Share

Ch. 7 Mencari Harapan Kecil

last update Last Updated: 2023-12-30 20:07:01

"WOY YANG BENER AJA, YOS!!"

Agatha menepuk jidatnya dengan gemas, sementara teman-temannya yang lain berteriak seraya menimpuki Yosa dengan membabi-buta.

"Nah kan apa gue bilang? Pasti nggak bener ini sarannya!" Omel Gladys yang belum mau berhenti menimpuki Yosa.

"Andai bisa segampang itu mah nggak masalah, tapi kan ini nggak bisa segampang itu!" Agatha akhirnya berkomentar, kepalanya malah jadi bertambah pusing.

"Tau tuh! Lagian apa si om dokter bakalan mau sama elu?" Jessy menonyor kepala Yosa, terlihat juga bahwa dia sama gemasnya dengan yang lain.

"Eh jelas mau lah! Gue nggak kalah cantik kok sama Agatha!" Yosa melotot tidak terima, dia tidak sejelek itu!

"Udah udah!" Agatha melerai, kalau tidak bisa terus-terusan mereka saling toyor dan beradu argumen. "Sekarang gue kudu gimana nih? Seriusan gue belum pengen kawin."

Suasana sontak hening, kembali pada mode serius setelah melihat ada bayangan bening di mata jernih Agatha.

"Sekalipun calonnya perfect begini, Tha?" Yosa menatap Agatha serius lalu melonjak beberapa detik kemudian karena Gladys menimpuk bahunya.

"Bodo amat mau dia kek, Angga Yunanda, Rizky Nazar, sampe Nicholas Saputra sekalipun, intinya gue belom pengen kawin!" Tegas Agatha lantas menyeka bulir air mata yang jatuh dari pelupuk mata.

Ketiga temannya saling pandang, mereka kompak menghela napas panjang bersamaan. Sementara Agatha sibuk menyeka air mata yang secara tiba-tiba membajiri wajah.

"Gue paham gimana posisi elu, Ta. Elu pengen jadi dokter kayak nyokap-bokap elu, kan?"

Agatha mengangguk, sekali lagi sambil menyeka air mata.

"Jadi dokter itu nggak gampang, Jes! Meskipun banyak yang bilang kalo turunan pureblood bakalan lebih mulus jalannya, tapi gue pengen bisa tanpa harus pake bayang-bayang nama ortu gue, apalagi cuma ndompleng nama suami."

Ketiganya diam menyimak dengan serius. Hanya Gladys yang terlihat bergerak mengambil tissu dan menyodorkan benda itu ke depan Agatha.

"Gue masih pengen kayak anak-anak muda seumuran gue yang lain, kayak kalian. Masih bisa seneng-seneng dengan beban kewajiban cuma kuliah doang, bisa nongkrong sana-sini pergi kemana aja yang gue mau. Bisa gue kayak gitu kalo udah kawin nanti? Nggak bakalan bisa, kalian ngerti kan?"

Masih hening. Tidak ada yang berani menjawab. Hanya anggukan kepala yang menjadi tanda bahwa mereka mendengarkan dan menyimak apa yang Agatha katakan, sekaligus membenarkan kalimat itu juga.

"Nah! Ini yang berat buat gue! Nggak pernah gue bayangin kalo gue kudu banget kawin semuda ini sama cowok yang gue nggak kenal betul luar-dalemnya."

Jessy tersenyum getir, ia mencengkeram lembut bahu Agatha, membuat Agatha memalingkan wajah menatap ke arahnya.

"Kalo gitu, coba elu ngomong lagi sama nyokap, Tha. Jangan pake emosi. Coba ajak ngomong pake kepala dingin, sambil bercanda kayak biasanya gitu. Siapa tau dengan begitu nyokap elu luluh dan batalin perjodohan elu, Tha."

Agatha tersenyum, kepalanya terangguk dengan jemari menyeka air mata.

"Iya, mungkin bener saran elu ini. Harus dengan kepala dingin tanpa emosi." Agatha membenarkan, selama ini ia selalu menantang mamanya adu urat tiap membahas perihal perjodohan. Siapa tahu dengan saran Gladys, mamanya bisa berubah pikiran.

"Semangat! Goodluck, Tha!" Ujar Gladys dengan senyum manis.

Bukan hanya Gladys, dua teman mereka pun turut tersenyum dengan kepala terangguk. Hingga beberapa menit kemudian, gantian Jessy yang menyentuh lengan Agatha, membuat Agatha menatap ke arah Jessy.

"Nyokap elu bener-bener nggak cerita, Tha, apa alasannya dia jodohin elu semuda ini? Pasti dia punya alasan, Tha! Dan elu sama sekali nggak dikasih tahu?"

***

'... Masih mau lanjut PPDS, kan?'

Kalimat itu terus terngiang-ngiang di kepala Kelvin. Sebuah ancaman yang sama sekali tidak bisa membuatnya berkutik. Tentu ia ingin sekali bisa melanjutkan pendidikan hingga menjadi seorang dokter spesialis. Untuk lanjut pendidikan, biayanya tidak sedikit! Bukan hanya perlu biaya pendidikan, Kelvin juga bakalan butuh biaya untuk hidup sehari-hari karena nanti begitu resmi menjadi seorang residen, maka akan kehilangan pemasukan karena SIP-nya dicabut selama menjalani pendidikan.

"Kenapa mama jadi begini, ya? Tumben gitu!" Desis Kelvin pada dirinya sendiri. Ia hanya seorang diri di salah satu sudut rumah sakit, duduk seraya memandangi lalu lalang orang.

"Karin bawa Yudha aja baru sekali langsung dapet ACC kawin dari mama, papa sekaligus. Nah masa gue nggak bisa gitu juga?"

Tentu sangat tidak adil sekali jika 2 saudara kelvin yang lain bisa bebas menikahi orang yang mereka cintai sedangkan Kelvin, ia harus dijodohkan seperti ini?

"Apa gue ini cuma anak angkat? Atau jangan-jangan ... mereka punya proyek mau bangun rumah sakit? Jadi gue kudu banget kawinin anaknya?"

Kelvin mulai berasumsi kesana-kemari. Ini sungguh diluar kebiasaan Dewi! Kelvin bahkan sampai tidak bisa mengenali mamanya sendiri ketika ia mengabarkan perihal perjodohan itu.

"Gue pikir, Brian itu udah cowok paling ngenes sedunia karena naksir Karina bertahun-tahun dan berujung malah kawin sama orang lain, eh ternyata gue yang lebih ngenes timbang dia!"

Bukan salah Kelvin kalau ia menjadi iri pada sahabatnya itu. Meskipun sempat hancur lebur karena ditinggal Karina kawin, sekarang dia sudah menemukan pasangannya! Menemukan gadis yang ia cintai yang tak lain dan tak bukan adalah sahabat baik Karina. Nah Kelvin? Belum sempat menemukan gadis yang membuat hatinya bergetar, eh dia sudah harus pasrah dijodohkan dengan entah siapa itu.

"Nggak apalah kalo kudu ngawinin dia. Sapa tau bener mama sama papa mo bikin rumah sakit. Masalah hati, dipikir nanti-nanti aja. Penting gue lanjut spesialis."

Kelvin mencoba membesarkan hati. Meskipun dalam hatinya ia masih belum terima, tapi Kelvin bisa apa?

"Kalo mama bisa halalin segala cara buat dapetin apa yang dia mau, kenapa gue nggak bisa?"

***

"Hah, mau pulang, Bang?" Karina membelalak ketika Kelvin kembali masuk ke ruang rawat inapnya.

"Iya mau pulang aja. Takut ntar malah ribut sama mama, Rin." Jawab Kelvin sambil tersenyum kecut.

"Tapi kamu belum ada sehari loh. Nggak pengen ketemu bang Brian?" Karina mengerti suasana hati Kelvin sedang tidak baik, tapi pulang dengan suasana hati tidak baik tentu malah membuatnya kepikiran.

"Udah ketemu tadi sama dia. Dah lah, kapan-kapan deh kesini lagi, jengukin ponakan. Abang balik dulu aja." Kelvin mengacak rambut Karina dengan gemas, kembali senyum getir ia sunggingkan di wajah.

"Okelah kalo gitu. Ti-ati di jalan. Kabari kalo udah sampe." Pesan Karina yang tidak tega melihat mendung di wajah sang kakak, tidak peduli semenyebalkan apa Kelvin ini.

"Jangan lupa, kalo kamu dapet info, siapa yang mau mama jodohin ke aku, kamu kabarin aku ya? Ntar kuisiin saldo Sh*pee pay kamu."

Mata Karina sontak berbinar cerah, "Beneran loh?" Siapa yang tidak mau diisikan saldo untuk belanja online?

"Bener! Kapan sih aku boong, Rin? Tapi kudu akurat ya infonya?"

Karina tersenyum dengan anggukan kepala cepat. Kelvin pun ikut tersenyum, kali ini sebuah senyum manis khas Kelvin yang selama ini Karina kenal.

"Baik-baik ya, kamu udah jadi ibu sekarang. Jangan kebanyakan pecicilan." Pesan Kelvin yang entah mengapa membuat hati Karina bergetar. "Do'ain abangmu ini, moga aja mama cuma bercanda. Oke?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kontrak Pernikahan Suami Dokter Dadakan   Ch. 125 Closing

    Lima tahun kemudian .... "Ziel, ayolah Sayang, kita harus berangkat sekarang!" Namira berteriak, ia memulas lisptick dengan terburu lalu meraih tas dan kunci mobil yang tergeletak di atas meja. Dengan tergesa-gesa ia melangkah keluar kamar, hendak berbelok ke kamar Ziel ketika bocah itu sudah lebih dulu muncul dengan seragam biru-putih dan dasi kupu-kupu. "Siap hari pertama sekolah?" Tanya Namira dengan bersemangat. "Siap dong, Ma! Berangkat sekarang, kan?" Senyum Ziel merekah, senyum yang merupakan warisan dari Dimas ada di wajah itu. Namira mengangguk pelan, ia meraih tangan Ziel dan melangkah bersama keluar dari rumah. Nampak wajah mereka berbinar cerah. Hari ini hari pertama Nazriel Dewangga Putra bersekolah. Tentu bocah lima tahun itu sangat excited sekali, terlebih sang mama sampai menukar shift jaga hanya demi mengantar dan menunggui Ziel di hari pertamanya sekolah. "Nanti pulangnya makan steak ya, Ma?" Ocehnya sambil naik ke atas mobil. "Boleh, yang deket tempat kerja p

  • Kontrak Pernikahan Suami Dokter Dadakan   Ch. 124 Extra Part Namira

    Namira melangkah keluar kamar, ia hendak ke kamar mandi ketika lamat-lamat bayangan tubuh itu mencuri atensinya. Langkah Namira terhenti, ia menoleh dan mendapati di teras rumah, Dimas, lelaki yang kini berstatus suaminya itu, tengah menjemur cucian di sana. Alis Namira berkerut, bukankah Dimas baru pulang jaga? Namira pikir dia tengah membersihkan diri dan makan di meja makan, rupanya ... Namira melangkah mendekat, ia baru saja hendak memanggil Dimas ketika suaminya itu lantas menoleh lebih dulu. "Loh, kamu bangun? Ziel bobok?" Tanya Dimas sambil tetap melanjutkan pekerjaannya. "Mau pipis tadi. Aku pikir kamu mandi apa makan gitu. Kenapa malah jadi nyuci?" Tanya Namira lalu membungkuk dan hendak membantu sang suami menjemuri pakaian-pakaian bayi itu. "Et!" Dimas mencekal tangan Namira. "Tadi mau pipis, kan? Sana pipis dulu! Nggak bagus nahan pipis."Namira tersenyum, ia urung membantu suaminya dan segera melangkah masuk kedalam rumah setelah mencubit gemas perut Dimas. Ia berge

  • Kontrak Pernikahan Suami Dokter Dadakan   Ch. 123 Hidden Scene (Permintaan Terkahir)

    "Kenapa ini?"Handira meletakkan pulpen di meja, ia segera menjawab panggilan yang Dimas layangkan padanya. "Kenapa, Dim? Ada masalah?"Handira hendak kembali serius dengan jurnal yang tengah dia baca ketika kemudian Dimas bersuara dengan nada yang cukup serius. "Saya berubah pikiran, Dok."DEG!Jantung Handira seperti hendak meloncat dari tempatnya. Ketakutan itu mendadak menyergap hati Handira dengan begitu kuat. Ada apa ini? Kenapa Dimas tiba-tiba berubah pikiran? "Berubah pikiran yang bagaimana?" Tanya Handira dengan nada panik. Jangan bilang kalau .... "Saya berubah pikiran, Dok. Saya mau izin sama Dokter bahwa saya mengundurkan diri dari misi ini. Kalaupun nanti menantu Dokter dan Namira berpisah, itu bukan karena saya membantu Dokter, tetapi karena saya benar ingin serius dengannya dan menarik dia dari belengu yang dibuat oleh menantu Dokter sendiri."Hening! Handira mengerjapkan matanya, ia tidak salah dengar, kan? Apa yang tadi Dimas katakan? Dia bilang bahwa .... "Ka-k

  • Kontrak Pernikahan Suami Dokter Dadakan   Ch. 122 Hidden Scene (Bonus)

    Handira tertegun, ia meletakkan ponsel di atas meja. Matanya memerah. Ingin dia meledakkan tantis saat ini juga. Namun tidak di tempat ini. Info yang masuk ke dalam ponsel dan emailnya adalah valid! Semua data dan infromasi yang dia terima juga bukan dari orang sembarangan. Handira harus segera bergerak, sebelum semuanya hancur berantakan! "Ya ampun, Gusti!" Handira mendesis perlahan. Segala macam rasa sedih, marah dan kecewa menyeruak dalam hatinya. Belum lagi perasaan bersalah itu ... Semua bergumul menjadi satu dan menghajar Handira dengan begitu luar biasa. Tidak! Ini bukan tentang penyakit mematikan yang dia derita! Tetapi ini tentang Agatha. Putri semata wayang yang begitu dia cintai. Bayangan senyum manis dan gelak tawa wajah itu terbayang di dalam pikiran Handira, hanya beberapa detik karena kemudian bayangan itu digantikan oleh bayangan wajah berurai air mata dengan tangis yang menyayat hati Handira. Handira menarik selembar tisu, ia menyeka air mata yang tak kuasa ia b

  • Kontrak Pernikahan Suami Dokter Dadakan   Ch. 121 Happy Ending

    "Welcome home, Adel!"Kelvin membuka pintu kamar mereka lebar-lebar, mempersilahkan Agatha yang tengah menggedong Adel masuk terlebih dahulu ke dalam. Koper yang dibawa Handira sudah berpindah ke dalam ruang laundry, kini ia menyusul Agatha dan cucunya masuk ke dalam kamar. "Bobo sini, ya?" Dengan perlahan Agatha menurunkan Adel dari gendongan, membaringkan bayi menggemaskan itu ke dalam boknya. Sebuah bok yang Kelvin beli dan rakit sendiri beberapa minggu yang lalu. Saksi bahwa Kelvin sangat antusias sekali menyiapkan segala macam keperluan untuk menyambut gadis kecilnya yang cantik dan menggemaskan. "Lepas aja itu bedongnya, gerah siang-siang begini dibedong." Handira menatap Adel dari sisi kiri, nampak rona bahagia itu abadi di wajahnya. "Iya-iya, Ma. Ini Thata lepas." Agatha segera menuruti perintah mamanya, dengan lembut dan perlahan bedong itu dia lepas. Handira tersenyum, ia menarik kain bedong itu dan membawanya dipundak. Matanya belum mau lepas menatap wajah cantik dan

  • Kontrak Pernikahan Suami Dokter Dadakan   Ch. 120 Wejangan dari Ahmad

    "Aduh-aduh si Gemoy!"Ruang inap Agatha jadi riuh. Sore hari, Dewi dan Ahmad benar-benar datang. Bahkan papa mertuanya itu masih sangat rapi karena pulang mengisi simposium langsung terbang demi melihat cucunya. "Adel, Ma. Namanya Adel!" Desis Kelvin merevisi, Kelvin sendiri sudah dengan setelan scrub, ia izin sebentar pada chief residennya untuk menemui Ahmad dan Dewi yang baru datang. "Biarin ih! Panggilan kesayangan kok." Balas Dewi tak mengindahkan. Kelvin mencebik, ia malah jadi macam kambing congek. Tidak ada yang peduli padanya. Semua perhatian tertuju pada Adel! Dia bintangnya sekarang. "Gimana, Tha? Ada keluhan?" Ahmad duduk di kursi yang ada di sebelah bed Agatha, Agatha sendiri duduk di tepi ranjang, tengah memperhatikan bagaimana para nenek itu sedang heboh menggendong cucunya. "Biasalah, Pa. Bekas jahitannya ini." Jawab Agatha sambil tersenyum getir, meskipun tidak sesakit kontraksi atau pas melahirkan, namun tetap saja rasa perih itu sangat menganggu dan membuatnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status