Share

9. Insiden Ijab Kobul

Rencana pernikahan tersebar luas di dunia maya. Bahkan sering muncul di TV, iklan tentang acara keluarga Bayu. Aira menjadi buah bibir di tempatnya nge-kost.

"Wah, bakal jadi istri orang kaya nih, uang kontraknya dinaikkan tidak, ya?" goda induk semang, seorang wanita tua ramah berbadan gendut.

"Jangan Bi," sahut Aira tertawa kecil memberi amplop berisi uang untuk Bibi. "Satu tahun lagi saya akan kembali. Ini uang sewa saya untuk dua tahun ke depan, sekalian ada uang hadiah untuk Bibi, permisi."

Bibi bingung dengan tutur kata Aira, dia bengong seperti kodok melihat hujan.

Beberapa hari berlalu. Hari pernikahan Aira dan Bayu tiba. Acara diadakan dalam ballroom luas hotel bintang lima di kawasan kota Surabaya. Tentu ini hari super spesial bagi Aira juga Bayu.

Sekarang Mei dan Diah menemani Aira di ruang dandan.

"Tidak sangka, dulu kalian saling benci," ujar Diah. "Eh, sekarang malah nikah."

Mei mewakili Aira untuk menjawab, "Sengaja mereka settingan."

Kalimat settingan membuat Aira menoleh. Ingin dia meremas mulut Mei, tapi tidak bisa. Dia paham Mei hanya bercanda dan lagi Aira sedang dirias, mana bisa bergerak.

Diah dan Mei mengobrol panjang membahas masalah Bayu dan Aira di kampus. Keduanya mengenang bagaimana kejadian tampar satu dan dua. Setelah puas tertawa, Diah memilih pergi untuk melihat situasi di ballroom. 

Mei menoleh ke kursi Rias. "Ra, Om sudah kamu kasih tahu belum tentang hari pernikahan, kok tidak kelihatan." Maksud dengan om, adalah bapak Aira.

"Belum, kenapa?"

"Kamu bercanda, kan?"

Aira tak menjawab, fokus memandang cermin rias.

"Eh, jadi serius belum tahu?" Mei melotot menarik turun Kacamata memandang Aira. "Ih, jawab dong."

Aira mengangguk, tak bisa bicara karena takut merusak make-up. 

"Ya ampun Aira, ini pernikahan kamu, bagaimana mungkin tidak memberi tahu Om? Nanti bagaimana kalau beliau tahu? Bisa marah besar, loh!"

Setelah mendapat kode anggukan dari ahli rias, barulah Aira berbalik badan memandang Mei. Ia menjawab, "Aku tahu ini tidak benar, tapi  ...."

"Tapi?"

"Takut."

"Takut? Takut kenapa?"

"Banyak hal. Bapak sedang dinas di tempat konflik. Nanti kalau pikiran tidak fokus ke pekerjaan, bagaimana? Lagipula kalau beliau sampai tahu aku menikah karena--" Aira sadar jika banyak ahli rias di sekitar, ia enggan bicara tentang kawin kontrak. "Pasti bapak bakal marah."

"Ya tetap saja harusnya beri tahu."

Mei menghampiri Aira, mengagumi gaun kebaya warna putih gold dengan motif bunga yang sahabatnya itu pakai. Gaun begitu indah, di bagian pundak dan dada atas sedikit tembus pandang, tapi tertutup oleh kerudung satin putih gading nan lembut.

"Kamu cantik Aira. Aku tidak sangka, cewek tomboy, barbar, burik sepertimu bisa jadi seperti ini." 

"Banyak bacot."

Mei cekikikan karena reaksi Aira. "Sekali tomboy tetap saja tomboy.  Aira, malam ini jadwalnya ijab kobul, kan?"

"Ho o, langsung pesta. Besok bulan madu. Kenapa? Mau ikut?"

"Yang jadi wakilmu, siapa?"

Pundak Aira naik turun. "Entah. Wali Hakim kali."

Mei menghela napas. "Pernikahan adalah sesuatu yang sakral, masak Wali Hakim."

"Ya keluargaku cuma bapak, Mei. Yang lain jauh banget." Nada bicara Aira terdengar pilu.

Keluarga Ibu menyalahkan bapak atas kematian Ibu dan menjauh. Bapak sendiri anak yatim piatu. Memikirkan itu mata Aira berkaca-kaca. Sekarang dia tega tidak memberi tahu beliau akan pernikahan ini. 

Mei merangkul dari belakang. "Maaf, omonganku tidak peka. Dah jangan menangis, nanti make-up-mu luntur."

"Santai saja, ini cuma kelilipan, kok."

"Tidak usah sedih. Pakai Wali Hakim juga tidak salah." Mei berbisik, "Kan cuma kontrak."

Kalimat kontrak membuat Aira sadar jika pernikahan ini palsu, bukan pernikahan sakral. Dengan beranggapan begitu ia mencoba membuat tenang hati, mengusir risau yang semakin merebak. 

Setelah selesai dirias, Aira dan Mei menuju ballroom hotel, tempat ijab kobul akan dilaksanakan. Mereka berhenti di depan pintu besar putih. Aira berdebar-debar. Walau ini hanya pernikahan kontrak tapi apa yang menanti di balik pintu?

Mei menggenggam telapak tangan Aira. "Jangan takut. Kalau ada apa-apa salahkan Bayu seperti biasa."

"Tumben."

"Antara idola dan sahabat, aku memilih sahabat. Nanti bulan madu aku ikut, ya."

"Dasar modus."

"Ra. Misal nanti Bapakmu datang, terus bilang tidak sah, gitu gimana?"

"Tidak mungkin, bapak di Timur Tengah mana bisa--"

"Youtube mah tidak kenal wilayah, selama masih di bumi--bercanda Ra, duh, gitu aja dipikirkan."

Aira cemberut memandang wajah cerah Mei. Mendengar suara cekikikan seperti ringkik kuda membuat tambah geram sampai meremas tangan. "Tidak lucu."

"Biar, we."

Dari balik pintu terdengar nama mempelai wanita dipanggil. Kode telah diberi dan dua pengawal membuka pintu secara perlahan serempak.

Sontak cahaya terang menyilaukan membuat mata Aira menutup sejenak. Semakin biasa mata dengan cahaya. Dia menuju panggung, menemui calon suami.

Aira gagal berkedip memandang Bayu berbeda dari yang biasa dilihat. Rambut disisir ke belakang membuatnya lebih tampan. Ia memakai setelan jas putih, penampilan itu membuatnya terlihat gagah. Bayu sendiri tak berkedip memandang Aira. 

"Ra, sepertinya dia bakal memperpanjang kontrak jadi seumur hidup, deh," goda Mei.

"Berisik." Beda di ucapan beda dalam hati. Aira tersenyum kecil.

Tiba-tiba suara piring pecah membuat Aira dan beberapa pengunjung menoleh. 

" Kai?" gumam Aira. Ia hendak ke sana, tapi teringat posisinya tak memungkinkan.

Kai memandang balik sejenak, lalu merapikan serpihan piring dibantu Kevin dan pelayan. Raut wajahnya murung, membuat Aira bingung.

"Apa mungkin dia menyukai diriku, terus cemburu?" gumam Aira.

"Bicara sama siapa, sih?" tanya Mei, tak mendapat jawab dari Aira. Mereka lanjut melangkah menuju tujuan.  

Di atas panggung Bayu membantu Aira menaiki anak tangga terakhir dengan mengulurkan tangan. Begitu gentle perlakuan Bayu mengecup punggung tangan Aira. 

"Lo cantik banget."

Keduanya bergandengan tangan menghampiri wanita kurus anggun. Walau penuh uban, kulit kendur, wanita itu memiliki senyum manis, tingginya sama dengan Aira. Beliau menyambut menantu dengan peluk hangat. 

"Syukurlah. Syukurlah. Terima kasih Nak Aira, berkat kamu Bayu terbebas dari jerat setan."

Kedua alis Aira terangkat kaget. Dia menjawab dengan senyum dan anggukan, saking bingungnya harus apa. 

"Ibu, jangan begitu, tidak baik," keluh Bayu.

Ibu tak peduli pada anak lelakinya, ia mencubit pipi Aira dengan gemas. "Banyak hal yang harus kita bicarakan, Nak. Sekarang persiapkan dirimu untuk ijab kobul, ya."

"Iya Tante."

"Jangan panggil Tante, panggil Ibu, ya."

"Baik Bu."

Aira dan Bayu bergandengan menuju tengah panggung. Terpancar ketegangan di raut wajah mereka berdua. Walau ini hanya pernikahan palsu tetap saja banyak mata memandang, membuatnya gagal konsentrasi.

Mereka duduk lesehan bersebelahan menghadap penghulu dan wakil hakim. Sebuah meja berkaki pendek memisah mereka. 

"Untuk mempelai perempuan, diwakili oleh Wali Hakim," ujar Pak Kiai, mempersilahkan Bayu untuk bersalaman dengan Wali Hakim, seorang pria gendut berjas hitam.

Aira bisa mendengar napas Bayu tak beraturan. Ternyata Bayu juga bisa deg-deg-an. Sebuah layar besar di belakang wali menampilkan kalimat ijab qobul yang harus diucapkan oleh Bayu. 

"Jelas lancar," gumam Aira, memancing lirik tajam dari Bayu yang membuatnya langsung tertunduk. 

Wali memakai mic bicara dengan santai. "Saya nikahkan engkau Ananda Bayu Anggara bin Murad Syahril, dengan Ananda Aira Damayanti binti Abdul Hamid dengan mas kawin seperangkat alat sholat, Al-Quran, emas batangan dua kilogram, sebuah mobil Yariz dan uang satu juta rupiah, dibayar tunai."

Bayu membaca tulisan di layar dengan lancar. "Saya terima nikahnya Aira Damayanti binti Abdul Hamid dengan mas kawin seperangkat alat sholat, Al-Quran, emas batangan dua kilogram, sebuah mobil Yariz dan uang satu juta rupiah, dibayar tunai." 

Wali tersenyum kepada Bayu, "Sah?"

"Tidak sah! Pernikahan ini tidak sah!" 

Semua tamu undangan menoleh ke arah sumber suara. Beberapa wartawan langsung mengerumuni sosok itu. Kamera mereka merekam semua yang terjadi. Bayu dan Aira bertukar pandang. Mereka tak tahu siapa yang berani merusak hari besar mereka. Mungkin setan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status