“Dante berada disana,” ucap Brian menunjuk keberadaan Dante yang kini tengah duduk sendirian melepas lelah setelah beberapa jam terakhir ini sibuk mengurus Salma dan persiapan operasi yang akan Aurelie lakukan.Perlu dokter-dokter terbaik yang mengerjakan untuk mempersempit setiap kemungkinan terjadi kegagalan.Sekalipun melegakan akhirnya Aurelie mendapatkan pendonor yang bisa menghentikan sakitnya, beban kekhawatiran yang ada dipundak masih belum mereda karena operasi belum dilakukan.“Pergilah, biar aku yang menemui Aurelie,” ucap Brian.Donna mengangguk, sebelum akhirnya melangkah dibawah hujan salju, menghampiri Dante dengan sebuah keranjang disisinya berselimut pakaian berwarna biru dihiasi beberapa bekuan salju yang hinggap.Kulit Donna meremang sakit, tubuhnya membungkuk memberanikan diri untuk menurunkan sedikit jaket dan topi rajut yang tengah meneduhi bayi dikeranjang itu.Sorot mata Donna berubah dalam sekejap, memandangi kulit kemerahan dibawah cahaya, sepasang mata zambr
Hangat sinar matahari begitu nyata menyentuh kulit, sapuan lembut ilalang menyentuh kaki yang tidak ber-alas. Bergaun putih dengan rambut yang telah memanjang, Aurelie berdiri sendirian ditengah hamparan rumput-rumput liar yang tidak memiliki sedikitpun jejak kaki yang bisa menuntunnya melangkah harus kemanaHanya ada pohon yew yang tumbuh besar tidak jauh dari keberadaanya.Aurelie ingat, akhir-akhir ini dia sering berdiri didekat pohon itu, bertemu dengan Arman yang selalu membalikan badan tidak pernah sekalipun menunjukan wajahnya. Setiap kali mereka berjumpa, Aurelie selalu meminta Arman untuk berbalik, namun jawaban Arman selalu sama, dia mengatakan bahwa Aurelie baru bisa melihat wajahnya setelah Aurelie memiliki pohon yew-nya sendiri.Menginjak ilalang tanpa merasakan sakit apapun apapun, Aurelie melangkah menuju pohon yew itu.Pandangan Aurelie mengedar, mencari keberadaan Arman yang kali ini tidak dia lihat keberadaannya dibawah pohon besar itu, kedatangannya hanya disambut
Kabar kematian Salma yang pergi secara tragis, sepantasnya berselimut duka bagi anak-anak dan orang-orang mengenalinya, namun ini justru sebaliknya. Karena prilaku Salma yang semasa hidupnya penuh dengan kekejian, keculasan yang tidak bermoral, kematiannya justru membangunkan sebuah harapan besar semua orang yang tengah terguncang dalam kekalutan.Kematian Salma bukan musibah, tapi anugerah. Sebuah keajaiban yang telah Tuhan rancang dengan sangat halus, untuk mengakhiri penderitaan yang ia timbulkan pada Aurelie.Semasa hidupnya, Salma tidak pernah benar-benar menjadi seorang 'ibu' untuk Aurelie, mungkin dengan kematiannya dia akan sedikit berguna dan memperbaiki setitik lautan hitam kesalahannya.Dan mungkin, kematiannya adalah satu-satunya hal baik yang pernah ia lakukan dalam hidupnya.Jenazah Salma akhirnya dibawa oleh pihak keluarga, melalui Audrey yang kembali berperan sebagai Aurelie Harper karena dalam surat keluarga hanya nama Aurelie lah yang tercantum.Jenazah Salma dipind
Setelah beberapa menit berbicara dengan Audrey diluar, Veny akhirnya beranjak meninggalkannya sendirian dan memberinya ruang untuk menenangkan diri.“Veny, apa yang kalian bicarakan diluar?” tanya Dante dengan tidak sabaran, perasaanya tidak begitu baik melihat gerak-gerik yang terjadi.Veny tersenyum dengan penuh kelegaan dengan secercah harapan yang tersirat dibinar matanya. Dilihatnya Dante dan Jach bergantian, lalu akhirnya Veny berbicara, “Nona Audrey akan mendonorkan sebagian hatinya untuk nona Aurelie. Saya menjamin dengan donor ini, nona Aurelie pasti akan sembuh.”Kabar melegakan sekaligus menyesakan itu berhasil membuat Jach menutup mulut dalam bekapan kuat. Hatinya mencelos sakit tidak terima dengan keputusan yang akan Audrey ambil.Dante diam terpaku dengan wajah pucatnya, lama pria itu diam seolah tidak percaya dengan apa yang telah ia dengar. Dante bingung, apakah dia harus bersyukur mendengar Aurelie akan sembuh, atau justru khawatir.“Hati itu ada satu, Veny!” jawab Da
“Jangan melihatku!” Jeritan Aurelie terdengar serak dan sarat oleh sakit, gadis itu kembali memuntahkan banyak darah dengan tangan gemetar mengejang berusaha mempertahankan kesadarannya ditengah derita yang harus dirasa. Gumpalan darah keluar dari mulutnya hingga membuat hidungnya tersedak, kepalanya berdengung kesakitan. Seluruh tubuh Audrey menggigil, menyaksikan pemandangan seperti sebuah déjà vu. Begitu familiar dan terbiasa dia saksikan beberapa tahun lalu saat terjadi pada Arman. Saat itu, Audrey hanya bisa berdiri menyaksikan tanpa bersuara, jika dia mendekat hanya untuk membantu, Arman akan mendorongnya dengan kasar agar Audrey menjauh seolah dia tidak layak mendapatkan pertolongan dan hidupnya semakin tidak berguna. Audrey mendekat dengan ragu, menghampiri Aurelie untuk mengulurkan bantuan agar saudaranya sedikit tenang, namun tidak sampai tubuh itu merengkuh Aurelie, saudaranya mendorong Audrey sampai jatuh membentur kusen dan ambruk dilantai. “Jangan mendekat! Ak
Jach tidak tahan jika hanya diam dan melihat dari kejauhan, belum sempat dia keluar, langkahnya tertahan karena kehadiran Dante yang ikut terbangun karena angin dari pintu yang terbuka.Jach mengedikan dagunya, meminta Dante ikut dengannya pergi keluar, menghampiri Audrey yang tengah sendirian.Jach ingin melakukannya sendiri, namun dia ingat dengan janjinya."Tidak, kau saja," jawab Dante.Menyadari kedatangan Jach, Audrey mengusap wajahnya berkali-kali dan tersenyum memaksakan. Sekilas Jach melihat Dante yang berdiri dibalik pintu, memutuskan hanya menjadi pendengar dari percakapan yang akan terjadi.“Sejak tadi, kau terlihat sibuk dengan pikiranmu sendiri,” ucap Jach langsung menyeruakan rasa penasarannya akan sikap Audrey.Audrey meremas permukaan gaun tidurnya dengan kuat, sorot matanya yang berkaca-kaca terlihat gelap diliputi banyak kenangan. "Aku ingin tahu, apa sebenarnya yang ada dipikiranmu saat ini Audrey," ucap Jach lagi, mengharapkan kesediaan Audrey untuk bicara jujur