Share

BAB 7 — PUASKAN AKU!

Drrt!

Nada ponsel menyadarkan Yura yang baru saja mandi dari lamunan.

Ternyata itu telepon dari Ibu mertuanya.

Namun baru saja panggilan itu tersambung, wanita tua itu langsung berteriak, [Ini sudah hampir petang! Mana uangnya kenapa juga tak kau berikan padaku?]

“Masalah uang sudah diurus Tuan Gin dan langsung dibayarkan ke rumah sakit,” jawab Yura sesuai dengan isi perjanjian kontraknya dengan Tuan Gin yang menyebutkan pembayaran sesuai dengan tagihan dan melalui rekening rumah sakit.

["Apa? Mereka yang membayar?"] Katrina berdecak kesal. ["Kau ini bagaimana? Kenapa bukan kau saja yang memegang uangnya dan menyerahkan padaku? Jika mereka tak membayar pada rumah sakit, kau harus bertanggung jawab!"]

"Tapi kesepakatanya dalam kontraknya begitu, Bu, uangnya akan langsung masuk ke rekening rumah sakit setiap bulan dan rumah sakit akan menagihnya kepada Tuan Gin. Jadi, aku tidak memegang uang sama sekali dan kita tidak perlu memikirkan biaya lagi. Mungkin ibu bisa bertanya ke bagian administrasi apakah tagihannya sudah terbayar atau belum."

[“Merepotkan! Kenapa tidak memberitahuku sejak tadi? Kalau begitu aku bisa mengurusnya sebelum malam!”] Katrina menggerutu kembali. Dengusan kasar terdengar jelas di telinga Yura. Ada bunyi berisik yang menganggu di telinganya.

Maaf, Bu. Tadi Yura sibuk di kantor dan baru membaca pesan." Yura membuat alasan, jika ia mengatakan ia ketiduran sejak siang tentu Katrina akan semakin meledak-ledak.

[“Ck! Sekarang katakan padaku berapa kali mereka akan membayar biaya rumah sakit Rama? Aku tidak mau tahu, setelah ini, kau harus berinisiatif mencari uang lagi sebelum tagihan diberikan! Kebiasaanmu itu kalau tidak dipaksa tidak bergerak!”]

Ibu jangan khawatir. Semua biaya yang dibutuhkan Mas Rama sudah terjamin berpapun jumlahnya sampai sembuh. Aku juga sudah meminta agar rumah sakit memberikan perawatan yang lebih baik daripada sebelumnya,” jawab Yura seraya menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang.

Tapi, maaf ya, Bu. Mungkin aku akan jarang menemani ibu di rumah sakit. Aku harus menyelesaikan pekerjaanku dan—"

Tut.

Yura membuang napas panjang kala panggilan diputus sepihak oleh Katrina. Ia berniat memberitahu bahwa mulai hari ini tidak bisa menunggu Rama setiap malam karena ada pekerjaan yang harus ia selesaikan, juga hanya bisa mengunjungi Rama dua kali dalam satu bulan. Sayang, belum sempat semua kalimatnya tersampaikan, Katrina justru mengakhirinya. Seolah tak peduli dengan apa yang Yura lakukan.

Tet!

Bersamaan dengan itu, bel yang terpasang pada apartemen berbunyi tiga kali. Tanda tersebut menjadi peringatan baginya jika Tuan Gin akan segera datang. Dengan segera Yura mengambil kain panjang yang sebelumnya telah ia siapkan di atas ranjang. 

"Astaga! Kenapa dia sudah pulang? Aku belum siap-siap! Bagaimana ini?" Yura bergumam dalam hati. Dengan panik ia membungkus kedua matanya dengan kain hitam yang sebelumnya telah disiapkan. Sejurus kemudian memperbaiki posisi duduknya dan menetralkan pernapasannya.

Yang terdengar setelahnya adalah bunyi kertap pintu. Juga suara langkap tegap pria itu. Ini bukan pertama kalinya Yura bertemu, tetapi entah mengapa jantungnya selalu berdebar kencang.

“We meet again at last, Sweetheart!” Sapaan itu sukses membuat Yura meneguk ludahnya kasar. Tuan Gin terdengar meletakkan sesuatu di atas nakas. Selanjutnya, Yura merasakan dagunya ditarik hingga mendongak ke arahnya. Kain yang tersimpul di belakang kepala di urai, lalu diikat kembali dan dikencangkan.

"Lain kali keringkan rambutmu sebelum bertemu denganku!"

Maaf, Tuan. Saya—”

Aku tidak perlu penjelasan!” tukas Tuan Gin sebelum wanita itu merapungkan kata-katanya. “Apapun yang terjadi denganmu aku tidak peduli. Aku hanya mau kau sudah siap ketika aku datang.”

Pria itu mengikat kembali simpul kain di belakang kepala Yura.

Sembari memastikan bahwa tautan kain itu kencang dan kuat. Yura sendiri hanya bisa pasrah ketika tangan Tuan Gin berkutat di tengkuknya.

Jarak bibir yang terlampau dekat dengan telinga membuat tubuhnya bergetar. Sapuan napas berat di leher mampu memerintahkan bulu kuduknya berdiri tegak. Baru seperti ini saja, pikiran Yura sudah kemana-mana. Apakah ini karena pengaruh kain hitam itu?

Senin sampai jumat aku pulang dari kantor pukul tujuh. Sementara sabtu aku akan datang setelah makan siang jika tidak lembur. Hari minggu aku menyesuaikan pekerjaan. Jadi siapkan diri sebelum jam-jam itu. Kau paham apa yang aku ucapkan?”

Anggukan kepala diberikan oleh Yura. "Sa—saya paham, Tuan."

Mulai hari ini kau adalah istriku. Jadi gunakan 'aku dan kau' untuk bicara denganku. Kemudian ....” Tuan Gin menggantung kalimatnya, jemarinya kembali meraih dagu Yura lalu bergerak turun. Gerakan itu pelan, seperti sengaja berlama-lama menari di atas dada. Hal itu tentu saja membuat tubuh Yura bergejolak. Hingga pada akhirnya tangan kekar Tuan Gin tiba di atas kenyal layaknya jelly itu. “Kau harus ingat bahwa aku bisa melakukan apa saja, termasuk menghentikan uang yang dibutuhkan untuk suamimu!” bisiknya di telinga Yura sembari menekan dan meremasnya sesuka hati.

Kontak fisik terus berlanjut. Sementara Yura menggigit bibirnya karena tak bisa menahan rasa geli juga gelenyar aneh yang menjalar pada punggung. Wanita itu sibuk berperang dalam dirinya sendiri. Hatinya tak setuju, mencoba mengingatkan bahwa jangan menikmati permainannya. Namun, hasratnya seolah menggoda agar Yura mengikuti naluri dan melampiaskan gairah yang selama ini terpendam. “Jangan pernah membantah apalagi berniat dan merencanakan macam-macam! Mengerti?”

Yura mengangguk pasrah. “Mengerti, Tuan! Ahh—”

Entah bagaimana caranya, erangan yang sejak tadi ia tahan tiba-tiba meluncur begitu saja. Sialnya, sentuhan itu terlalu nikmat untuk ditahan. Terlebih saat jari-jari nakal itu berani menelusup masuk ke dalam miliknya. Semakin lama semakin cepat hingga napas Yura hampir terengah-engah.

Panggil aku Gin,” titah Tuan Gin dan Yura mengangguk paham. Isi kepala wanita itu semakin buyar tatkala merasakan bahwa ada sesuatu yang memuncak ingin meledak. Kedua pahanya spontan menjepit dan telapak kakinya seakan dialiri sengatan listrik.

I—iya .... Gin! Ah! Please!”

Kau menikmatinya, hm?” tanya Tuan Gin lalu mendaratkan bibirnya diceruk leher Yura. Gerakan tangannya berhenti dan kini berpindah pada perutnya membuat wanita itu ingin melayangkan protes. Sebentar lagi ia akan sampai tapi Tuan Gin justru mempermainkannya.

Tak akan kubiarkan kau menikmati, sebelum kau puaskan aku!” ucap pria itu langsung membungkam bibir Yura.

"Emmph...!"

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Arini Asrini
bagus kak.. ceritanya konsisten seru.
goodnovel comment avatar
Martha tya
uahhh jadi pengen beli seblak thor maksudnya ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status