Share

Pemimpin perusahaan

"Ini yang terakhir kalinya aku melihatmu menangis!" ketus Alen tanpa menoleh ke arah Naya sedikitpun.

Naya menghela nafas. Jari jemari tangannya mulai  mengambil sapu tangan yang berada di tangan Alen.

*****

Meriah dan megah itulah suasana yang terjadi di keluarga besar Towsar. Acara ulang tahun pemilik perusahaan properti terbesar di kota Bandung. 

Dhaniel Towsar,  pengusaha terkaya yang tak lain adalah kakeknya Alen towsar, ayah dari sang bunda. Kekayaanya yang melimpah dan  tak akan habis tujuh turunan, membuat semua kerabat dekatnya ingin menguasai hartanya.

Semua mata tertuju ke arah opa yang berdiri di depan pintu masuk rumahnya. Setelan jas hitam membuat auranya terlihat begitu wibawa.

"Arga, ini sudah jam 8 malam. Coba kamu bujuk opa supaya mau melangsungkan acaranya," bisik Ana, mama Arga yang merupakan kakak angkat dari Elena towsar.

Arga menoleh dan bergegas menghampiri.

"Opa? Ini sudah jam 8 lewat. Apa opa tidak membuka acaranya terlebih dahulu?" kata Arga dengan hati-hati. Ia tak mau opa marah akan ucapannya.

"Iya, Opa. Maura sudah laper banget, nih!" sahut Maura memanyunkan bibirnya seraya mengelus perut rampingnya. 

"Kita tunggu Alen lima menit lagi," jawab opa dengan senyum manisnya.

Semua terkejut mendengar nama yang keluar dari mulut sang opa.

"Alen?" tanya mereka serempak. Kedua mata mereka saling memandang satu sama lain. Mereka tak menyangka sang kakek mengundang sepupunya.

"Iya!" kata Opa seraya membenarkan kacamatanya.

"Opa mengundangnya?" tanya Arga yang seakan tak mau bertemu dengan sepupunya itu."Opa, apa opa lupa? Setiap kali keluarga kita ada acara, dia sama sekali tak pernah datang."

"Iya, Opa. Ana yakin, anak itu tak mungkin datang!" sahut Ana tiba-tiba

"Dia akan datang!" ucap Opa yang begitu yakin seraya berjalan ke arah kursi yang tersedia khusus untuknya.

Sejak menjadi pembalap, Alen memang tak pernah bertemu dengan sang kakek. Hanya lewat via telepon dan vidio call cara mereka untuk melepas rindu.

Tepat, di halaman rumah. 

Alen melirik Kanaya yang berdiri di sampingnya. Hampir lima belas menit  ia menunggu wanita itu  mempersiapkan diri untuk menjadi kekasihnya. Lentik indah matanya, hidung mancung dan rambut hitam panjang yang ada di diri Kanaya membuat Alen tak mampu berpaling.

Sudut mata Kanaya mengerut melihat Alen yang menatapnya dengan tajam.

"Maaf, aku bingung harus bagaimana?" tanya Naya yang membuyarkan pandangan Alen.

Alen mendesah sebal. Dahinya mengernyit seraya tersenyum sinis menatap Kanaya.

"Malam ini, aku akan mengumumkan kamu pada keluargaku. Berikanlah yang terbaik untukku!" tegas Alen yang membuat Naya menegak salivanya dengan paksa.

"I-ya!" jawab Naya takut. Sifat ceria Kanaya mendadak hilang begitu saja sejak bertemu dengan Alen. Nada bicara Alen yang kasar membuatnya takut dan tertunduk pada keadaan.

"Apa panggilan yang tepat untuk aku dan kamu?" tanya Alen seraya memasukkan kedua tangan di saku celananya.

"Panggilan apa?" tanya balik Naya yang bingung dan tak mengerti maksud pertanyaan Alen.

"Kamu tidak mengerti maksudku?" tanya Alen memicing.

"Maaf, aku tak tau!" jawab Naya tertunduk.

Alen menghela nafas panjang. Dan tak seharusnya ia bertanya pada orang yang tidak mengerti akan maksudnya. "Mulai sekarang, kamu bisa memanggilku dengan sebutan sayang atau mas Alen," tutur Alen yang mengejutkan Kanaya.

Kanaya mendongak dan menatap wajah Alen yang terlihat begitu buas. Seakan mau menerkam dirinya dengan amarah yang memuncak.

"Haruskah aku memanggilnya seperti itu?" tanya batin Naya berpaling sembari menggigit bibirnya.

Sesaat, Naya terkejut saat jentikan tangan Alen yang mengarah tepat di depan wajahnya.

"Pilih yang mana?" Pertanyaan Alen yang membuatnya bingung untuk menjawabnya."Kenapa diam?"

Naya mencoba bersikap tenang menyikapinya. 

"Terserah kamu saja!" jawab Naya seraya mengembangkan senyumnya.

Alen tersenyum dengan jawaban Naya. Jawaban yang tak membuatnya untuk berpikir.

"Baiklah! Mulai sekarang, kamu bisa memanggilku dengan sebutan 'mas Alen'," kata Alen melihat Naya menganggukkan kepala.

"Bagus. Kita masuk ke dalam!" ajak Alen menggandeng tangan mulus milik Naya. 

Naya tak berhenti menatap tangan kekar yang menggenggam erat tangan kanannya. Terasa hangat dan sangat nyaman, sama sekali tak seperti ucapan Alen yang selalu kasar kepadanya.

Naya memejamkan matanya sejenak seraya mengatur nafasnya yang tak beraturan. Jantungnya kian berdetak begitu kencang saat memasuki rumah yang begitu megah bak seperti istana.

Alen menoleh. Ia mengernyit melihat Naya yang terlihat sangat gugup. Telapak tangannya yang tadinya hangat mendadak dingin seketika.

"Berikanlah yang terbaik untukku!" bisik Alen tepat di telinga kanaya. Kanaya menoleh dan terkejut saat pipinya mengenai bibir Alen.

Dari kejauhan, Arga terperangah dan tak percaya melihat sosok wanita yang berdampingan dengan sepupunya itu adalah Kanaya, mantan kekasihnya.

"Kanaya?" tanya batin Arga seakan tak sanggup menegak salivanya sendiri.

"Darimana dia mendapatkan wanita itu?" tanya tante Ana memicing menatap mereka yang masih terdiam bak seperti patung.

Opa berdiri dan mengambil tongkatnya. Beliau tersenyum melihat cucu kesayangannya datang membawa cucu menantu untuknya.

Seketika, Naya menjauhkan diri dan berpaling menghadap ke depan.

"Ma-af, Mas!" kata Naya tertunduk.

Alen menghela nafas panjang. Untuk pertama kalinya, bibirnya menyentuh pipi seseorang. Ia menegak salivanya dengan paksa seraya melipat bibirnya yang sangat diidamkan oleh setiap wanita.

"Alen!" panggil opa yang berjalan menghampirinya.

Alen menoleh dan tersenyum melihat sang kakek berjalan menghampiri dirinya.  Rasa rindu yang mendalam terbayar sudah dengan pertemuan ini.

"Opa." Alen memeluk sang kakek yang terlihat begitu bahagia saat melihat kedatangannya.

"Akhirnya kamu datang juga!" jawab opa menepuk bahu cucu kesayangannya itu.

"Sesuai janji Alen," jawab Alen tersenyum tipis. Ia mengernyit saat pandangan sang opa hanya tertuju pada Kanaya.

"Apa dia orangnya?" tunjuk opa  yang mengarah pada Kanaya.

Alen tersenyum sambil menatap Kanaya yang  berdiri di sampingnya."Iya. Dia orangnya."

Naya tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan sang kakek.

"Kanaya, O-pa," jawab Naya gugup seraya mencium punggung tangan sang opa.

Opa mengusap rambut Naya yang lembut. Kedua matanya melirik ke arah Alen seraya menaikkan alis tebalnya. Seakan menegaskan kalo wanita ini memang sangat cocok untuknya.

Alen menyeringai melihat tingkah laku sang kakek yang masih suka mengkode dirinya tak jelas seperti itu.

"Ayo kita ke sana! Opa akan memperkenalkan kamu pada semuanya," ajak opa yang terlihat begitu senang.

Naya tersenyum dan melirik ke arah Alen yang meraih  tangannya. Merekapun mengikuti langkah sang kakek.

Sesaat, Naya terperangah, terkejut saat melihat mantan kekasihnya berada di tempat yang itu juga.

"Arga!" kata batin Naya tak berhenti mengerjap. Perlahan, ia mulai berpaling saat Arga menatap dirinya begitu tajam. 

Naya menegakkan tubuhnya dan melingkarkan tangannya ke arah lengan Alen. Ia ingin menegaskan kalo dirinya bisa move on dari orang yang telah mengkhianati cintanya.

Alen melirik ke arah tangan yang melingkar di tangannya. Ia tak berhenti mengerjap saat Naya terlihat begitu manja padanya. 

"Perhatian semuanya! Hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan buat saya. Dalam ulang tahun saya ini, saya sangat bersyukur bisa berkumpul dengan kalian semua. Terimakasih semua anak-anakku dan beserta cucuku semua sudah mau menyiapkan acara untuk saya."

Tepuk tanganpun serentak menggema di acara yang di hadiri keluarga dan kolega-kolega yang telah diundang sang kakek. 

"Dan hari ini, saya juga akan memperkenalkan pemimpin baru yang akan menggantikan posisi saya."

Perkataan sang kakek membuat semua anak dan cucunya bersiap untuk mendengar nama mereka di sebut oleh sang kakek.

"Sudah pasti kamu, Sayang!" bisik tante Ana mengusap bahu putranya.

"Sudah pasti, Kak Arga. Kak Arga 'kan cucu pertama opa. Ya 'kan, Ma?" tanya Maura yang membuat tante Ana tersenyum tipis. 

Tante Ana masih menyimpan rahasia dari anak-anaknya jika dia adalah anak angkat belaka.

Arga tak bisa menyimpan rasa bahagianya tersebut. Ia sangat yakin jika sang kakek akan menyebutkan namanya.

"Alen Towsar yang akan memimpinnya," ucap Opa yang membuat mereka semua terkejut mendengarnya.

"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status