Laura menjawab dengan sebuah anggukan kecil, meskipun dia tahu Dave kadang mungkin akan marah tapi ia hanya bisa pasrah saat mengungkapkan keinginannya. "Tunggu setelah ada orang yang mengganti aku untuk menjaga mu," Dave menegaskan.Ketika keduanya sedang berbicara serius, tiba-tiba saja panggilan masuk ke dalam ponsel Laura. Melihat id penelpon membuat ia sangat terkejut. "Ka Larisa?" Pekik Laura dalam hati, perasaan dia mulai tidak enak, karena pasti kakaknya akan menyuruh dia untuk segera menjauh dan melepaskan Dave. Dave yang masih berdiri menatap penuh selidik, saat melihat wajah Laura terlihat panik sampai terdiam. "Siapa yang menghubungi mu?" Satu pertanyaan Dave menyadarkan Laura dari lamunannya, lalu berusaha tetap tenang seolah tidak ada apa-apa. "Ah, ini bukan siapa-siapa hanya teman ku Tasya bertanya kapan akan masuk kerja," Jelas Laura terpaksa berbohong, sampai tak berani menatap wajah Dave karena merasa bersalah. Wajah Dave terlihat sangat masam, ketika mendengar
Waktu terus berlalu, sampai malam pun tiba. Nyonya Marina dan tuan Handoko diam-diam melihat Dave dan Laura di balik jendela. Kedua paruh baya itu terlihat sangat senang, saat melihat putra sulungnya akhirnya mau menunggu dan menemani Laura yang masih dalam kondisi belum stabil. "Ayah lihatlah, semoga saja setelah Laura memberikan pengorbanan pada Dave, dia akan bisa mencintainya dengan tulus," Ucap Nyonya Marina menatap penuh harap. Sebagai seorang ayah, tentu saja Handoko juga berharap sangat banyak tentang kemajuan hubungan mereka berdua. "Tentu saja Bu, ayo sekarang kita pulang dulu, biarkan mereka memiliki waktu berdua," ajak Handoko. Nyonya Marina setuju, dia hanya patuh dan mereka berdua pergi dari sana. Tanpa ingin menganggu. Larisa pun tak ingin absen saat melihat kedua paruh baya itu, dia sengaja melihat juga. Darahnya mendidih, saat melihat Dave sampai tertidur di samping Laura padahal dulu pria yang dia tahu jelek di tolak mentah-mentah. Malah sekarang rasanya begit
Dave mendengus kesal, dia melepaskan cengkraman tangannya. Sampai membuat Larisa hampir terjatuh tapi beruntung wanita itu masih bisa mengendalikan keseimbangan tubuhnya. "Huks!huks!" Wajah Larisa membiru sampai di terbatuk-batuk karena nyaris saja tidak bisa bernafas. "Astaga! ternyata benar tuan Dave sangat kejam, aku tidak boleh menyerah dia harus menjadi milik ku lagi," Kekeh Larisa dalam hati. Lalu segera mengubah wajah kesalnya menjadi sebuah senyuman manis. "A-aku tahu sesuatu tentang Laura, jika tuan bersedia bagaimana kalau kita bertemu di sebuah kafe malam ini," Pinta Larisa dengan nekadnya. Mendengar perkataan Larisa, Dave hanya merespon dengan senyuman miring. "Ck, kau pikir aku ada waktu untuk mu," Decih-nya. Larisa mengerucutkan bibir, dia tidak percaya jika Dave yang pertama kali dia temui sangatlah begitu mengagumi dirinya berbeda dengan sekarang. "Iya, anggap saja. Aku meminta maaf.."Ketika mereka berdua sedang berbicara serius, terlihat seorang Rio yang sengaj
Satu pertanyaan yang di lontarkan oleh Deril memecahkan keheningan di gedung berbau obat-obatan itu, Bahkan suasana di sana terasa sedikit memanas. "Masih berpura-pura kamu menyukai Laura kan Deril?" Dave menatap tajam pada sang adik, Deril membeku, wajahnya memucat dan terlihat keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Nyonya Marina yang sedang duduk di kursi tunggu segera beranjak, lalu membujuk Dave agar tidak mementingkan egonya. "Nak! istri mu sedang dalam masa kritis, biarkan Deril membantunya, tidak ad jalan lain lagi." Dokter yang sudah tidak punya banyak waktu, dia memberanikan diri untuk memastikan keputusan keluarga Farmosa yang sangat di butuhkan saat ini. "Bagaimana tuan? pasien sangat kritis?" Dave mendengus kesal, matanya memerah tak ingin sampai Laura lebih kritis karena telah mengorbankan diri untuknya membuat ia tidak punya pilihan lain selain terpaksa menerima tawaran sang adik. "Baik, aku akan ijinkan tapi kamu jangan berpikir yang macam-macam Deril!"
Dave dan keluarganya terkejut, saat mendengar jika Laura saat ini sedang membutuhkan donor darah. Membuat mereka semakin cemas. "Siapa yang memiliki golongan darah O sepertinya hanya keluarganya saja, ibu akan coba hubungi keluarganya," Nyonya Marina segera meraih ponsel dan mencoba menelpon Bu Widia dan pak Bastian. Dave merasa sedikit gagal, karena di malah membiarkan Laura untuk menjadi tamengnya. Padahal dia sama sekali tidak mengharapkannya. "Semoga saja mereka segera kemari," Oma Nena terlihat sangat cemas. Dan dia juga sedikit khawatir jika nanti keluarganya sampai kecewa karena telah gagal menjaganya. Dave hanya menatap ke arah pintu ruangan yang penuh ketegangan itu. Lagi dan lagi merasa sedikit gagal karena malah Laura yang terluka. Davin dan Merry yang ikut duduk di sana, mereka terlihat sangat senang bahkan sangat berharap jika Laura bisa tidak tertolong. "Sayang, aku berharap Laura tidak bangun lagi," Bisik Merry tersenyum licik. "Kau benar sayang, semoga
Beberapa jam kemudian, Dave berjalan setengah berlari dengan beberapa suster mendorong brankar saat melihat Laura yang terbaring lemas tak berdaya. Wajah cantiknya tampak pucat, darah terus mengalir saat punggung mengalami luka tembakan. Membuat Dave sedikit panik. Karena apa yang terjadi pada Laura seharusnya menimpa padanya. Sesampainya di ruang UGD, para suster itu memberanikan diri untuk menyuruh Dave menunggu saat Laura akan di beri tindakan medis. "Maaf tuan, anda tidak bisa ikut masuk, biarkan Dokter dan kami yang menangani pasien," Sesal sang suster dengan penuh hormat. Dave terpaksa mematuhi aturan itu, tapi dia juga menegur wanita berseragam serba putih itu agar menyelamatkan Laura, apa lagi saat ini ada pewaris utama keluarganya. "Tuan tidak perlu cemas, kami akan memberikan yang terbaik," kata sang suster penuh hormat lalu segera menutup pintu. Dave hanya menghela nafas kasar, lalu terduduk lemas. Saat mengingat Laura begitu nekad menaruhkan nyawa untuknya.