Share

3. Surga atau Neraka?

Elena menangis semakin deras seraya melompat dari ranjang. Dia gegas membuka pintu dan tercengang melihat William benar-benar berdiri di depannya.

‘Mungkin, ini memang surga untukku …,’ batin Elena bahagia.

Elena langsung memeluk William dengan erat. “Papa! Aku merindukanmu!”

Andaikan William tahu penderitaan Elena setelah ditinggal mati olehnya ...

William menyambut pelukan Elena. “Oh, ada apa dengan putriku pagi-pagi begini? Kenapa kau menangis? Apa kau baru saja mimpi buruk?”

Benar … kehidupan Elena setelah kematian William merupakan sebuah mimpi buruk yang terbungkus oleh kebahagiaan palsu, yang diberikan oleh keluarga tiri dan suaminya.

“Di mana Mama, Papa?” Bukankah dia juga bisa berkumpul lagi bersama Brenda, ibu kandungnya di surga?

“Mama sepertinya ada di bawah sedang menyiapkan sarapan.” William membelai lembut puncak kepala Elena. “Jangan lupa mandi dulu sebelum turun. Kau tidak mau membuat semua orang kehilangan nafsu makan, bukan?”

Elena tersenyum lebar sambil mengangguk. William masih sama seperti dulu, selalu menggoda Elena kapan pun ada kesempatan.

‘Tapi, apakah kehidupan setelah mati masih membutuhkan sarapan?’ Elena bertanya-tanya sambil memiringkan sedikit kepala.

Entahlah ... itu tak jadi masalah selama Elena bisa bersama kedua orang tuanya.

Dengan antusias besar, Elena menyelesaikan kegiatan di kamar mandi dengan cepat. Dia hanya berganti pakaian dan langsung pergi ke ruang makan, berharap bisa segera bertemu dengan Brenda.

Banyak hal yang ingin Elena ceritakan pada ibunya, termasuk tentang kehidupannya selama ini yang terlewatkan oleh Brenda. Juga mengadukan betapa jahat wanita pilihan William.

Akan tetapi, ketika sampai di ruang makan, Elena harus menelan kekecewaan luar biasa. Ke mana Brenda? Kenapa hanya ada para pelayan yang sibuk menata meja?

“Ruby?” Elena mendekati wanita paruh baya yang merupakan kepala pelayan di kediaman Forbes sebelum Anna memecatnya. “Kenapa kau ada di sini?”

Apakah wanita itu juga sudah mati seperti dirinya? Wajah Ruby pun terlihat lebih muda dari terakhir Elena bertemu dengannya.

“Nona Elena, apa yang kau lakukan di tengah pintu? Kau menghalangi jalan semua orang yang mau masuk!” tegur Ruby.

Elena masih tercengang dengan mulut sedikit terbuka. Dia menatap semua orang yang ada di sana selagi berjalan ke arah kursi di meja makan.

Elena mengenali wajah-wajah para pelayan itu. Bahkan, beberapa pelayan masih bekerja untuk Anna hingga saat ini.

‘Apa Anna juga membunuh mereka untuk menutupi kejahatannya?’

Sesaat kemudian, dua orang masuk ke dalam. Jantung Elena seolah berhenti berdetak. Wanita itu melingkarkan tangan di lengan William dengan langkah anggun sambil tersenyum padanya.

“Selamat pagi, Elena.”

Kening Elena sontak berkerut-kerut. “Anna? Apa yang kau lakukan di sini?”

Dada Elena bergemuruh dan terasa panas mengingat bagaimana Anna mentertawakan penderitaannya melawan penyakit. Kedua tangan Elena mengepal erat, seakan-akan ingin melayangkan tinjunya ke wajah sang ibu tiri.

“Elena, jaga sikapmu! Kenapa kau memanggil Anna dengan nama lagi? Bersikaplah sopan kepada mamamu!”

Tidak!

Elena menggeleng dengan mata berkaca-kaca. ‘Ini tidak benar … Anna seharusnya pergi ke neraka! Bukan masuk ke surgaku yang seharusnya hanya ada Mama dan Papa saja!’

“Will! Jangan membentak anakmu!” Anna mengusap lembut rambut belakang kepala Elena. “Kau kenapa, Sayang?”

Begitulah sikap Anna di hadapan William. Selalu membela Elena setiap kali William memarahinya.

Tatapan mata Anna pun masih teduh dan hangat seperti seorang ibu yang penuh kasih sayang. Bukan wanita jahat yang menatap Elena dengan hinaan, seperti sebelum kematiannya.

“Jangan menyentuhku!” Elena menyentak kasar tangan Anna.

“Elena!” bentak William.

Elena tidak mau surga yang seperti ini! Dia tak mau bertemu Anna ataupun orang lain yang telah menyakitinya, bahkan setelah kematian menyakitkan!

“Mau ke mana kau, Elena?!” seru William.

Elena berlari keluar tanpa menjawab William. Saat berbelok dari pintu, dia menubruk seseorang hingga orang itu terjatuh.

“Aww! Kakak? Apa yang terjadi? Kenapa kau lari-larian?” tanya Jenna keheranan.

Jenna … sang adik tiri yang menorehkan luka terbesar padanya juga ada di sana! Elena semakin tak terima surganya dikotori oleh orang-orang jahat itu!

Elena lantas melanjutkan langkah lebar dan cepat untuk mencari ibu kandungnya. Brenda tak mungkin tidak ada di sana, bukan?

Sayangnya, Elena tak menemukan keberadaan Brenda di mana pun dia mencari ….

‘Ini tidak adil! Kenapa aku tidak dapat bertemu kembali dengan Mama setelah mati? Dan kenapa dua pengkhianat itu ada di sini?!’ Elena terisak selagi membuka pintu kamarnya.

Langkah Elena mendadak terhenti di depan cermin rias setinggi kepala. Dia menatap dirinya sendiri dalam pantulan cermin dengan ekspresi kaget.

Kedua telapak tangannya membelai wajah seolah tak percaya. Dia memutar badan untuk mencari tahu, apakah tubuh itu benar miliknya?

Elena tampak lebih muda dengan potongan rambut panjang seperti sebelum menikah dengan Johan. Setelah menikah, Johan selalu meminta Elena untuk memotong rambutnya sebahu.

Setelah mengetahui pengkhianatan suaminya, Elena sadar jika Johan sengaja mengubah penampilannya seperti Jenna.

Kediaman Forbes … William … Ruby … Anna … Jenna … penampilan lama Elena …

Elena berpikir keras merangkai beberapa hal itu. Apakah dia sedang mengalami kilas balik seperti sebelumnya?

PLAK!

“Aww!!” pekik Elena setelah menampar pipinya sendiri dengan kencang.

Dia tak sedang bermimpi … lalu apa yang terjadi?

Suara deringan di ponsel membuyarkan lamunan Elena. Wajahnya mengernyit saat melihat ponsel model lama itu, serta nama Johan dengan simbol cinta ada di muka layar.

Ibu jari Elena gemetar ketika menggeser tombol untuk menerima panggilan. “H-halo?”

‘Kau sudah selesai sarapan, Sayang? Aku akan segera ke sana. Tunggulah di depan supaya kita tidak terlambat untuk mengukur baju pengantin.’

Elena spontan mematikan sambungan telepon. Dia melempar ponselnya di lantai hingga menimbulkan suara nyaring.

“Pernikahan? Kenapa aku harus menikah dengan Johan lagi? Aku tidak mau!”

Kelopak mata Elena tiba-tiba melebar, mulutnya pun ternganga ketika menyadari sesuatu. Ucapan Johan sama persis seperti dulu!

“Tidak …” Elena segera menepis pemikiran konyolnya. “… tidak mungkin aku kembali ke masa lalu ….”

Namun, semua itu semakin nyata tatkala Elena menghabiskan waktu menjalani aktivitas seperti yang pernah dialaminya. Ucapan semua orang padanya dan situasi yang dilaluinya benar-benar seperti dulu.

Johan juga memberikan kejutan untuk Elena setelah mencoba baju pengantin. Kalung dengan liontin dengan warna seperti mata Elena pemberian Johan, melingkar di leher mulusnya.

Di saat Elena pulang, William tak jadi berangkat ke kantor karena Anna terpeleset di kamar mandi. Sama persis dengan kejadian yang telah berlalu.

‘Apa aku kembali ke masa lalu?’ Elena masih tak memercayai itu, tetapi tak mungkin dia mati jika hanya mengulang kejadian yang telah berlalu, bukan?

Elena kembali ke pintu depan yang tertutup. Jika dia benar-benar kembali ke masa lalu, Johan seharusnya kembali datang untuk memberikan kantong belanjaan Elena yang tertinggal di mobilnya.

TING TONG!

Bel pintu berbunyi. Elena segera membukakan pintu. Dia terkesiap sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan.

Johan datang sambil mengangkat kantong belanja di tangannya yang terangkat. ‘Kau melupakan ini, Sayang,’ batin Elena menirukan ucapan Johan yang diingatnya.

“Kau melupakan ini, Sayang.”

Johan benar-benar mengatakannya!

Elena menangkup kedua telapak tangan di depan mulutnya yang terbuka. ‘Ini luar biasa! Aku benar-benar kembali ke masa lalu! Apakah langit mendengar harapanku dan memberiku kesempatan kedua untuk membalas semua perbuatan para pengkhianat itu?’

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status