Share

8. Info Nikah

Seorang gadis gelandangan menarik lengan kemeja Cecil. "Mbak, jadi tidak bagi-bagi hadiah?"

"Sabar, ya." Cecil mengambil beberapa kantung plastik besar di dalam kardus, memandang sekitar. Setelah yakin di dalam mobil Avanza itu ada kamera, dia pun mendadak ramah pada gerombolan gelandangan di bawah jembatan layang. "Maaf ya, kelamaan, takut kalau ada kamera. Aku tidak mau disorot kamera ketika beramal."

Setelah membagikan banyak kantung plastik berisi beras dan amplop uang pada para gelandangan, Cecil melambai ramah pada mereka. Ketika berbalik badan, dia pura-pura kaget mengelus dada, karena melihat seorang gadis wartawan menghampiri sambil membawa mic. Di belakang gadis itu, seorang kameraman dan beberapa kru mengikuti.

"Kak Cecil sering melakukan hal ini? Tempat ini kan kotor? Kenapa melakukan hal ini?"

"Tempat ini memang kotor, tapi lihatlah. Banyak senyum indah yang menanti. Masih banyak orang membutuhkan uluran tangan. Bagi kita barang-barang itu tak berarti, tapi bagi mereka semua itu barang mewah."

"Ada yang bilang Kakak pansos."

Cecil tertawa renyah, menyibak rambut ke belakang. "Astaga, pansos? Kan sudah terkenal. Kalau ingin pansos mending setiap ke sini selalu bawa kamera. Toh kalian datang tidak sengaja, kan?"

Gadis wartawan tertawa kecil. "Ternyata selain cantik Kakak memiliki hati emas." Dia berbalik ke kamera. "Demikian laporan kami, untuk Indonesia Sore-Sore Blusukan." 

Laporan mereka telah selesai. Baik kameraman dan wartawan menyalami Cecil, mengobrol sebentar lalu menjauh dari sana. Cecil melambai pada mobil wartawan yang beranjak pergi dari sana, sampai mobil tak terlihat lagi. Buru-buru dia melangkah menuju mobil SUV putih yang terparkir di seberang jalan. 

"Kak!" Seorang pengemis cilik menghampiri dari samping. "Disuruh ibu salaman sama Kakak."

"Tidak usah. Sana, pergi yang jauh." Cecil masuk ke mobil, cemberut total. Jarinya mengipas badan yang mulai bermandi peluh, tak peduli pada anak kecil yang bengong atas perubahan sikap gadis yang dia anggap malaikat. 

Mobil pun bergerak pergi. Beginilah Cecil, hidup sebagai publik figur, dihormati, dianggap sebagai Dewi baik hati, nyatanya semua hanya settingan demi pamor belaka. Baginya orang miskin adalah alat.

Cecil mengusap kedua telapak tangan pakai tisu basah, menuang banyak anti bakteri ke kedua telapak tangan lalu mencium tangan itu. "Cih, masih bau."

"Nanti juga hilang, Kak," ujar seorang gadis asisten berkaos longgar, duduk di sebelah sambil membaca tablet. 

"Jadwal hari ini ke mana?"

"Ke salon perawatan, tapi bisa dirubah. Apa mau ke rumah Kak Bayu--"

"Tidak usah, ke salon saja. Pasti Bayu sibuk, ditelepon tidak diangkat, pesan juga tidak dibalas."

Mobil masuk ke lahan parkir luas nan longgar.

Salon Hinapula, tempat kaum elitis berkumpul. Banyak istri pejabat menjalani perawatan di sana. Ruang sauna pun terisi penuh dan kursi salon tak ada yang kosong. Banyak wajah-wajah terkenal di sana. Artis ibu kota terlihat sedang pedicure.

Setelah mandi uap dan selesai dipijat, Cecil bergabung dengan mereka di sana memakai baju handuk kecil warna pink nyaman. Rambutnya tertutupi oleh handuk.

Dua gadis pegawai salon memijit-mijit kaki, juga mempersiapkan peralatan pedicure. Sementara Cecil duduk di kursi santai, berselonjor kaki sambil membaca tabloid dan bergosip dengan artis lain yang duduk di samping.

"Apa tidak takut nanti dibilang matre Cil?" tanya Diah, bangkit dari duduknya di kursi salon, baru selesai hair-bounding. 

"Mana ada cewek matre," sahut Cecil. "Yang ada, cowok yang tidak mampu menafkahi cewek. Ibarat mobil, perawatan mobil BMW beda lah dari mobil Avanza. Kalau cuma mampu beli, tapi tidak bisa merawat, kan kasihan mobil BMW-nya."

"Be the way, susah loh punya suami artis. Dia main film, harus beradegan mesra dengan lawan main. Apalagi harus total," ujar Clara, gadis kurus menawan, memejam ketika mentimun segar mendarat di kelopak mata. "Apa tidak takut kalau besok Bayu ketemu cewek lain dan tumbuh rasa-rasa gitu diantara mereka."

"Benar itu Cil," tambah gadis Diah, meminum jus tomat, lalu kembali merebah. "Lagipula kita sering loh lihat orang kena penyakit cinta lokasi. Apa kamu tidak takut, kalau ada cewek lawan mainnya Bayu yang berhasil mendapat cintanya? Nanti kalau kamu jadi korban pelakor bagaimana?"

"Aku percaya sama kehebatan aku, kok," sahut Cecil, sedikit sewot. "Lagi pula cowok bakal tunduk kalau kita bisa memberi yang terbaik buat mereka. Mungkin mereka para korban pelakor, jadi korban karena service mereka kurang." 

"Service masak, gitu?" tanya Clara.

"Dari perut lalu ke hati, ya kan?" sambung Diah.

Cecil menggeleng santai. "Bukan, tapi service ranjang."

Ketiga gadis tertawa nyaris berbarengan. Cecil membahas panjang lebar tentang pernikahan mereka kelak. Sementara kedua gadis lain mendengar sambil sesekali tertawa dan memberi komentar simpel minim huruf. Kadang mereka nyinyir dan Cecil tahu itu. Cecil sengaja pamer untuk membakar keduanya dan hal yang paling dia suka, membahas rencana bulan madu bersama Bayu yang bakal keliling dunia. 

Hingga televisi yang tertempel di dinding menayangkan sebuah berita memaksa fokus mereka berganti. 

"Wah, itu calon suamimu masuk TV," ujar Diah.

Clara cepat-cepat membungkam kedua sahabat pakai kode tangan. "Mbak, volume TV-nya tolong diperbesar.

Di TV nampak Bayu diwawancarai banyak wartawan. Dia tersenyum kalem, berdiri dengan gaya khas, satu tangan bersembunyi dalam saku celana sementara yang lain bebas melambai. 

"Kak Bayu, bagaimana rencana pernikahan Kakak dengan Kak Cecil? Katanya mundur, ya, karena tidak dapat restu dari orang tua? Apa benar semua biaya bakal dibayar oleh pihak promotor?"

"Kak, apa benar mantan Presiden Amerika bakal datang ke acara pernikahan Kakak?"

"Apa benar jika Kakak menikah demi uang kontrak dari pihak promotor?"

Kevin berusaha menengahi, dia berdiri bersama para pengawal berseragam safari warna hitam menahan laju wartawan. "Sabar, satu-satu, nanti bakal Bayu jawab. Tenang."

Dalam TV, semua wartawan tenang, memberi kesempatan Bayu untuk menjawab.

"Pernikahan tetap berlangsung pada hari dan tanggal yang sama. Tempat pun sama. Dan untuk biaya, pihak promotor yang menanggung. Untuk pertanyaan selanjutnya, ya, bakal ada mantan President Amerika yang kemungkinan datang. Untuk pertanyaan apa benar menikah demi uang ... Tidak perlu dijawab. Lo semua tahu gue anak siapa, ibarat tidak kerja tujuh keturunan juga masih bisa hidup mewah. Ada pertanyaan lain?" 

"Kok tidak bareng Kak Cecil, Kak?" tanya seorang wartawan. "Apa busana kalian juga disiapin promotor?"

"Cecil ... maaf, gue tidak bakal nikah sama wanita itu. Gue punya calon yang ... menurut gue lebih baik. "

Sontak pernyataan itu membuat para wartawan merangsak maju, menghujani pertanyaan bertubi-tubi. Bayu yang bermandi cahaya flash kamera dikawal ketat masuk ke mobil. 

Buru-buru Cecil merebut remote TV, mengganti ke channel lain.

Clara tertawa renyah sampai masker muka nyaris rusak. "Aduh, sepertinya yang menemani Bayu keliling dunia bukan kamu deh, Cil."

"Clara," sambut Diah. "Teman kita jadi korban pelakor. Mungkin service-nya kurang mantap, jadi Bayu milih cewek yang mampu memberi service lebih premium."

"Service apaan, Cin? Service makan?"

"Bukan lah, R-a-n-j-a-n-g. Ibarat mobil kan, beda perawatan. Contoh mobil Lamborgini sama mobil Katana butut."

Telinga Cecil memerah. Pipinya juga. suara gemerletakkan gigi saling beradu terdengar. Dia bangkit menendang ember berisi air hangat juga tepat peralatan pedicure, lalu memandang kedua gadis bergantian. Tanpa berucap apapun pergi dari sana, diiringi suara tawa dari kedua gadis.

Selama melangkah menuju mobil, ia memandang sekitar. Banyak orang berbisik sambil memandang dengan mata mengejek. Semua itu membuat Cecil mengepal tangan sampai telapak tangan memerah. 

"Bayu kampret! Apa-apaan sih! Apa dia mau pansos? Oh, begini caranya membuat nama melambung? Dasar."

Ia berhenti melangkah, memejamkan mata sambil menggeleng. "Tidak, bukan, ini pasti salah paham. Atau mungkin dia hanya bergurau? Ya, pasti begitu. Mana ada gadis yang bisa menggantikan aku. Ini tidak mungkin."

Ia tertawa seperti orang gila, lanjut melangkah sempoyongan. Semakin keras suara tawa hingga menggema di ruang resepsionis depan pintu keluar. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Aililea (din din)
yah, cecil gila sendiri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status