Share

6. Terpikat

Tara menatap dingin kekacauan kamar yang ia ciptakan. Seluruh barang berserakan dan lampu tidur itu sudah rusak. Benda tersebut beberapa waktu lalu dilempar ke arah Kivanc dan mengenai perut pria keturunan Jerman – Turki.

“Dia berbohong,” desis Tara, mengingat erangan Kivanc tidak sesuai apa yang terjadi selanjutnya. Pria itu justru menenangkan Tara yang tertangkap menitikan air mata, mencoba meraih bahu dan berucap jika Kivanc baik-baik saja.

Sepertinya ia terlalu berlebihan untuk menyesal telah melakukan hal kejam pada pemilik unit. Ia juga tidak bisa mengendalikan diri saat potongan ingatan itu silih berganti hampir sama, mengulang Tara dalam masa lalu kelam.

Kedua tangan Tara terkepal kuat. Sorot tajam perempuan yang masih berbalut handuk menatap dirinya sendiri dari pantulan cermin rias. Ada retak kecil di titik fokus akibat lemparan Tara yang sangat brutal dan tidak terkendali.

“Pria asing itu hampir tau kelemahan gue,” ucap perempuan itu.

Rahang Tara mengetat dengan embusan napas memburu. Ia mengejek dirinya sendiri larut dalam bagian pahit dan sangat mudah dipermainkan Kivanc yang mengerang palsu.

Sedangkan di kamar lain. Kivanc menanggalkan pakaian atas, memperlihatkan lebam dan goresan akibat bagian tajam dari lampu yang dilemparkan Tara.

Tubuhnya masih mengingat tenaga Tara yang kuat, menghempaskan Kivanc, lalu melempar benda yang sebenarnya tidak membuat pria yang mengantongi sabuk Dan ke-10 remuk. Kivanc hanya mengerang kecil sebagai respons menghentikan histeris Tara.

Namun, pikiran itu terhenti saat kali pertama perempuan itu khawatir, menyebut nama dengan memperlihatkan raut terluka. “Dia menyimpan kenangan buruk?”

Pria itu memerhatikan dirinya dari pantulan cermin kamar mandi. Teriakan berupa bentakan Tara sangat kuat diingatan dan pendengaran Kivanc. Ada masa lalu yang sepertinya terulang dan Kivanc tanpa sengaja memantik.

“Pertemuan kita sangat menarik, Tara. Dan ini menjadi salah satu alasan kenapa aku menginginkan pertemuan kita berlanjut lebih baik.” Kivanc menatap lurus dirinya sendiri.

“Aku akan berada di sisi kamu untuk menjadi pendengar yang baik dan berusaha membawa kamu untuk menatap dunia lebih baik,” lanjut Kivanc berjanji pada dirinya sendiri.

Ia segera meninggalkan kamar setelah mengganti kaus. Sorot manik hijau itu menatap lurus Tara yang baru keluar dari dapur, membawa satu gelas minum. Pandangan mereka sempat bertemu, sekilas.

Tara hanya menatap dingin tanpa berucap satu patah kata pun. “Aku belum menagih ulang kontrak perjanjian kita, Tara,” cetus Kivanc, berhasil menghentikan langkah perempuan itu.

Kepala Tara menoleh ke samping, menunggu Kivanc melanjutkan ucapannya. “Masalah tadi, aku minta maaf tanpa berniat melakukan hal licik, mengambil keuntungan dari kehadiran kamu di sini.”

Senyum miring Tara terpatri sempurna di paras cantiknya. “Jawaban sederhana yang selalu dipakai oleh pria berengsek di luar sana,” balas perempuan itu berbalik, menatap lurus Kivanc dengan sorot tajam.

Kivanc menaikkan sebelah alis. Ekspresi Tara kembali seperti kali pertama pertemuan mereka dan lebih dingin. Sulit tersentuh untuk sekadar membuka pembicaraan lebih panjang.

“Gue sudah menandatangani perjanjian itu,” sahut Tara melirik ke atas meja di tengah mereka.

Kivanc mengikuti arah pandangan Tara, lalu membiarkan perempuan itu melenggang masuk ke kamar tanpa berminat menanggapi atau mengetahui keadaan Kivanc.

Pintu kamar Tara sudah ditutup sempurna. Manik hijau itu memandang lamat-lamat kamar Tara, lalu menarik kedua sudut bibirnya dengan senyum penuh arti. “Mari kita lihat interaksi kita mulai besok dan seterusnya, Tara.”

Sikap dingin Tara dan masa lalu yang berusaha ditutup rapat Tara semakin menarik di mata Kivanc. Ia juga sudah berjanji tidak akan menggali lebih jauh alasan di balik sikap histeris Tara. Kivanc memilih menyelami satu per satu dan menikmati momen yang ia ciptakan bersama perempuan itu.

**

“Flo?”

Manik hitam Tara berkabut. Ia berucap lirih dengan langkah kaki getir mendekati brankar yang ditempati anak perempuan berusia tujuh tahun, duduk dan sempat tertawa kecil berinteraksi dengan seorang perempuan seusia Tara.

Binar di mata Flora membuat hati Tara remuk, tapi ia memberikan senyum terbaik. Bagian kepala Flora masih diperban akibat kecelakaan yang menimpa anak tidak berdosa itu.

“Kamu baik-baik saja, Sayang?”

Flora mengangguk saat lengan atasnya diusap penuh sayang. Ia membuat isyarat pada Tara menoleh ke arah depan, menatap perempuan yang menggantikan Tara sementara waktu di salah satu rumah sakit Singapura.

Ya. Kivanc membawa Flora jauh dari jangkauan Tara.

“Permisi, Miss. Nama saya Gianina Theresia atau Anda bisa memanggil saya Jia,” balas perempuan berusia dua puluh lima tahun itu sopan.

“Saya ditugaskan Sir Kivanc menjaga Nona Flora. Kebetulan saya mendampingi Nona Flora begitu juga status saya sebagai Psikolog anak,” tambahnya dan membuat Tara tidak salah menangkap, jika perempuan itu sempat melakukan gerakan isyarat tangan.

Tara mengangguk sekilas. “Terimakasih,” balasnya dan kembali menatap Flora penuh kerinduan.

Ia menangkup sisi wajah Flora dengan hati-hati, mendekat dan mengecupkan sentuhan lembut di pipi kecil adiknya. “Besok kita pulang, ya,” bisik perempuan itu dibalas anggukan Flora.

Sebelum menemui Flora. Tara diminta oleh salah seorang yang menemaninya selama penerbangan Jakarta – Singapura, menemui dokter yang menangani Flora terlebih dulu. Alhasil, seluruh data yang diberikan dokter tersebut membuat Tara bernapas lega. Keadaan Flora semakin membaik dan besok anak perempuan itu sudah dipersilakan pulang.

“Saya pamit duluan, Miss.”

“Tunggu, Miss.”

Tara menahan perempuan yang sepertinya sangat mengenali Kivanc. Karena pria itu memercayakan orang di hadapannya menjaga Flora. Terlebih selama perjalanan ke mari Tara dibuat bingung oleh siapa Kivanc sampai bisa dengan mudah mengutus seseorang.

“Ya?”

“Apa Anda mengenal baik Sir Kivanc?” sementara waktu Tara memperjelas siapa yang ingin dibicarakan.

Senyum perempuan itu membuat Tara menatap intens. “Beliau hanya meminta saya menjaga Nona Flora. Dan dipercaya agar interaksi tetap terjalin, meskipun Nona Flora mendapatkan kebutuhan khusus. Jadi, tugas saya hanya untuk menemani Nona Flora sampai dijemput Anda, Miss.”

Tara dibuat diam oleh ucapan pamit dari Miss Jia. Ia seolah merahasiakan sesuatu dan hanya menjawab sesuai porsi saja.

Namun, Tara semakin tidak menyukai kehadiran Kivanc yang mulai mengubah mindset hidup Tara dan juga mengikis ruang geraknya. Ia tidak menginginkan pria itu semakin masuk jauh dalam hidupnya.

Setelah ini. Tara akan membawa pulang Flora ke rumah mereka, lalu mengemasi pakaian dan membeli tiket kereta untuk tinggal di daerah lain.

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status