Share

9. Langkah Move On

Author: Estaruby
last update Last Updated: 2025-04-18 13:26:11

Pintu rumah tertutup pelan di belakang punggung Arina. Tak ada dentuman marah, hanya desahan napas panjang yang nyaris tak terdengar. Sepatu dilepas seadanya, tas disampirkan asal di sofa, lalu tubuhnya jatuh rebah di ranjang kamar yang selama ini jadi tempatnya mengobati lelah.

Telinganya masih dipenuhi gema suara Nindy yang angkuh membicarakan pesta pernikahan impian, juga Jefan yang memanggilnya dengan sebutan sayang—seolah luka Arina tak pernah ada. Mereka berdiri berdampingan, menyusun rencana dengan pongah, seperti dua orang yang tak pernah mengkhianati atau menghancurkan hidup siapa pun.

Tadi, dia tertawa  sinis. Mengangkat dagu tinggi, melempar sindiran tajam, pura-pura tak peduli. Tapi di sini, saat hanya ada dia dan sepi, Arina tak bisa lagi membohongi dirinya sendiri.

Air mata jatuh diam-diam, satu per satu, seperti kenangan yang tak mau pergi. Tetap saja, meskipun Jefan brengsek, tapi laki-laki itulah yang sempat menghiasi hatinya beberapa tahun terakhir—waktu yang sama sekali tidak sebentar. 

Kenangan-kenangan manis yang mengisi masa kuliahnya terputar kembali. Bagaimana Jefan dengan senyuman manisnya selalu menyapa Arina setiap mereka berpapasan, Jefan yang selalu mengusap puncak kepalanya lembut, bahkan Jefan yang selalu dengan bangga meneriakkan kata cinta dihadapan semua orang seolah menandai bahwa Arina adalah miliknya.

Masa-masa manis itu begitu membekas. Apalagi hubungan yang terjalin begitu lama. Ada banyak sekali hal yang mereka lewati bersama. Tidak semudah itu menghapus Jefan dari kehidupannya.

Kalau kata Silvia dulunya, Arina itu sudah masuk golongan bucin tolol terverifikasi. Silvia melihat betapa merah seorang Jefan. Tapi Arina justru menerimanya sebagai sisi positif dan negatif manusia yang selalu berdampingan. Kekurangan Jefan, harusnya bisa Arina pahami, begitulah dia pikir dahulu.

Arina hidup sebagai kekasih Jefano yang selalu melakukan apa kata Jefano. Kalau bahasa sekarang, istilahnya Arina juga cukup mothering. Mungkin karena mereka seumuran dan Arina mampu bersikap cukup dewasa dengan membantu Jefano selama ini. Tapi ternyata, itu justru tak cukup dan justru menjadi alasan utama Jefano membutuhkan sekaligus membencinya. 

"Kamu bahkan nggak pernah bisa menghargai aku, huh?!"

Arina tertawa dalam tangisnya. Jefano rupanya tak suka kekasihnya sendiri lebih 'menyala' daripada dirinya. Arina menyadari kalimat serupa yang ternyata kerap Jefan katakan ketika dia 'mungkin' merasa terancam atau tidak lebih baik dari Arina. Kalimat yang pada akhirnya menyebabkan Arina menekan potensi dirinya sendiri agar dapat mengisi ego dalam diri Jefan. 

Sebenarnya, siapa yang membuat keduanya berada dalam sebuah persaingan?

Arina telah banyak berkorban untuk Jefan. Satu-satunya hal yang tak bisa dia turuti adalah menikah waktu itu dan pasal studi keluar negeri.

Dia terdiam sebentar, kembali meneguhkan pikirannya. Dia tidak bisa sedih berlarut-larut. Lagipula, Jefan telah menunjukkan sendiri belangnya.

Ia mengusap pipi cepat-cepat, menolak jadi korban dari kisah cinta yang tak berakhir adil. Arina tidak tahu lagi mana yang lebih membuatnya sakit. Berpisah dengan Jefan karena diselingkuhi atau kenyataan bahwa dia begitu bodoh dengan mencintai seorang pria egois yang bahkan 'insecure' terhadapnya.

Bangkit dari tempat tidur, langkahnya mantap menuju laci meja, lemari, kotak penyimpanan.

Satu per satu benda bermakna muncul: tiket konser pertama mereka, surat-surat penuh janji, foto-foto usang yang pernah membuatnya tersenyum. Semua dimasukkan ke dalam kotak. Ditatap sebentar, lalu ditutup rapat. Seolah tak akan ada celah bagi siapapun atau apapun untuk masuk kesana.

Tanpa ragu, Arina menyeret kotak itu keluar. Dibakarnya di halaman kecil belakang rumah. Netra beningnya menangkap setiap percikan yang dia ciptakan, bahkan ketika nyala api menjilat semua kenangan hingga menjadi abu. 

Harusnya, setelah ini tak ada lagi ruang untuk Jefan di hatinya. Tidak setelah ia memilih pergi dengan gadis yang menginjak perasaannya tanpa ampun. Nindy, bukan sekali melakukan ini padanya, dan seharusnya Arina cukup menyadari aura negatif macam apa yang selalu dibawa oleh wanita itu tiap mereka berpapasan. 

Arina dengan tekadnya yang kuat, berbekal sakit hati yang menancap dalam. Hari ini, Arina tidak hanya menghapus air mata. Ia membakar luka, dan dari bara itu, ia akan lahir kembali. Lebih kuat. Lebih tak tergoyahkan.

Ponsel Arina menyala tepat saat wanita itu membalik badannya. Panggilan dari orang penting yang baru saja dia temui tentu saja harus menjadi prioritas baginya sekarang. Apalagi ketika nomor tersebut yang justru menghubunginya lebih dulu. 

"Halo, Selamat Malam Ibu Arina."

Arina tersenyum tipis, berusaha turut menghasilkan suara dengan efek senyum sebisanya. Menekan ke dalam seluruh gemuruh emosi yang sempat menguasainya dan berganti dengan aliran lebih lembut untuk membuatnya tetap menjaga dirinya lebih stabil dan profesional.

"Selamat Malam, Pak Askara. Ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya. 

Arina berusaha mempertahankan senyumnya, namun kalimat selanjutnya yang terucap dari Askara berhasil membuatnya membeku.

"Saya punya proposal lain untuk kamu. Kali ini sama sekali bukan tentang kampus, hanya kita berdua secara pribadi.  Kira-kira kamu tertarik?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Anugrah
tertarik banget.... udah setuju aja.... wkwkwk..... liat proposal aja belom udah ada niat acc....
goodnovel comment avatar
Moelyanach Moelyanach
lanjut sukaaaaaaa gaya ariana
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   56. Kinda 'Hot' Night

    Jemari besar Askara menari di wajah Arina, membelainya lembut saat sekaligus membawanya bergerak lebih dekat guna menyatukan ranum keduanya. Bibir mereka bersentuhan lembut. Cukup lembut untuk mengirimkan sengatan-sengatan listrik pada sekujur tubuh keduanya. Dimulai dengan kecupan tipis, perlahan meningkat menjadi sedikit lebih menuntut dan panas. Jarak yang terus terpangkas dan tubuh keduanya yang kini merapat saling mendamba kehangatan. Suara decapan ikut memenuhi heningnya malam. Sepasang insan yang kini berusaha saling mendominasi. Intensitas pergerakan yang awalnya lembut dan bergerak menjadi semakin liar. Askara dengan mudah mengangkat tubuh Arina dalam gendongannya untuk dia boyong kembali masuk ke dalam rumah. Menggeser pintu kaca di balkon dengan sebelah kakinya dan langsung mendudukkan kembali wanitanya itu diatas tubuhnya yang terduduk di sofa.Arina diatasnya, mengalungkan lengannya di leher Askara. Meraup oksigen sebanyak yang dia bisa dalam waktu singkat hanya karena

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   55. Late Night Convo

    Arina membalikkan badan untuk entah ke berapa kalinya malam itu. Tubuhnya terbaring di atas kasur king dengan lapisan pillow top super tebal yang terkenal bisa menopang tubuh sempurna dan memanjakan tulang punggung. Bahkan jika orang lain yang berbaring di sana, mungkin sudah terlelap dalam hitungan menit, tenggelam dalam empuknya busa premium yang berlapis lateks alami. Namun tidak dengan Arina.Bukannya merasa nyaman, ia justru gelisah. Bau sprei baru dan aroma ruangan yang masih asing menusuk hidungnya, membuatnya sadar bahwa ini bukan kamarnya sendiri. Rumah Askara terlalu besar, terlalu sunyi, terlalu mewah—semua terasa tidak akrab.Namun mungkin ini semua bukan hanya soal tempat. Ada yang mengganjal di dadanya, pikiran yang terus berputar hingga membuat jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Ia tidak mau mengakuinya, tapi kehadiran Askara—dan semua kemungkinan yang mungkin terjadi di antara mereka—membuat hatinya kacau.Rasanya seperti ada yang kurang.Hingga akhirnya, A

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   54. Sleep Over

    Menginjakkan kaki lagi di rumah yang kemarin baru saja dia jajaki. Arina terdiam sebelum memasuki pintu rumah. Kenapa dia hanya diam saja saat Askara memboyongnya kesini dengan alasan yang tidak sepenuhnya jelas?Pria itu sedang membuka kunci rumah saat Arina pada akhirnya tersadar dari lamunannya. Menatap punggung lelaki yang berdalih ingin menjaganya tapi justru menciptakan ruang bagi mereka untuk kikuk lagi. Berdiri disini, sama dengan pertanyaan kepalanya kemarin, mengapa dia menurut dengan begitu mudahnya. “Ayo masuk.”Askara memberi komando. Pria itu menoleh kearah Arina sebentar guna memastikan wanita itu benar-benar mengikuti arahannya. Anehnya, memang benar Arina menurut. Seperti dicucuk hidung dan kepalanya. Entah apa yang sebelumnya telah Askara perbuat padanya. Aroma ini lagi. Semakin terasa familar makin harinya. Sekarang Arina sudah tahu ini wangi siapa, Askara tentu saja. Pria itu meletakkan tas Arina yang dia tadi bantu bawa di meja ruang tamu. “Duduk sebentar! Ak

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   53. Siapa Yang Akan Menerimamu Kembali?

    Suara derap kaki Jefan terdengar tergesa memasuki kamar, disusul dengan genggaman kuat pada lengan Nindy yang membuat perempuan itu terpaksa mengikutinya. Tanpa sepatah kata, Jefan menyeret istrinya melewati lorong rumah hingga tiba di kamar mereka. Pintu ditutup keras hingga menimbulkan suara dentuman."Apa kamu gila, Nindy?" desis Jefan dengan rahang mengeras, menatap Nindy penuh amarah. "Melabrak Arina di kampusnya? Kamu tahu berapa banyak orang yang melihat? Apa kamu sengaja mau mempermalukan aku di depan semua orang?"Nindy menepis tangannya, menatap Jefan dengan mata memerah. "Aku melakukan itu karena aku sakit hati! Kamu pikir aku bodoh? Aku tahu kamu masih menemui dia, masih memikirkan dia! Kamu suamiku, Jefan, bukan laki-laki Arina!"Wanita itu memegang perutnya, "Kamu bahkan nggak peduli lagi pada anak kita?"Jefan menyisir rambutnya dengan cepat dan kasar."Tutup mulutmu!" bentak Jefan, menunjuk wajah istrinya. "Kamu memalukan! Kamu kira dengan bertindak sembrono seperti it

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   52. Tamparan Mertua

    Geram masih memenuhi jiwanya. Nindy mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Selain karena upayanya untuk menghancurkan reputasi Arina dihalang-halangi, dia juga salah fokus dengan lelaki yang mengaku sebagai tunangan Arina. Siapa pria yang dengan gamblang membela Arina di depan umum seperti tadi? Di tengah kericuhan, Nindy masih sempat melirik kemeja slim fit dari Tom Ford dan Patek Philippe Nautilus berbalut rose gold yang melingkar di tangannya. Tak ketinggalan sepatu kulit oxford hitam dari John Lobb yang mengilap. Pria itu jelas bukan dari kalangan biasa. Seolah mencerminkan gaya seorang pria kaya yang tak perlu banyak bicara untuk menunjukkan posisinya.Apa sekarang? Setelah menikahi kekasih Arina yang dia pikir sudah paling kaya raya dan tampan itu, sekarang justru wanita itu dekat lagi dengan pria kaya lainnya? Bukankah hidup Arina benar-benar sangat beruntung?Apa yang dimiliki seorang Arina sampai hidupnya selalu dikelilingi pria-pria kaya yang memujanya seperti itu? Apa sp

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   51. Tak Ada Penolakan

    Askara meraih tangan Arina dengan gerakan tegas, menuntunnya masuk ke dalam mobilnya tanpa banyak kata. Tidak peduli dengan bagaimana keramaian kampus menatap dan berbisik kearah mereka. Tangannya sedikit gemetar menahan emosi yang memuncak usai melihat Nindy melabrak Arina-nya di depan umum, menumpahkan hinaan yang bahkan tak layak diulang.Begitu pintu mobil tertutup, suasana hening hanya terisi desah napas keduanya yang masih berkejaran. Askara menatap Arina dengan sorot protektif yang sulit diterjemahkan. Sementara Arina, masih terkejut dan malu dengan insiden barusan, mencoba menarik tangannya yang masih digenggam erat.Hening tak bertahan lama. Arina kembali menatap Askara dan menyuarakan keheranannya."Apa maksudmu tadi, bilang aku ini tunanganmu?" tanya Arina dengan nada tertahan, campuran bingung dan tersinggung. Matanya menatap tajam, menuntut jawaban.Askara menunduk sejenak, meremas jari Arina. "Supaya dia berhenti merendahkanmu. Supaya semua orang tahu kamu bukan siapa-si

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status