong mengajar lagi hari ini. Sejujurnya, ada sedikit penyesalan dalam dirinya. Mengingat sekarang dia masih lelah sekali dan hampir terlihat seperti tak punya gurat kehidupan jadinya. Langkah Arina terhenti sejenak di koridor fakultas saat beberapa rekan dosen menyapanya dengan senyum dan tatapan pe

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   15. Kamu Cantik

    Selama tiga hari berada di Zurich, Arina menjalani rangkaian kegiatan dengan penuh semangat dan dedikasi. Kesempatan-kesempatan hebat untuk dapat terlibat berdiskusi lebih lanjut dengan delegasi asing. Hari-hari dipenuhi dengan kunjungan ke kantor-kantor mitra, workshop strategis, hingga sesi networking yang berlangsung bahkan hingga malam.Malam ketiga menjadi puncak dari seluruh agenda: pesta penggalangan dana eksklusif yang digelar di sebuah ballroom hotel mewah di tengah kota Zurich. Acara ini dihadiri para petinggi perusahaan multinasional, tokoh-tokoh keuangan Eropa, serta para klien strategis dari berbagai negara.Askara dan Arina mendapatkan undangan untuk menghadiri giat tersebut tentunya. Mereka dipandang sebagai kawula muda dari Asia yang cukup menarik perhatian. Beberapa klien sebelumnya mengutarakan bahwa mereka cukup puas dengan berbagai inovasi dan cara kerja keduanya. Dengan cepat perusahaan Askara semakin menguatkan namanya di kancah bisnis eksklusif disana.Tak tahu

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   14. Denial

    Rona jingga tipis menyelinap di balik tirai jendela kamar hotel itu. Udara pagi yang sejuk menyapa, dan suara burung-burung kecil bersahutan dari kejauhan. Perlahan, Arina membuka matanya, membiarkan cahaya pagi menelusup ke dalam benaknya yang masih setengah sadar.Namun yang pertama kali terlintas bukanlah itinerary hari ini, melainkan suara Askara semalam. Seolah suara tersebut bersemayam semalaman dalam pikirnya dan membuat tidurnya menjadi benar-benar tidak nyenyak."Saya ingin mengenal kamu lebih jauh."Ucapan itu masih terngiang-ngiang dengan jelas, seolah baru saja diucapkan beberapa detik lalu. Arina menatap langit-langit sebentar, menghela napas pelan.“Mungkin dia cuma mabuk,” gumamnya pelan, mencoba meredam gejolak aneh yang menyelinap diam-diam di hatinya.Wajar saja, semalam mereka minum wine. Bisa saja, kan?Ia bangkit dari tempat tidur, menepis rasa gugup yang nyaris tak ia akui. Bagi Arina, logika adalah segalanya—dan kalimat Askara semalam tak seharusnya mengusik sep

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   13. Mengenal Kamu Lebih Jauh

    Langit Zurich malam itu bertabur lampu kota yang temaram, memantulkan sinarnya di permukaan danau yang tenang. Seusai pertemuan dengan klien yang berjalan mulus, Arina dan Askara memutuskan makan malam di restoran Italia tak jauh dari pusat kota. Obrolan mereka mengalir santai, tak lagi kaku seperti saat pertama kali bertemu. Ada tawa ringan di sela percakapan, dan tatapan saling mengamati ketika sesekali diam mengisi jeda.“Saya nggak nyangka Pak Askara bisa secair ini di luar urusan kerja,” ucap Arina sambil menyeruput wine-nya.Askara tersenyum kecil, menyandarkan punggung ke kursi. “Saya juga nggak nyangka kamu bisa seramah ini setelah pitching tadi. Ternyata kamu nggak seketat yang saya kira.”Arina tertawa, lalu menggeleng pelan. “Itu namanya profesional.”Bisa dibilang ini adalah makan malam bersama keduanya setelah malam itu di Indonesia. Suasana sudah cukup cair dan perbincangan benar-benar mengalir dengan alami. Arina meletakkan gelasnya, "Sebenarnya, saya sedikit penasaran

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   12. Pujian Halus Askara

    Mobil hitam berlogo perusahaan konsultan multinasional itu berhenti perlahan di depan sebuah gedung kaca modern di pusat kota Zurich. Bangunannya tinggi, elegan, dan nyaris tanpa cela. Dari kejauhan saja, Arina sudah bisa merasakan atmosfer profesional yang berbeda dari kantor-kantor yang pernah ia datangi sebelumnya.Hanya berselang tiga jam dari kedatangannya, Arina benar-benar langsung mulai bekerja. Dia sudah sempat berganti pakaian tadi. Askara bersama timnya juga sudah menjelaskan semua yang dia butuhkan, bahkan sejak keberangkatannya dari Indonesia kemarin. Materi telah Arina terima dan dia pelajari dengan sebaik mungkin. Waktu memang sangat sedikit, tapi Arina harap otaknya masih mengepul panas untuk masuk dalam percakapan-percakapan berat yang mungkin akan terjalin kedepannya.Begitu pintu mobil dibuka, udara Zurich kembali menyapa kulitnya. Askara melangkah lebih dulu, memberi kode halus pada Arina untuk mengikutinya. Di belakang mereka, tim lokal dan asisten Askara bergerak

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   11. Zona Baru

    Entah berapa lama tepatnya berada dalam perjalanan. Namun yang jelas, Arina tidak ingat berapa kali dia terbangun dari tidur hanya untuk memastikan bahwa dirinya masih berada di dalam pesawat. Sepertinya jelas panggilan terakhir, kali ini Arina ikut bangkit saat penumpang lainnya berjalan menuju pintu pesawat.Ia sendirian tanpa siapapun yang dia kenal. Kezia—sekretaris Askara rupanya tidak ikut dalam perjalanan. Dia hanya menemani Arina di lounge bandara sembari menjelaskan beberapa hal penting sampai akhirnya Arina harus berangkat. Langit Zurich pagi itu membiru pucat, seperti kanvas yang belum disentuh warna. Arina menarik napas panjang saat pintu kaca terminal otomatis terbuka, membiarkannya melangkah keluar dari bandara internasional yang begitu bersih dan rapi. Udara musim semi yang masih dingin menyambutnya, menusuk lembut kulitnya, tapi cukup menyegarkan untuk menyadarkan bahwa dia benar-benar berada di sini.Bersama koper yang dibantu seorang staf hotel dan map dokumen di p

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   10. Projek Dadakan

    Arina menarik koper hitamnya melewati pintu masuk terminal keberangkatan, jantungnya berdegup sedikit lebih cepat dari biasanya. Ia tak pernah menyangka bahwa keputusan impulsif semalam—yang keluar dari mulutnya begitu saja saat Askara mengajaknya bergabung dalam proyek manajemen strategis di luar negeri—akan dia setujui secepat ini. Bahkan, tanpa sempat bertanya ulang detailnya, ia hanya menjawab, “Oke, saya ikut.”Semudah itu.Arina tidak tahu setan mana yang merasukinya sampai dia bisa mengambil keputusan penting secepat itu. Tapi sepertinya, Arina menyadari dengan sangat bahwa kemampuan komunikasi Arkasa benar-benar berhasil membiusnya. Tak heran lelaki itu jadi konsultan muda terpandang.“Arina, untuk proyek Zurich. kami sedang menangani merger dua perusahaan besar di sektor teknologi dan logistik. Ini akan jadi transformasi manajemen skala internasional. Tim dari Asia butuh jembatan—dan kamu, kamu bisa jadi penghubung paling strategis yang bisa kita punya.”Arina mendengarkan As

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   9. Langkah Move On

    Pintu rumah tertutup pelan di belakang punggung Arina. Tak ada dentuman marah, hanya desahan napas panjang yang nyaris tak terdengar. Sepatu dilepas seadanya, tas disampirkan asal di sofa, lalu tubuhnya jatuh rebah di ranjang kamar yang selama ini jadi tempatnya mengobati lelah.Telinganya masih dipenuhi gema suara Nindy yang angkuh membicarakan pesta pernikahan impian, juga Jefan yang memanggilnya dengan sebutan sayang—seolah luka Arina tak pernah ada. Mereka berdiri berdampingan, menyusun rencana dengan pongah, seperti dua orang yang tak pernah mengkhianati atau menghancurkan hidup siapa pun.Tadi, dia tertawa sinis. Mengangkat dagu tinggi, melempar sindiran tajam, pura-pura tak peduli. Tapi di sini, saat hanya ada dia dan sepi, Arina tak bisa lagi membohongi dirinya sendiri.Air mata jatuh diam-diam, satu per satu, seperti kenangan yang tak mau pergi. Tetap saja, meskipun Jefan brengsek, tapi laki-laki itulah yang sempat menghiasi hatinya beberapa tahun terakhir—waktu yang sama se

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   8. Too Much Information

    Langkah Arina terhenti begitu saja. Baru saja ia menekan tombol pada remote mobilnya, dan lampu hazard si putih miliknya itu berkedip menyala, dua sosok yang tak asing—dan sebenarnya paling ia hindari sekaligus sempat ia cari—muncul tepat di hadapannya.Jefan dan Nindy.Dua manusia yang dulu sempat menjadi bagian dari hidupnya. Satu sebagai cinta yang ia perjuangkan bertahun-tahun. Satu lagi sebagai teman yang dulu ia anggap saudara. Dan kini? Mereka berdiri bergandengan tangan, dengan senyum menyebalkan yang menempel di wajah mereka seperti topeng murahan.“Arina,” sapa Nindy dengan nada dibuat-buat ramah. “Nggak nyangka kita ketemu di sini." Senyumnya dibuat terlalu lebar untuk terlihat tulus.Arina hanya melirik Nindy dengan raut yang sudah pasti muak. Ia melirik sebelahnya, lelaki yang tujuh tahun belakangan mengisi hatinya. Kini justru membuang muka sembari memasukkan tangan ke dalam kantong. Seolah dia benar-benar sudah tak ingin lagi bertemu atau bahkan menjelaskan apapun pad

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status