Elena menangis semakin deras seraya melompat dari ranjang. Dia gegas membuka pintu dan tercengang melihat William benar-benar berdiri di depannya.
‘Mungkin, ini memang surga untukku …,’ batin Elena bahagia.
Elena langsung memeluk William dengan erat. “Papa! Aku merindukanmu!”
Andaikan William tahu penderitaan Elena setelah ditinggal mati olehnya ...
William menyambut pelukan Elena. “Oh, ada apa dengan putriku pagi-pagi begini? Kenapa kau menangis? Apa kau baru saja mimpi buruk?”
Benar … kehidupan Elena setelah kematian William merupakan sebuah mimpi buruk yang terbungkus oleh kebahagiaan palsu, yang diberikan oleh keluarga tiri dan suaminya.
“Di mana Mama, Papa?” Bukankah dia juga bisa berkumpul lagi bersama Brenda, ibu kandungnya di surga?
“Mama sepertinya ada di bawah sedang menyiapkan sarapan.” William membelai lembut puncak kepala Elena. “Jangan lupa mandi dulu sebelum turun. Kau tidak mau membuat semua orang kehilangan nafsu makan, bukan?”
Elena tersenyum lebar sambil mengangguk. William masih sama seperti dulu, selalu menggoda Elena kapan pun ada kesempatan.
‘Tapi, apakah kehidupan setelah mati masih membutuhkan sarapan?’ Elena bertanya-tanya sambil memiringkan sedikit kepala.
Entahlah ... itu tak jadi masalah selama Elena bisa bersama kedua orang tuanya.
Dengan antusias besar, Elena menyelesaikan kegiatan di kamar mandi dengan cepat. Dia hanya berganti pakaian dan langsung pergi ke ruang makan, berharap bisa segera bertemu dengan Brenda.
Banyak hal yang ingin Elena ceritakan pada ibunya, termasuk tentang kehidupannya selama ini yang terlewatkan oleh Brenda. Juga mengadukan betapa jahat wanita pilihan William.
Akan tetapi, ketika sampai di ruang makan, Elena harus menelan kekecewaan luar biasa. Ke mana Brenda? Kenapa hanya ada para pelayan yang sibuk menata meja?
“Ruby?” Elena mendekati wanita paruh baya yang merupakan kepala pelayan di kediaman Forbes sebelum Anna memecatnya. “Kenapa kau ada di sini?”
Apakah wanita itu juga sudah mati seperti dirinya? Wajah Ruby pun terlihat lebih muda dari terakhir Elena bertemu dengannya.
“Nona Elena, apa yang kau lakukan di tengah pintu? Kau menghalangi jalan semua orang yang mau masuk!” tegur Ruby.
Elena masih tercengang dengan mulut sedikit terbuka. Dia menatap semua orang yang ada di sana selagi berjalan ke arah kursi di meja makan.
Elena mengenali wajah-wajah para pelayan itu. Bahkan, beberapa pelayan masih bekerja untuk Anna hingga saat ini.
‘Apa Anna juga membunuh mereka untuk menutupi kejahatannya?’
Sesaat kemudian, dua orang masuk ke dalam. Jantung Elena seolah berhenti berdetak. Wanita itu melingkarkan tangan di lengan William dengan langkah anggun sambil tersenyum padanya.
“Selamat pagi, Elena.”
Kening Elena sontak berkerut-kerut. “Anna? Apa yang kau lakukan di sini?”
Dada Elena bergemuruh dan terasa panas mengingat bagaimana Anna mentertawakan penderitaannya melawan penyakit. Kedua tangan Elena mengepal erat, seakan-akan ingin melayangkan tinjunya ke wajah sang ibu tiri.
“Elena, jaga sikapmu! Kenapa kau memanggil Anna dengan nama lagi? Bersikaplah sopan kepada mamamu!”
Tidak!
Elena menggeleng dengan mata berkaca-kaca. ‘Ini tidak benar … Anna seharusnya pergi ke neraka! Bukan masuk ke surgaku yang seharusnya hanya ada Mama dan Papa saja!’
“Will! Jangan membentak anakmu!” Anna mengusap lembut rambut belakang kepala Elena. “Kau kenapa, Sayang?”
Begitulah sikap Anna di hadapan William. Selalu membela Elena setiap kali William memarahinya.
Tatapan mata Anna pun masih teduh dan hangat seperti seorang ibu yang penuh kasih sayang. Bukan wanita jahat yang menatap Elena dengan hinaan, seperti sebelum kematiannya.
“Jangan menyentuhku!” Elena menyentak kasar tangan Anna.
“Elena!” bentak William.
Elena tidak mau surga yang seperti ini! Dia tak mau bertemu Anna ataupun orang lain yang telah menyakitinya, bahkan setelah kematian menyakitkan!
“Mau ke mana kau, Elena?!” seru William.
Elena berlari keluar tanpa menjawab William. Saat berbelok dari pintu, dia menubruk seseorang hingga orang itu terjatuh.
“Aww! Kakak? Apa yang terjadi? Kenapa kau lari-larian?” tanya Jenna keheranan.
Jenna … sang adik tiri yang menorehkan luka terbesar padanya juga ada di sana! Elena semakin tak terima surganya dikotori oleh orang-orang jahat itu!
Elena lantas melanjutkan langkah lebar dan cepat untuk mencari ibu kandungnya. Brenda tak mungkin tidak ada di sana, bukan?
Sayangnya, Elena tak menemukan keberadaan Brenda di mana pun dia mencari ….
‘Ini tidak adil! Kenapa aku tidak dapat bertemu kembali dengan Mama setelah mati? Dan kenapa dua pengkhianat itu ada di sini?!’ Elena terisak selagi membuka pintu kamarnya.
Langkah Elena mendadak terhenti di depan cermin rias setinggi kepala. Dia menatap dirinya sendiri dalam pantulan cermin dengan ekspresi kaget.
Kedua telapak tangannya membelai wajah seolah tak percaya. Dia memutar badan untuk mencari tahu, apakah tubuh itu benar miliknya?
Elena tampak lebih muda dengan potongan rambut panjang seperti sebelum menikah dengan Johan. Setelah menikah, Johan selalu meminta Elena untuk memotong rambutnya sebahu.
Setelah mengetahui pengkhianatan suaminya, Elena sadar jika Johan sengaja mengubah penampilannya seperti Jenna.
Kediaman Forbes … William … Ruby … Anna … Jenna … penampilan lama Elena …
Elena berpikir keras merangkai beberapa hal itu. Apakah dia sedang mengalami kilas balik seperti sebelumnya?
PLAK!
“Aww!!” pekik Elena setelah menampar pipinya sendiri dengan kencang.
Dia tak sedang bermimpi … lalu apa yang terjadi?
Suara deringan di ponsel membuyarkan lamunan Elena. Wajahnya mengernyit saat melihat ponsel model lama itu, serta nama Johan dengan simbol cinta ada di muka layar.
Ibu jari Elena gemetar ketika menggeser tombol untuk menerima panggilan. “H-halo?”
‘Kau sudah selesai sarapan, Sayang? Aku akan segera ke sana. Tunggulah di depan supaya kita tidak terlambat untuk mengukur baju pengantin.’
Elena spontan mematikan sambungan telepon. Dia melempar ponselnya di lantai hingga menimbulkan suara nyaring.
“Pernikahan? Kenapa aku harus menikah dengan Johan lagi? Aku tidak mau!”
Kelopak mata Elena tiba-tiba melebar, mulutnya pun ternganga ketika menyadari sesuatu. Ucapan Johan sama persis seperti dulu!
“Tidak …” Elena segera menepis pemikiran konyolnya. “… tidak mungkin aku kembali ke masa lalu ….”
Namun, semua itu semakin nyata tatkala Elena menghabiskan waktu menjalani aktivitas seperti yang pernah dialaminya. Ucapan semua orang padanya dan situasi yang dilaluinya benar-benar seperti dulu.
Johan juga memberikan kejutan untuk Elena setelah mencoba baju pengantin. Kalung dengan liontin dengan warna seperti mata Elena pemberian Johan, melingkar di leher mulusnya.
Di saat Elena pulang, William tak jadi berangkat ke kantor karena Anna terpeleset di kamar mandi. Sama persis dengan kejadian yang telah berlalu.
‘Apa aku kembali ke masa lalu?’ Elena masih tak memercayai itu, tetapi tak mungkin dia mati jika hanya mengulang kejadian yang telah berlalu, bukan?
Elena kembali ke pintu depan yang tertutup. Jika dia benar-benar kembali ke masa lalu, Johan seharusnya kembali datang untuk memberikan kantong belanjaan Elena yang tertinggal di mobilnya.
TING TONG!
Bel pintu berbunyi. Elena segera membukakan pintu. Dia terkesiap sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan.
Johan datang sambil mengangkat kantong belanja di tangannya yang terangkat. ‘Kau melupakan ini, Sayang,’ batin Elena menirukan ucapan Johan yang diingatnya.
“Kau melupakan ini, Sayang.”
Johan benar-benar mengatakannya!
Elena menangkup kedua telapak tangan di depan mulutnya yang terbuka. ‘Ini luar biasa! Aku benar-benar kembali ke masa lalu! Apakah langit mendengar harapanku dan memberiku kesempatan kedua untuk membalas semua perbuatan para pengkhianat itu?’
“Gemma! Kau ada di mana?” Elena sudah berkeliling di kediaman Wright untuk mencari keberadaan Gemma. Anak perempuan yang kini berusia enam tahun itu biasa bersembunyi saat Elena pulang dari kerja. Di belakang Elena, Jason membuntuti sang istri seperti biasa. Jason kini membuka kantor pribadi di kediamannya karena masih enggan menampakkan diri di JG Group jika bukan untuk menghadiri pertemuan penting. “Gemma pasti sedang bermain petak umpet bersama Brian, Elena. Biarkan saja ....” Elena menatap tajam sang suami. “Kenapa kau tidak mengawasi Gemma? Katanya, kau kerja di rumah karena selalu ingin bersama putrimu! Dan kenapa Brian ada di sini?” Jason menghentikan langkah Elena, lalu mengecup bibirnya yang tak berhenti mengomel. “Lucy sedang menghukum Brian sepertinya. Kau juga tahu, Lucy tidak suka saat Brian pulang terlambat walau satu menit.” Benar. Lima tahun lalu, Brian menikahi Lucy dan tinggal di Desa Redwood. Terkadang, Brian bosan dan jalan-jalan ke kota hingga lupa waktu. Keb
Setelah menghabiskan tiga hari bersama James, Vera pun tahu jika selama ini James hidup di rumah yang terletak di tengah-tengah hutan. Andaikan dirinya tak ke sana malam itu, mereka tak akan pernah bertemu. Vera tak berkutik melawan James Wright. Dia sudah seperti budak yang harus melayani James setiap saat. Meski Vera menginginkan wajah itu. Tetapi, sikap James jauh berbeda dari Jason. Nyaris tak ada kesamaan, selain wajah mereka.‘Dia gila … bagaimana caraku pergi darinya?’ “Ough, ya ampun … wanita di masa depan ternyata sangat pintar melayani pria. Bagus, Sayang, goyangkan tubuhmu lebih kencang.” Vera meliuk-meliuk di atas James sambil menggigit bibir. Dia tak bisa menikmati percintaan panas yang berulang setiap saat. ‘Orang ini benar-benar seperti binatang! Dia bahkan seratus kali lebih buruk dari Andrew,’ maki Vera dalam hati. Selesai menerima puncak kenikmatan, James mendorong Vera dengan kasar hingga tersungkur di lantai. “Ah, aku bosan. Saatnya aku keluar dari tempat meny
Mentari bersinar sangat terang seperti hari sebelum-sebelumnya. Di kota yang sangat sepi itu, Vera masih berusaha mencari keberadaan makhluk bernyawa selain dirinya. Sayang, bahkan serangga pun tak terlihat di tempat itu. Hanya ada dirinya yang mengulang waktu yang sama … setiap hari. Waktunya diam di tempat. Setiap pukul delapan malam, Vera akan mendengar dentuman keras di arah selatan tempat tinggalnya, dekat dengan tanah milik Keluarga Wright. Benar. Dirinya tinggal di kediaman Wright selama ini. Vera hidup di dunia dengan waktu yang sama dan berulang-ulang terus-menerus. Dia ingin melihat asal dentuman itu terjadi. Akan tetapi, ketika hari mulai gelap, Vera tak berani keluar dari rumah. Kota itu adalah kota yang sama, tetapi terasa asing karena memiliki pemandangan yang berbeda. Tak ada gedung-gedung pencakar langit di sekitarnya. Tak ada pula lampu terang-benderang di setiap pinggiran jalan. Tempat tinggal keluarga Vera pun masih berupa tanah kosong dengan puluhan pohon-poho
Dokumen penting yang semula tertumpuk rapi itu jatuh berserakan di lantai saat Jason berlari keluar dari ruangan. Dengan wajah yang terlihat sangat panik, Jason gegas mengikuti Ruby ke kamar. “Elena!” seru Jason dengan napas terengah-engah. Tak seperti bayangan, Elena justru duduk tenang sambil mengelus perutnya meski keningnya berkeringat deras. “Jason, ada sedikit lendir bercampur darah keluar ... Bisakah kau membantuku berjalan sampai mobil? Kita ke rumah sakit sekarang.” Jason panik. Dia malah mondar-mandir sambil sesekali mengusap wajah. Bingung bagaimana caranya menggendong Elena. Bagaimana kalau bayi itu keluar di saat dia menggendong Elena dan lari ke mobil? “Bayiku bisa jatuh,” gumamnya. Tapi, jika dia tak segera membawa Elena ke rumah sakit, bagaimana cara Elena melahirkan? Jason sampai tak kepikiran memanggil dokter kandungan Elena ke rumah. “Tuan!” seru Ruby membangunkan lamunan Jason. “Bisakah Anda lebih cepat membopong Nyonya Elena!?” “Tapi, bagaimana-” “Elena!” W
“Apa benar dugaanku kalau Paman Andrew terkena pengaruh ramuan Vera?” tanya Elena begitu Logan pulang.“Betul, Nyonya. Tetapi, kadar ramuan yang ada di tubuh Tuan Andrew tidak begitu banyak,” terang Logan.Logan lantas mengatakan semua yang Tetua Michael pesankan saat dia meninggalkan Andrew. Tak sampai satu minggu, Logan akan menjemput dan memulangkan Andrew. Lalu, pembicaraan tentang Anna muncul saat Jason bertanya, “Bagaimana dengan dua wanita itu? Aku dengar, mereka akan pindah ke tempat lain lagi?”“Ini surat dari Nyonya Anna. Lebih baik Anda membacanya terlebih dulu.”Logan mengeluarkan sebuah amplop putih, lalu menyerahkan kepada Elena. Surat itu ditunjukkan untuk Elena dan William. William pun mendekat dan ikut membaca isinya.Surat itu berisi tentang penyesalan Anna, juga permohonan maaf atas semua yang sudah Anna dan Jenna rencanakan kepada William dan Elena. Karena pesan Brenda yang ingin supaya Anna menjaga suami dan putrinya jika terjadi sesuatu kepada dirinya, Anna jadi
Elena mengamati sikap Andrew, mulai dari gerakan tubuh, bibir, dan sorot matanya. Rose jelas mengatakan padanya jika Vera tak pernah memberikan ramuan atau mencuci otak Andrew. Tapi, kenapa Elena jadi meragukannya? Andrew terlihat seperti Rose sebelum mendapat pengobatan. Mata pria itu sedikit menggantung, seperti tak fokus bicara atau menatapnya.“Kenapa Paman ingin melihat perempuan itu lagi? Gara-gara Vera, Paman kehilangan perusahaan dan keluarga Paman,” pancing Elena. Kini, Andrew dengan jelas menunjukkan ekspresi yang menahan kemarahan. Sepertinya, Andrew tak suka mendengar Elena menyalahkan Vera. “Paman perlu melihat Vera sekarang.” Andrew masih bersikeras dengan keinginannya. Seolah semua yang telah terjadi tak berpengaruh apa pun padanya.“Tidak bisa, Paman. Maaf … sebaiknya Paman melupakan perempuan itu dan menata hidup Paman yang berantakan karena dirinya.” Saat mengatakan itu, Elena tiba-tiba memikirkan sesuatu. Andrew tak mungkin menyerah dan pasti akan terus mencari