Share

Sisa Hujan

Author: Reju
last update Last Updated: 2025-10-27 18:26:01

Pagi itu, rumah terasa lebih sunyi dari biasanya. Udara lembap masih tertinggal dari hujan semalam. Di dapur, aroma kopi perlahan memenuhi udara, berpadu dengan bunyi halus sendok yang beradu dengan cangkir. Ayla berdiri di depan jendela, memandangi taman kecil di belakang rumah yang masih basah. Daun-daun berkilau oleh sisa embun, dan di kaca, pantulan wajahnya tampak sayu tapi tenang seperti seseorang yang baru saja bertarung dengan dirinya sendiri.

Langkah kaki pelan terdengar dari arah koridor. Nayaka muncul, masih mengenakan kaus abu dan celana panjang hitam. Rambutnya sedikit berantakan, matanya redup, tapi ada kehangatan di balik tatapan itu. Sejenak, keduanya hanya saling menatap tanpa kata. Sunyi di antara mereka seperti memiliki makna sendiri.

“Pagi,” ucap Nayaka akhirnya, suaranya pelan tapi lembut.

“Pagi,” jawab Ayla, tanpa menoleh sepenuhnya. “Kopinya sudah siap. Aku buat dua.”

Nayaka mendekat, mengambil cangkir yang satunya. Ia menatap uap yang naik dari permukaan kopi,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Jejak Di balik Hujan

    Pagi itu rumah terasa terlalu sepi. Suara hujan semalam masih menggantung di udara, menetes dari daun ke daun di halaman belakang. Ayla duduk di meja makan sendirian, menatap secangkir kopi yang mulai dingin.Nayaka belum turun. Biasanya ia sudah duduk di depan laptop, menyiapkan berkas-berkas kerja atau sekadar membaca koran sambil sesekali melirik Ayla dengan pandangan yang tenang. Tapi kali ini, yang terdengar hanya derit jam dinding dan detak jantungnya sendiri.Perasaan aneh merayap di dada Ayla. Entah kenapa, ada yang terasa salah sejak tadi pagi. Ia berdiri, berjalan menuju tangga, lalu memanggil pelan.“Nayaka?”Tak ada jawaban.Ia naik satu per satu anak tangga, lalu membuka pintu kamar utama. Tempat tidur masih berantakan, selimut terlipat asal tapi yang membuat napasnya tercekat adalah ponsel Nayaka di meja samping tempat tidur, menyala dengan layar panggilan tak terjawab. Nama di layar itu membuat darahnya berhenti mengalir sejenak:Meira.Ayla mematung. Nama itu, bagaiman

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Retakan Sunyi

    Pagi itu, sinar matahari menembus tirai kamar, lembut tapi terasa berat di dada Ayla. Ia terbangun lebih dulu dari Nayaka. Laki-laki itu masih terlelap di sisi ranjang, satu tangan menggenggam pergelangan tangannya seolah takut ia pergi. Sesaat, Ayla hanya menatap wajahnya garis rahang tegas itu, rambut yang mulai berantakan, dan napas yang tenang.Semuanya terasa damai. Terlalu damai.Ia beranjak pelan, tak ingin membangunkannya. Tapi ketika kakinya menyentuh lantai, Nayaka bergumam lirih, “Kau mau ke mana?”Ayla tersenyum kecil. “Bikin sarapan. Aku lapar.”“Mmm… kalau aku mau ikut?”Ia tertawa pelan. “Kau itu, baru juga bangun.”Nayaka membuka mata setengah, menatapnya dengan pandangan lembut yang jarang muncul di hadapan orang lain. “Kalau bukan kamu, aku nggak punya alasan buat bangun sepagi ini.”Ayla berusaha menutupi senyum gugupnya. Ia tahu Nayaka jarang bicara semanis itu justru kata-kata kecil seperti itu yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.Mereka tur

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Di Balik Tenang

    Sore menjelang malam, rumah itu tampak seperti potret ketenangan. Tirai bergoyang lembut, aroma masakan Ayla memenuhi ruang makan, dan suara langkah Nayaka terdengar pelan dari arah kamar. Setelah beberapa hari penuh keheningan dan percakapan hati ke hati, mereka mulai menemukan ritme baru bukan seperti dulu, tapi cukup untuk membuat udara terasa ringan.Ayla menata piring di meja, sesekali melirik ke arah Nayaka yang sedang memperbaiki bingkai foto di dinding. Di dalam foto itu, ada senyum mereka berdua senyum yang dulu terasa asing, tapi kini seperti lambang dari awal yang baru.“Kamu sadar nggak?” tanya Ayla sambil tersenyum tipis. “Foto ini kayak penanda, tiap kali kita bertengkar pasti miring.”Nayaka menoleh. “Mungkin rumah ini juga bisa ngerasain suasana hati penghuninya.”“Kalau gitu, berarti dia tahu sekarang kita lagi tenang,” balas Ayla sambil duduk.Nayaka berjalan mendekat, menatap meja makan yang sederhana tapi hangat sup ayam buatan Ayla, nasi hangat, dan teh melati ya

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Janji Di Balik Luka

    Pagi itu, aroma hujan semalam masih tertinggal di udara. Sinar matahari menembus tirai tipis kamar, menciptakan garis cahaya hangat di atas kasur tempat Ayla dan Nayaka masih terbaring diam. Tidak ada suara selain detak jam dinding dan napas mereka yang berirama pelan.Ayla membuka mata lebih dulu. Pandangannya jatuh pada wajah Nayaka yang tertidur di sampingnya rambut sedikit berantakan, alis mengerut samar, seolah masih memikirkan sesuatu bahkan dalam mimpi. Tangannya terulur, hampir menyentuh wajah itu, tapi berhenti di tengah udara. Ia tersenyum kecil.“Masih kelihatan keras kepala bahkan waktu tidur,” gumamnya pelan.Nayaka bergeming, lalu perlahan membuka mata. “Aku dengar itu,” suaranya serak, tapi lembut.Ayla sedikit tersipu. “Kau pura-pura tidur, ya?”“Tidak. Aku cuma menunggu kau bilang sesuatu yang lebih manis,” balas Nayaka, separuh menggoda, separuh jujur.Ayla menghela napas pendek, berusaha menahan senyum. “Sudah pagi. Kita harus kerja.”“Kerja nanti. Sekarang…” Nayaka

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Hujan Yang Membuka Luka

    Hujan turun deras malam itu. Bunyi rintiknya memantul di genting dan jendela, seolah mencoba menenggelamkan suara-suara dari masa lalu yang baru saja muncul ke permukaan. Di ruang tamu, Ayla duduk memeluk lutut di sofa, menatap kosong ke arah luar jendela. Lampu redup menciptakan bayangan lembut di wajahnya wajah yang terlihat tenang di luar, tapi bergemuruh di dalam.Nayaka baru keluar dari dapur, membawa dua cangkir teh hangat. “Masih hujan,” katanya pelan sambil duduk di sebelah Ayla.Ayla hanya menatap teh itu tanpa menyentuhnya. “Kamu tahu... aku nggak nyangka semuanya akan balik begini.”Nayaka menatapnya, tapi tak langsung menjawab. “Kamu kecewa?”Ayla menunduk. “Aku nggak tahu. Rasanya aneh. Aku sedih karena tahu kamu nyimpan semua itu sendirian. Tapi di sisi lain... aku marah. Karena kamu nggak percaya aku cukup kuat untuk tahu.”Nayaka mengembuskan napas panjang. “Aku pikir kalau aku simpan sendiri, semua bakal lebih mudah.”“Untuk siapa? Kamu?” Ayla menatapnya tajam. “Atau

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bertahan

    Pagi itu, aroma kopi memenuhi dapur. Sinar matahari menerobos lembut lewat jendela besar, menciptakan bayangan hangat di lantai marmer. Ayla berdiri di depan meja, mengenakan daster sederhana, rambutnya digelung asal. Ia tampak tenang, tapi matanya menyimpan sesuatu semacam kewaspadaan yang tidak hilang sejak pesan dari Meira semalam.Nayaka datang dari arah tangga, mengenakan kemeja putih dan celana kerja, dasinya belum terpasang. “Pagi,” ucapnya pelan sambil mengambil cangkir dari meja.“Pagi,” jawab Ayla sambil menuangkan kopi untuknya. “Kamu tidur nyenyak?”“Lumayan,” katanya sambil tersenyum tipis. “Kamu?”Ayla mengangkat bahu. “Aku bangun beberapa kali.”Mereka sama-sama diam. Bukan karena marah, tapi karena masih mencari cara untuk terbiasa dengan kedamaian yang terasa rapuh itu.Setelah beberapa teguk, Nayaka menatap Ayla lama. “Kamu kelihatan kepikiran sesuatu.”Ayla menghela napas. “Tadi malam... aku dapat pesan.”“Dari siapa?”Ayla menatapnya lurus. “Meira.”Suara itu cukup

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status