Layla menata piring, sendok, dan gelas di atas meja makan setelah memasak sup. Ia mencuci tangan, lalu melangkah ke ambang pintu.Lorong menuju ruang kerja Arsen terasa sepi, ia tidak tahu apa Arsen masih bicara dengan asistennya atau sudah selesai?Dia sangat sibuk sejak pagi. Arsen mengatakan bahwa cutinya terpaksa harus dikurangi. Dia akan pergi ke kantor mulai besok, tepat di hari Senin.Dia memang tipe direktur workaholic yang gila kerja.Layla bisa memaklumi hal itu, apalagi Arsen terbiasa bekerja keras. Dia telah menjadi direktur dan sangat penting untuk mengawasi kinerja para karyawan secara langsung.Dari apa yang Layla perhatikan, Arsen sangat kompeten dalam pekerjaannya. Dia mampu menyelesaikan masalah dengan baik, tanpa harus bertele-tele dalam mengecek ini-itu.Arsen menguasai benar bidang pekerjaannya, jadi dia selalu tahu apa yang harus dilakukan agar performa perusahaan bisa meningkat. Jika ada kecurangan seperti penggelapan dana, Arsen langsung bertindak dan tidak memb
Layla memutar-mutar cincin pernikahan di jari manisnya sambil menatap bunga-bunga yang telah disiram. Pandangannya beralih ke garasi yang kosong—Arsen sedang pergi untuk menemui Olivia.Layla tidak sengaja mendengar pembicaraan Arsen dan Olivia di telepon. Mereka membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan hadiah ulang tahun.Apakah Olivia akan berulang tahun sebentar lagi?Ia membayangkan kalau Arsen tidak akan tinggal di rumah dan pergi bersama Olivia untuk merayakan ulang tahun wanita itu dengan meriah. Yah, skenarionya mungkin tidak akan jauh-jauh dari itu. Mereka sepasang kekasih yang saling mencintai dan sudah bersama cukup lama.Layla berhenti memutar cincin pernikahannya dan menghela napas berat. Berusaha untuk tidak memikirkan hal-hal yang akan menyakiti perasaannya, ia memutuskan kembali ke dalam rumah untuk membuat teh.Layla melirik jam dinding, setengah jam lagi sebelum jam empat sore. Sebelum pergi, Arsen mengatakan bahwa latihan mereka tidak batal, jadi Layla hanya perlu
Layla tersenyum menatap bekal makan siang yang sudah ia siapkan untuk suaminya.Dua hari terakhir berlalu dengan bahagia—Layla bahkan tidak tahu apa kata bahagia itu sudah cukup untuk mendeskripsikan perasaannya? Hatinya terasa berbunga-bunga.Jadi pagi ini, Layla membuatkan bekal istimewa, sesuai dengan suasana hatinya yang cerah.Layla tidak memberitahu Arsen lebih awal, sebab ia ingin mengantarkan langsung makanannya ke kantor Arsen.Setelah memesan taksi secara online, Layla tidak bisa berhenti tersenyum ketika menatap jalanan yang mengarah ke perusahaan Arsen. Ia tidak bisa menebak bagaimana reaksi Arsen, tetapi ia harap pria itu bisa menikmati masakan buatannya.Layla melangkah tenang ke pintu perusahaan, tidak ingin rasa bahagianya terlalu kentara. Para karyawan yang lewat menyapanya dengan ramah dan Layla membalas sekenanya. Ia langsung pergi ke ruangan Arsen—sama sekali tidak memberitahukan kedatangannya pada pria itu."Oh Nona Layla?"Suara yang tidak asing memasuki pendengar
Ada yang aneh dengan Layla.Gadis itu seolah berusaha menghindarinya. Tidak di kamar, di ruang tamu, atau tempat mana pun di rumah ini. Setiap kali mereka berada di ruangan yang sama, Layla selalu memiliki alasan untuk pergi—menjauhinya.Ketika Arsen memperhatikan wajah istrinya, dia terlihat begitu lesu seolah tidak tidur. Pagi ini, ia memberanikan diri untuk bertanya apa yang terjadi, tetapi Layla hanya menggeleng dengan senyum tipis. Dia sama sekali tidak menatap mata Arsen.Arsen tahu benar ada yang salah, tetapi Layla tidak mau jujur padanya.Apakah karena kemarin?Kejadian saat Layla datang ke kantor untuk memberinya bekal makan siang, tetapi suatu hal membuatnya mengurungkan niatnya.Meskipun Arsen menebak kalau penyebabnya adalah kehadiran Olivia di ruangannya, jelas ia tidak tahu apa masalah sebenarnya sampai Layla sendiri yang memberitahunya.Ia tidak tahu apa saja yang Layla lihat, tetapi ia ingin gadis itu memberitahunya secara langsung. Agar ia tahu kesalahannya. Agar ia
Lembayung menggantung di langit ketika Layla keluar dari toko buku. Puncak-puncak pepohonan tampak bersinar keemasan diterpa cahaya matahari sore.Setelah berjam-jam memilih di semua rak, Layla akhirnya membeli tiga buku. Ia harus memiliki beberapa bacaan untuk mengalihkan pikirannya.Ia merasa sangat bingung sekarang.Masalah perasaannya dengan Arsen, kemudian masalah Olivia dan selingkuhannya. Bagaimana ia membuktikannya? Arsen sepertinya tidak pernah meragukan kesetiaan Olivia, mengingat mereka telah bersama selama bertahun-tahun.Layla duduk di salah satu bangku jalan dan menghela napas. Hatinya dipenuhi perasaan gundah. Ia memang ingin menjauhi Arsen, tetapi setiap kali memperhatikan wajah suaminya, ia jadi tidak tega.Tetapi sakit hatinya...Apakah ia hanya mencoba menyiksa dirinya sendiri?Layla termenung saat menunggu taksi yang tak kunjung datang, lalu tiba-tiba sebuah tepukan terasa di pundaknya. Layla berjengit dan spontan menoleh. Wajah sumringah Randy seketika memenuhi pa
Arsen termenung menatap makanan yang tersaji di atas meja.Semuanya masih hangat, dan itu berarti belum lama sejak Layla membuatnya. Gadis itu sudah tidur di kamar mereka, entah benar-benar tidur atau hanya berpura-pura.Layla menghindarinya.Dia tidak mau bicara dengannya.Embusan napas berat keluar dari mulut Arsen. Ia merasa tidak berselera untuk makan sendirian, tetapi tidak mungkin ia membuang-buang makanan yang telah Layla sajikan untuknya.Arsen masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Semuanya menjadi lebih buruk sekarang. Ia bahkan tidak bisa bertanya, sebab Layla terus menghindarinya. Kalau pun mereka berada dalam satu tempat, Layla hanya akan menjawab singkat tanpa menatapnya.Arsen memijat batang hidungnya dengan frustrasi. Malam itu, ia makan sendirian dan berusaha keras menghabiskan makan malam yang telah Layla siapkan. Setelahnya, Arsen memutuskan untuk pergi ke ruang kerjanya.Arsen mengambil sebotol anggur dari dalam laci dan menatap bulan purnama yang bersinar t
"Dor!"Layla berjengit terkejut dan hampir jatuh ke belakang. Kiran dengan cepat menahan tubuhnya, lalu menampilkan cengiran bersalahnya."Maaf, aku kira Kak Layla mendengarku masuk?"Layla menggeleng dan mengusap dadanya. "Astaga, aku hampir mengalami serangan jantung.""Maaf, hehe."Layla menghela napas dan kembali duduk di tepi tempat tidur. Tidak Arsen, tidak Kiran, mereka semua selalu membuatnya terkejut. Ia sedang merapikan baju Arsen saat Kiran tiba-tiba muncul dan mengagetkannya.Kiran telah memberitahukan kedatangannya lewat telepon, tetapi Layla tidak menyangka dia akan datang sore ini juga."Apa yang Kakak lakukan? Sedang merapikan baju kak Arsen, ya?" tanya Kiran seraya mengambil tempat di depan Layla. Ia memperhatikan beberapa kaos dan kemeja yang Layla gantung."Iya," jawab Layla, dengan cekatan membereskan semuanya. "Bagian bawah agak berantakan jadi aku merapikannya.""Sungguh istri yang sangat perhatian dan baik, ya," komentar Kiran dan Layla merotasikan bola matanya.
"Aku ingin gaun, Arsen. Gaun dari desainer ternama. Bagaimana?"Olivia menatap Arsen, tetapi pria itu sama sekali tidak menatapnya. Matanya terpaku pada ponsel di tangannya.Olivia seketika cemberut. "Arsen?! Kau mendengarku, tidak?!"Sebuah sentuhan di bahu Arsen membuat pria itu menoleh. Alisnya berkerut dan ia menatap Olivia yang berdecak kesal."Ada apa?" Arsen bertanya bingung."Kau tidak mendengarku? Mulutku sudah berbusa sejak tadi!" decaknya sambil melipat kedua tangan di depan dada.Arsen menghela napas. "Maaf, aku harus mengirim berkas pada Marlon. Tidak bisakah kau menunggu sebentar saja?"Olivia hanya merotasikan bola matanya dan memalingkan wajah.Arsen sebenarnya berniat untuk menyelesaikan semuanya, tetapi Olivia bersikeras agar Arsen segera menemuinya. Arsen sempat mengira ada sesuatu yang terjadi, tetapi nyatanya Olivia baik-baik saja. Sekarang, ia harus mengirim berkasnya di apartemennya, namun Olivia masih saja tidak sabaran.Dalam beberapa minggu terakhir saat Arse