Share

Kontrak Cinta Seribu Hari
Kontrak Cinta Seribu Hari
Author: Intan SR

1. Putus Asa

“Menikahlah kalau kamu masih ingin memimpin perusahaan itu,” kata seorang wanita yang rambutnya dipenuhi oleh uban.

Lelaki yang ada di depannya langsung menatap mata neneknya dengan tatapan yang santai tapi tajam.

“Nenek yakin ingin memberikan perusahaan itu pada orang lain?”

“Cucuku bukan hanya kamu saja, Lucio. Pikirkan permintaanku ini, atau kamu akan nenek lengserkan dari jabatan itu.” Neneknya lantas berdiri meninggalkan Lucio yang menatapnya gamang.

Sudah hampir sembilan tahun lelaki itu mengurus perusahaan yang ditinggalkan oleh kakeknya. Semua berjalan lancar dan proyek yang dia dapatkan selalu berhasil.

Tetapi, neneknya tiba tiba memberikan sebuah perintah aneh. Agar dirinya segera menikah dengan ancaman akan melengserkan posisinya dan memberikannya pada sepupunya yang lain jika dia tak segera menikah.

Jangankan menikah. Dia saja tidak memiliki kekasih. Lucio tidak pernah ada waktu untuk pacaran karena baginya itu hanyalah membuang-buang waktu dan membuang-buang uang tentunya.

Kebanyakan wanita yang dikenalkan neneknya selalu berakhir gagal karena semua tidak masuk dalam kriteria Lucio yang pemilih.

“Sepertinya Anda harus segera menikah,” kata asistennya. Dia berbisik dengan nada mengejek.

“Sebelum mengatakannya padaku. Sebaiknya kamu dulu yang menikah.”

“Saya tidak bisa menikah karena Sebagian besar waktu saya. Saya habiskan untuk mendampingi Anda,” sahut asistennya.

Luico langsung terdiam. Dia berdiri dan keluar dari ruangannya dengan gusar.

Tak biasanya neneknya akan bersikap seperti ini padanya. Padahal biasanya dia hanya menyuruhnya untuk ikut kencan buta.

Namun sepertinya neneknya sudah lelah meminta Lucio menemui wanita lagi.

“Baik Nyonya,” asisten yang bernama Khaleed Erazino itu tampak sedang berbicara dengan seseorang melalui di telepon. Membuat Lucio menoleh dan merasa jika Khaleed sedang ditelepon oleh neneknya.

“Pasti nenekku. Apa katanya?” tanya Lucio penasaran.

“Rapat pemilihan pemimpin akan diadakan bulan depan.”

“Hanya itu?”

Khaleed mengangguk. “Secara tidak langsung nenek Anda berkata, menikah atau lengser dari jabatan.”

Lucio tidak tahu mengapa neneknya harus bertindak sampai sejauh ini.

Memangnya apa bedanya dia menikah dan masih lajang seperti sekarang? Bukankah jika dia masih lajang maka hidupnya tak akan diganggu oleh urusan yang tidak penting dalam rumah tangga.

“Apakah saya perlu mencarikan istri untuk Anda?” tanya Khaleed.

“Tidak, terima kasih. Untukmu saja.” Lucio mendengus. Ia masuk ke dalam mobil ketika Khaleed membukakan pintu untuknya.

**

Delicia menangis. Tidak, lebih tepatnya dia sedang pura-pura menangis di depan seorang wanita yang tengah bertolak pinggang di depannya.

“Apa salah saya hingga Anda tega mengusir saya?” tanya Delicia, ia membersit hidungnya dengan pandangan mata yang naas.

“Kesalahanmu? KESALAHANMU TIDAK MEMBAYAR APARTEMEN INI SELAMA EMPAT BULAN!” teriaknya. Suaranya yang lantang membuat rambut Delicia mundur ke belakang.

Delicia. Wanita dua puluh empat tahun dan di-PHK dari pekerjaannya lima bulan yang lalu.

Seakan nasib buruk terus mengikutinya. Apartemen yang biasanya dia sewa selama satu tahun penuh itu kini sudah habis masa sewanya. Dan kini Delicia harus membayarnya karena dia sudah menunggak selama empat bulan.

“Bulan depan saya akan membayar sewa apartemen ini. Jika perlu saya akan membelinya!” Entah ide gila dari mana Delicia mendapatkannya. Namun yang terpenting dia bisa membuat agen property itu percaya padanya.

“Beli kepalamu! Kamu bisa membayar satu bulan saja aku tidak percaya. Pokoknya, aku beri kamu waktu sampai minggu depan. Kalau kamu tidak pergi maka terpaksa aku akan mengusirmu. Ada orang yang akan melihat unit ini. Jadi ingat baik baik, Delicia?!”

“Bu, tunggu dulu. Saya kan sudah bilang akan membayarnya bulan depan.”

Ibu ibu setengah baya dengan rambut keriting seperti brokoli itu mendengus. “Kamu juga mengatakan kalimat yang sama seperti ini bulan lalu, bulan kemarinnya dan bulan kemarinnya lagi sampai aku hafal.”

“Tapi—saya kan sudah menyewa di sini hampir empat tahun lho.”

“Bahkan ada yang sudah menyewa apartemen di sini hampir selama dua puluh tahun. Namun akhirnya dia diusir.”

BLAM!

Pintu ditutup. Seperti hati ibu ibu itu yang juga tertutup. Kini nasib Delicia di ambang jurang.

Jika dia tidak bisa membayar uang sewa apartemen. Maka dia akan berakhir menjadi gelandangan.

“Tidak! Aku tidak bisa menggelandang.” Bayangan dirinya memakai baju compang-camping sedang duduk di emper toko langsung ia enyahkan. Dia harus segera mencari pekerjaan, bukan. Seharusnya dia mencari pinjaman uang dulu. Karena mencari pekerjaan tidak semudah dia membuang ingus.

Delicia pun mengambil ponselnya, lalu menghubungi teman-teman lamanya. Namun sayangnya semua berakhir sama saja. Bahkan yang lebih buruk, ada yang lupa siapa Delicia.

“Maaf, tapi 65 juta. Aku tidak punya uang sebanyak itu,” kata teman Delicia.

“Bagaimana kalau 7 juta? Ada kan?”

“Tidak ada. Aku juga baru saja membayar sewa apartemen.”

“Baiklah kalau begitu.”

Delicia mencoba menghubungi temannya yang lain. Namun hanya sakit hati yang dia terima.

“Kenapa kamu harus memaksakan diri menyewa apartemen sih? Padahal masih banyak rumah susun yang murah yang bisa kamu huni,” dengus temannya.

Delicia menelan ludah keringnya. Ia tidak butuh saran seperti itu. Ada hal yang tidak bisa dia katakan mengapa dia harus berada di apartemen itu.

“Kalau kamu tidak bisa meminjamkannya, tidak apa-apa.”

“Tentu saja tidak ada! Kamu pikir aku gila meminjamkan uang sebanyak itu pada pengangguran?”

Delicia menutup teleponnya. Ia tak marah pada temannya itu. Karena permintaan ini memang tidak wajar apalagi tiba tiba dia meminjam uang sebesar 65 juta pada teman yang sudah lama tidak dia hubungi.

Kalau saja dia tidak diPHK. Mungkin saja dia tidak akan seperti ini. Dia dipecat secara mendadak karena perusahaannya mengalami kerugian. Dan mau tak mau harus mengurangi jumlah karyawan. Dan Delicia menjadi salah satu di antara karyawan yang dipecat.

Gajinya mencapai sepuluh juta sampai lima belas juta tiap bulan. Dia sudah menabung uang itu untuk membayar apartemen. Namun ayahnya tiba tiba masuk rumah sakit dan membutuhkan operasi bedah jantung. Jadi Delicia memberikan uang tabungannya itu pada ayahnya.

Dulu Delicia tidak berpikir jika akhirnya dia akan dipecat maka dia tidak ragu memberikan uang itu untuk ayahnya.

Tetapi setelah dia tahu dirinya dikeluarkan dari perusahaan tanpa pesangon. Jiwa dalam tubuh Delicia tiba tiba loncat. Dia tak tahu harus bagaimana.

Kebutuhan selama lima bulan hasil dari sisa tabungan sudah hampir menipis. Dan dia sepertinya harus menjadi gelandangan setelah ini.

“Arghhh! Kenapa jadi seperti ini?! Tuhan! Bisakah turunkan aku lelaki tampan dan kaya?! Aku membutuhkanya untuk membeli apartemen ini!” teriak Delicia yang sudah frustrasi.

“Karena jika tidak,” ucapnya pelan. “Aku akan menjadi gelandangan,” lanjutnya lagi.

Jika harus memilih, mungkin sebaiknya dia kembali ke kampung halamannya. Menjadi anak nelayan, daripada harus tinggal di rumah susun yang murah selama dia mencari pekerjaan yang baru.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status