Share

Muhallilku Keren

Villa eksotis di sebuah bukit permai, di kelilingi hutan alami, jalan masuk sudah tertanam paving blok menuju villa, kiri kanan ditanami mawar merah yang batang pohonnya tergunting dan susun rapi. Sungguh pemandangan sangat indah. Bangunan bermode kuno menjulang di antara pondokan kecil mirip saung sekitar lima bangunan segala sisi terhampar mengelilingi Villa dengan ungu mendominasi.

Suara ramai tawa riuh terdengar dari dalam Villa, menandakan sedang berlangsung acara spektakuler di dalamnya, mengingat pemilik Villa tersembunyi di antara hutan natural itu adalah Keluarga Jansen Prakash Kamandanu Penang. Salah satu konglomerat di sebuah provinsi metropolitan. Malam ini Kakek Jansen Prakash ulang tahun pernikahannya. Pemilik sebuah perusahaan fashion terkenal, pemilik ribuan distro merk ternama itu sedang membaca daftar pembagian bagi hasil harta.

Beberapa perusahaan ditangani dan dikelola oleh putra bungsunya bernama Rian Prakharsa Penang, membuat Rian besar kepala. Seorang putra baik hati--menurut Jansen Kamandanu, yang hingga kini masih sukses melajang, begitu anggapan semua kalangan. Sang Kakek Jansen, malam ini merayakan hari pernikahan dengan nenek Jansen yang acap dipanggil Nenek Jei, Anniversary ke lima puluh tahun. Usia pernikahan yang super harmonis. Contoh tauladan bagi banyak pasangan. Selain perusahaan fashion yang sudah memiliki tiga puluh lebih cabang di seluruh Indonesia.

Keluarga Prakash juga memiliki perkebunan karet yang dikelola perseroan dengan nama perusahaan, PT. Plastik Arya Penang Penghasilannya pertahun mencapai triliyunan rupiah. Acara malam ini super riuh, semua anak, cucu, menantu memberikan hadiah istimewa bagi kakek dan nenek Jansen Prakash. Hanya satu orang di sudut kursi antik buatan jerman berbalut serba ungu sesosok hening menikmati acara. –Arini. Arini wanita yang baru saja dicerai lalu terpaksa menikah dengan pria pilihan mantan suaminya, menantu anak pertama Jansen Prakash, Ronald Arya Penang dan Renata Melinda.

Ronald menikah dengan Meli gadis desa bukan berdarah sultan. Sehingga kelahiran Ilham sang buah hati semacam tak membahagiakan. Meskipun di tengah keluarga Jansen Prakash--Ilham satu-satunya cucu laki-laki, pewaris tahta harta. Karena diyakini Rian memiliki orientasi menyimpang. Pernikahan Ronald-Meli tidak disetujui keluarga. Namun begitu, acara-acara keluarga mereka selalu wajib datang.

Dengan alasan malu pada tetangga, relasi dan sorotan media. Jansen Prakash pemilik harga diri paling tinggi. Iya tidak suka jika ada anak dan cucunya orang miskin. Pebisnis handal itu tidak mencoret Ronald sebagai pewaris hartanya. Namun, tidak menggubris apalagi peduli pada keluarga anak sulungnya itu. Seperti malam ini Meli dan Ronald datang berdampingan. Orang-orang berpendidikan tidak ingin mempertontonkan ke khalayak mereka sedang tidak baik-baik saja. Orangtua Meli, meskipun bukan dari kalangan Sultan, memiliki yayasan sekolah-sekolah elite yang juga memiliki cabang pelbagai daerah. Keturunan para orang-orang kaya di kampungnya tapi, tidak sekaya Ronal Arya Penang. Anak kedua Jansen bernama Ardi Arya Penang. Memiliki tiga orang anak.

Kerin anak pertama menikah dengan Bagas anak salah satu pejabat Negara. Si bungsu anak Ardi--Berly masih kuliah di Amerika. Sedangkan anak kedua Dina menikah dengan Adly selebritas tanah air.

Demi cinta pada Ronald--Meli rela menikah tanpa persetujuan keluarga. Bahkan selalu menjadi olok-olok saudara Lalu mengapa Arini hadir di acara malam ini. Ya, atas perintah Meli. Dan suatu Misi yang akan diperhitungkan oleh sosok Arini dengan begitu matang. Gadis sebatang kara itu sedang menyusun api dendam agar terus membara. Netra jernihnya, bulu mata tanpa pelentik, iris coklat muda yang begitu menarik. Arini memang cantik natural. Diam-diam seseorang memperhatikannya dari ujung kursi kebesaran. Bukan gagal move on yang membuat Arini sampai ke tempat ini. Bukan pula karena ia masih mencintai mantan suami. Mantan yang diharamkan untuknya kembali.

Kecuali Arini menemukan jodoh sementara alias nikah muhallil seperti yang sudah terjadi. Tapi, Ia datang bukan karena cinta apalagi merasa bersaudara, wanita elegan meski berasal dari sudut kota itu, datang dengan membawa buncah di dada yang semakin membara. Siapa tembakan buncah itu? Ilham? Jansen? Atau sosok misterius yang selalu menatapnya penuh goda. Tawa riuh semakin menjadi, malam merambat semakin gulita, Arini merekatkan jaket kulitnya, hadiah pembelian motor kredit dua tahun lalu. Hidupnya memang sederhana.

Tenang. Mata indah itu menyorot sekitar, menyapu pandangan ke seluruh ruangan.

Lalu, tersenyum miring

*

Lelaki itu masih bersikukuh menggoda, sangat ambisius, meski telah ditolak berkali-kali.

Listrik yang padam memberinya kesempatan menarik tubuh Arini lebih dekat.

"Apa yang kau lakukan, Rian!" teriak Arini terkejut. Namun mulutnya dibungkam tangan Rian, tubuhnya terkunci. Berusaha melepaskan diri namun sia-sia.

"Hari ini kesombonganmu hancur, Sayang!" bisik Rian tertawa sangat berniat melecehkan.

"Niat jahat tidak akan pernah terealisasi, kau tau, kau dan keluargamu akan segera hancur, Rian!"

"Apa kau bilang!" Rian semakin menguatkan pelukannya.

"Kau sangat wangi, menggiurkan. Mulut judesmu ... rasa ...."

Tiba-tiba sebuah bayang datang mendekat.

Buck ...

Suara debam tinju menggempar.

"Jangan pernah kau sentuh wanita ini kecuali kau ingin melihat rahangmu berpindah ke lutut." Suara itu bergetar.

Buck.

Dalam gelap, seorang lelaki melayangkan tinjunya tepat sasara.

"Siapa kau berani datang ke acara keluarga Penang?"

"Kau mau berteriak memanggil security? dan semua orang akan mengetahui kau melecehkan istri keponakanmu sendiri!"

"Kurang ajar!" teriak Rian nyalang. Arini terlempar ke samping. Sigap lelaki itu menyambut tubuhnya.

Listrik menyala, beberapa pasang mata menyaksikan drama gratis di tengah lapangan acara. Sosok dengan sudut bibir pecah, dan pemilik wajah ndeso tapi tegas. Keduanya saling menyorot penuh amarah.

Arini melepaskan diri.

"Burhan!" Arini tersentak saat mengetahui siapa di depannya.

"Arini, dari tadi mama nyariin kamu gak kelihatan?" Tiba-tiba Meli sudah ada di antara Rian, Burhan dan Arini. Senyum Arini mengembang. Ia pun mendapat ide.

"Iya, Ma, tadi juga Arini mau nyariin mama tapi di stop melulu sama Pak Rian. Malah dirayu lagi. Masa Arini diajak nikah." Santai sekali Arini mengucapkannya. Rian melotot gusar.

Tentu saja. Dia sama sekali hanya ingin menggoda, dan mempermalukan Abang kandungnya yang super keras kepala. Ronald Arya Penang. Merasa bahwa adiknya itu ingin menggoda menantunya, walau kini jadi mantan menantu.

Mereka tahu--Meli dan Ronal, pasti Rian akan sangat senang mempermalukan abang kandungnya. Dendam kesumat.

Sebenarnya Ronald malu untuk meminta bantuan Arini agar hadir malam ini. Karena ia tahu, setahu Ronald, Arini dalam masa Iddah, dan tidak akan bisa kembali pada Ilham kecuali Arini menikah lagi. Padahal, Arini sudah menikah. Bahkan masa iddahnya sudah selesai jauh hari. ya, hanya Meli yang mengetahui itu. Jika Arini tidak hadir malam ini, kacaulah semua rencana yang Ronald susun tanpa sepengetahuan Ilham. Rencana menumbangkan Rian.

"Siapa dia?" tanya Ronald heran menatap Rian dan Burhan saling bergelora meluap emosi. "Aku yang seharusnya bertanya, siapa cowok sampah ini? Apa kalian mengenalnya? Oh ... Ya. Bukankah tadi kau menyebut namanya dengan begitu pasih Arini?" Rian menyunggingkan senyum melecehkan Burhan.

"Apa dia bodyguard suruhan Ilham? Jangan sampai kau jatuh cinta pada bodyguardmu, Arini?" Rian tertawa kecil. Arini melotot gusar. Meli menarik Arini menjauh.

"Ya, dia office Boy di perusahaan Franve. Juga kepala keamanan yang dipilih langsung oleh Ilham, lelaki dengan seribu medali sebagai pemenang sabuk tertinggi antar negara," jelas Arini memainkan alisnya pada Rian. Sebelum mengikuti langkah Meli ke kursi yang ia tinggalkan.

Lebih tepatnya, Arini menakut-nakuti. Hampir saja Meli terbahak melihat cara Arini menakut-nakuti Rian. Beda dengan Burhan, setelah meninju bibir Rian, ia berpaling cepat keluar dari keramaian, entah ke mana.

"Siapa dia? Aku tidak akan melepaskannya." Rian mengetik ponsel, Arini yang melihat tatapan membunuh Rian ke arah Burhan, secepat kilat Arini berjalan kembali ke tempat Rian berdiri, tangannya menangkap ponsel milik Rian yang masih bertengger di telinga. Membisikkan ancaman pelan tanpa terdengar siapapun kecuali mereka berdua.

"Kau tinggal pilih, bangkrut dengan malu sepanjang zaman, atau bangkrut sebab mengganggu istri orang, sebelum menelpon seseorang, mengganggu orang-orangku, sebaiknya kau melihat pesan video yang masuk pada ponsel kerenmu ini." Arini mengembalikan elektronik berharga itu kembali ke tangan Rian. Ia tersenyum licik.

Mata Rian terbelalak kaget. Melihat video yang dikirim Arini. Video saat dirinya merayu Arini, bahkan ditambah dengan tinju yang menyasar di bibirnya. Benar-benar memalukan. Bukankah tadi listrik padam? Siapa lelaki itu?

"Hei ... jangan kau pikir aku dibantu Burhan. Ponsel pintarku lebih keren dari barang branded pemilik perusahaan Penang." Arini memamerkan ponselnya. Rian meneguk Saliva.

Ia memang gadis cerdas. Pujinya dalam hati.

"Kau berani sekali padaku, Arini? Apa kau tidak mengenal siapa aku?"

"Lebih berani mana kalian dengan keluargaku?" bisik Arini sarkas. "Oh ya. Kau tidak perlu tau, lupakan ucapanku itu. Tapi kalian akan mendapatkan akibat dari semuanya." Arini tertawa kecil.

"Apa maksud kata-katamu? aku tidak pernah punya urusan dengan keluargamu. Siapa lelaki tadi."

"Kalau aku bilang itu selingkuhanku, kau mau apa? Apa kau mau kucarikan selingkuhan agar Erick meradang?" Ucapan Arini menguarkan warna merah marun di pipi Rian.

"Apa maksudmu?"

"Aku tidak punya maksud apa-apa."

"Erik dan aku tidak punya hubungan apapun. Aku tau ada seseorang yang membuat ulah menyebar gosip skandal. Agar namaku jelek di dunia bisnis. Terbukti Papi tidak mengizinkanku mengelola beberapa perusahaannya.

"Itu urusan keluargamu, bukan urusanku." Arini mengejek puas.

"Om, bawa hadiah apa untuk anniversary kakek Kamandanu?" tanya Karina tiba-tiba ada di antara mereka. Jomblowati tulen, masih remaja, memindai Arini.

"Eh ada Onty." Karina mengulur tangan, Namun Arini hanya memandang Karina dengan tatapan tajam. Menakutkan nyali gadis itu untuk tidak bertanya lebih banyak.

"Maaf Onty!" ucapnya lembut. Ngacir ke belakang.

"Bibir Om kenapa?" tanya Karina mundur, tak sengaja menatap bibir Rian yang berdarah di sudut ya, ia baru menyadari ujung bibir Rian ada merah mengental. Hasil perbuatan Burhan.

"Jatuh pas mati lampu, Karin. Tidak usah dipikirkan. Oh ya kamu bawa apa?" tanya Rian, berharap Karina tidak melihat adegan baku hantamnya dengan Burhan.

"Ini liontin termahal dari Inggris. Aku liburan kemarin ke sana. Sengaja beli liontin antik ini untuk hari spesial Kakek. Pasti Nenek Jeni senang."

"Om kasih hadiah bambu kuning dari China. Ini bukan bambu sembarangan. Uniki, klasik dan antik sesuai kesukaan nenek Jeni. Mama juga punya turunan darah Cina."

"Iya Karina tau, Kok. Makanya wajah turunannya tampak oriental."

"Keluarga kita memang harus cantik dan ganteng, jangan sampai ada yang bulukan masuk, seperti lelaki tadi," ucap Rian menatap Arini mengejek.

"Om Ilham ngasih kado apa-an ya, Om?" tanya Karina tanpa melihat Arini.

"Datang aja dia dah syukur, palingan ayahnya nanti minta bagian paling banyak. Protes lagi pada Om." Ucapan Rian sambil melirik nakal ke arah Arini. Membuat Karina penasaran. Ada apa dengan paman kandungnya itu.

Apa Paman dan Arini punya hubunga? Ia berdecak aneh.

"Om, tadi aku melihat ada laki-laki cakep keluar dari sini, persis Fedi Nuril. Ganteng amat. Dia siapa? Kok bisa ikut acara ini. Aku tidak pernah melihat dia sebelumnya, Om kenal?" Rian mengerti yang disebut Karina adalah Burhan, si manusia yang meninjunya tadi.

"Mungkin dia seorang OB. Liat aja tampangnya--cocok jadi OB, kan?"

"Issh, Ngada ngada deh, Om Rian. Cowok cakep begitu dikatain OB." Arini meninggalkan dua orang di hadapan. Ke mana si culun itu? Matanya menjurus ke segala arah.

"Tunggu Onty!" Karina mengejar Arini.

"Kenapa, Karin?"

"Karin minta nomor ponsel cowo tadi donk!"

"Onty gak punya."

"Dia kerja di mana, Onty?"

"Di perusahaan Om Rian."

"Duh sayang banget ya, besok Karin udah balik ke Amrik. Tapi Karin janji balik ke Indo lagi bakal ke kantor Om Rian buat dekatin cowo itu. Tipe Karin banget tu. So .. Cool."

Burhan tidak terlihat di mana-mana. Ke mana si naif itu? umpat Arini. Mengepal tangannya mendengar kicauan Karin tentang Burhan.

"Entar kalo Onty punya nomornya kasih ke Karin, ya."

"Hmm," jawab Arini berdehem saja.

"Dia keren tau, Onty!" Karina masih mengoceh.

Gadis itu aneh. Memanggil Rian dengan sebutan Om. Sedangkan memanggil Arini dengan sebutan Onty. Padahal Arini istri Ilham yang tak lain adalah keponakan dari Rian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status