Share

5. Kelam

“Kamu? Aku pikir siapa yang bertamu sore hari dengan membunyikan bel terus menerus.” Kivanc menyambut tamu kehormatannya di depan pintu unit. Paras dingin itu tetap saja memperlihatkan raut pucat yang kentara.

“Apalagi nggak ada sopan satun dalam menekan bel.”

Kivanc tersenyum samar. Ia sudah cukup puas, meskipun hanya melihat raut pucat Tara yang menipis. Pria itu akui, jika Tara memang memiliki ego yang tinggi dan selalu berusaha keras menutupi kelemahannya.

Sorot manik hitam itu memandang lurus Kivanc. “Mereka datang sesuai apa yang lo prediksi.”

Kening pria keturunan Jerman – Turki itu mengernyit. Ia masih nyaman berdiri di ambang pintu, membiarkan Tara tidak ia persilakan masuk dengan cepat. “Siapa yang kamu maksud dengan kata mereka?”

Tara menatap datar Kivanc celingukan di balik tubuhnya, menelisik keadaan sekitar lantai koridor. Tidak banyak orang lewat di area koridor, kecuali beberapa petugas kebersihan.

“Gue memang cukup kaget karena ini kali pertama rencana gue gagal yang sering dibantu teman gue. Sebelumnya nggak ada satupun yang tau siapa perusak rumah tangga pria dan lelaki yang gue hancurkan.”

“Keberuntungan sedang berpihak, Nona Gistara. Sayangnya, kamu nggak pernah tau kalau status dan profesi mereka sangat mumpuni mencari tau,” balas Kivanc ringan, memberikan sorot menantang dengan senyum kecil.

Tara mendengkus pelan.

Perempuan itu membuang pandang sesaat, merasa Kivanc ingin sekali Tara memohon dengan lugas dan mungkin terkesan tulus. Tapi ia tidak akan melakukannya dengan sepenuh hati.

“Hari ini gue pergi ke tempat kerja, cucian mobil. Seorang pria yang mobilnya harus gue bersihkan, ternyata dia mengenal gue sebagai penari di klub,” jelas Tara menekan rasa gusar mengingat ancaman yang tertuju untuk dirinya dan anggota keluarga satu-satunya yang Tara miliki.

“Dia nggak sendirian. Masih ada beberapa orang di luar area cucian mobil yang memantau pergerakan gue. Mereka mengancam kalau bukan hanya gue yang akan mereka sakiti.”

“Flora menjadi target utama agar gue menyerahkan diri malam ini juga,” sambung Tara mendongak, menatap lekat pria bertubuh tinggi tersebut.

Bahkan, kosen dari tinggi pintu itupun terkesan begitu lucu karena tidak sesuai dengan postur Kivanc. Hanya tersisa beberapa senti agar tidak mengenai puncak kepala Kivanc.

Pria berkulit putih bersih dengan senyum dan paras menawan itu mengangguk ringan. “Mereka sangat tau kelemahan kamu ada pada Flora. Jadi, aku sempat berbaik hati memberi kamu kabar lebih cepat sebagai antisipasi,” balas Kivanc dan melirik arloji.

Ia mengembuskan napas, lalu menatap memelas pada Tara. “Maaf, Nona Gistara. Hari ini aku ada pertemuan dengan klien untuk menyelesaikan proyek di sekitar wilayah ini.”

“Semoga kamu bisa menyelesaikan masalah yang kamu timbulkan sendiri, ya,” putusnya tersenyum bahagia tanpa beban, bersiap menutup pintu.

Namun, Tara sudah menahan satu kaki berbalut sneakers yang ia gunakan untuk mempertahankan dorongan pintu. “Kali ini lo menang, Tuan Kivanc” desis Tara menatap tajam Kivanc.

Ia membenci pertemuan bersama Kivanc dan di saat egonya goyah karena rasa khawatir dengan Flora. Tara harus merendahkan dirinya lebih cepat sebelum ia sulit bertemu Kivanc. “Gue nggak bisa menyelesaikan masalah ini sendirian, apalagi dengan jangka waktu singkat kayak gini.”

“Buat Flora selalu aman tanpa tersakiti sedikit saja oleh siapa pun,” tekan Tara menatap tegas Kivanc yang langsung dibalas seringai tipis Kivanc.

“Kamu sudah mengambil pilihan yang tepat,” sahut Kivanc membuka lebar pintu apartemen.

“Silakan masuk dan kamu akan tetap aman di dalam. Besok kita akan bertemu Flora di tempat terbaiknya mendapatkan perawatan.” Manik hitam Tara mengerjap.

“Ada apa? Kamu masih ingir kabur dan merasakan adrenalin kamu terpacu?” tanya Kivanc sedikit mengejek.

Ia menyandarkan sebelah lengan di kosen, menatap Tara dengan penuh penilaian. “Hari ini nasib baik sedang berada di pihak kamu. Mereka nggak berusaha menculik atau langsung memperkosa kamu. Bukannya tatapan mereka lebih liar dibandingkan aku yang membiarkan kamu tinggal di sini?”

“Sial,” desis Tara dengan sengaja menabrak lengan Kivanc untuk masuk paksa ke dalam unit pria itu.

**

“Ini semua diluar perkiraan gue,” gumam Tara.

Padahal, bukan kali pertama Tara melakukan balas dendam atas rasa sakit hati yang diterimanya beberapa tahun lalu. Tapi kali ini, kemalangan tengah mendekat dan mengincar orang terdekat Tara.

Ia akan lebih mudah patah dan lumpuh lewat orang terkasih.

Perempuan itu beranjak ke luar kamar mandi setelah membalut tubuhnya dengan handuk baru. Tara cukup lama berada di kamar mandi untuk sekadar memikirkan rencana ke depan dan pergi bersama Flora agar tidak terjangkau oleh musuh baru Tara.

“Aku sudah mengerjakan tugasku dengan sempurna.”

“Sekarang, aku minta kepastian dari kamu, Nona Gistara.”

Tara membeku dan nyaris berteriak histeris mendapati seorang pria sudah duduk di ranjang, menghadap Tara yang baru memasuki kamar. Senyum nakal dan tatapan tidak senonoh dilayangkan Kivanc. “Sepertinya aku datang di waktu yang tepat karena melihat kamu berbalut handuk. Nggak ada bathrobe yang kamu gunakan. Ini terlihat sangat pantas dan seksi,” bisik Kivanc, mengedipkan sebelah matanya dengan memandang lurus kedua tungkai atas Tara, terekspos sempurna.

Rahang Tara mengetat.

Napas perempuan itu tiba-tiba memburu mendapati seorang pria berada di kamarnya tanpa diduga. Bahkan, keadaan dirinya hanya memakai handuk pendek.

Jika ia menunduk sedikit saja, ia sudah lebih dari menjadi perempuan murahan yang menjual tubuhnya.

Sebelah alis Kivanc terangkat. Ia melihat ekspresi lain dari perempuan cantik yang masih terpaku di depan pintu kamar mandi. Namun, Kivanc menangkap jika kedua jemari tangan itu meremat, mengepal erat ujung lilitan handuk untuk emosi yang sedang ditahan Tara. “Kamu—“

“—lo mau memanfaatkan kelemahan gue?”

Suara dingin itu menyentak Kivanc.

Ia mendudukkan tegap tubuhnya setelah menumpu dengan kedua telapak tangan di atas ranjang. Pria itu hanya ingin menjahili Tara, tapi respons perempuan itu tajam. Sorot mata dan rahang yang mengeras serta gestur tubuh ketakutan, membuat Kivanc khawatir. “Tara?”

Pria itu berdiri dan berusaha mendekat. “Berhenti! Jangan satu langkah pun lo maju!” pekik Tara, menyentak Kivanc berkali lipat.

Kedua telapak tangan Tara menutup telinga, menggeleng cepat dengan bulir keringat membasahi kening. “Tolong jangan mendekat!”

Suara Tara berubah histeris. Perempuan itu memberontak ketika Kivanc dengan lancang melanggar ancaman Tara. Kedua tangan Kivanc mencengkeram bahu Tara. “Sadar, Tara! Aku nggak berniat melakukan hal kurang ajar! Aku sedikit bercan—“

“LO BERENGSEK! KALIAN DI LUAR SANA HANYA MEMIKIRKAN KEPUASAN SEMATA! KALIAN SEMUA NGGAK PANTAS HIDUP!” teriak Tara mendorong kuat Kivanc, hingga pria itu menabrak dinding, lalu Tara melempar seluruh barang yang ada di atas ranjang dan meja rias.

Tara mengerang kuat. Memekik histeris dan satu lemparan lampu tidur berhasil mengenai perut Kivanc. “Arrrgghhh ....”

Ingatan masa lalu Tara kembali cepat seiring erangan sakit yang dirasakan Kivanc. Manik hitamnya meredup dengan bulir air mata begitu deras membasahi kedua pipi Tara. “Ki-vanc?”

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status