Dari kejauhan Audrey melihat Brian akhirnya keluar dari ruangan Aurelie, pria paruh baya itu tampak tersenyum dengan penuh kelegaan usai berbicara dari hati ke hati bersama Aurelie.Audrey langsung berbalik dan bersembunyi dibalik tembok begitu sadar Brian terlihat seperti sedang mencari keberadaannya. Audrey tidak ingin berbicara apapun dengan orang tua Dante dalam waktu dekat, setidaknya sampai operasi Aurelie selesai dan dinyatakan berhasil.Setelah memastikan Brian pergi jauh, Audrey memutuskan keluar dari tempat persembunyiannya, namun belum sempat dia pergi, dilihatnya Jach yang sudah lebih dulu masuk ke dalam ruangan Aurelie seorang diri.Jach menghampiri Aurelie yang tengah duduk tenang.“Bagaimana perasaanmu? Apa kau sudah siap?” tanya Jach akhirnya memiliki waktu untuk mengajaknya berbicara berdua sejak terakhir makan malam kemarin. “Aku sudah siap,” jawab Aurelie dengan suara seraknya.Jach mengambil segelas air dan memberikannya. “Minumlah, operasimu masih tiga jam lagi.
Audrey tidak mengenali siapa lelaki paruh baya yang kini datang mengunjungi ruangan Aurelie. Audrey langsung bertanya, “Anda siapa, Tuan?”Senyuman yang ingin Brian tunjukan perlahan memudar, hatinya sungkan menujukan keramahan itu pada orang-orang yang telah dirusak oleh kedua putranya. Apakah masih pantas untuknya tersenyum?Tidak! Tidak sepantasnya Brian bersikap seperti tidak terjadi apa-apa, satu-satunya yang paling pantas Brian pikirkan saat ini adalah meminta maaf terlebih dahulu, untuk menunjukan bahwa dia masih memiliki moral dihadapan dua gadis malang itu. “Saya ayahnya Dante, nama saya Brian Arnaud,” jawabnya dengan kepala tertunduk dan tubuh sedikit merendah seakan tak layak untuk menatap siapapun yang kini berada di hadapannya, Brian terlampau malu dengan penyesalan yang tidak dapat disembunyikan sedikitpun.Bibir Audrey terkatup rapat tidak memiliki kata yang bisa dia sampaikan pada ayahnya Dante yang tiba-tiba datang.Dilihatnya Aurelie yang terlihat tenang tidak menu
“Dante berada disana,” ucap Brian menunjuk keberadaan Dante yang kini tengah duduk sendirian melepas lelah setelah beberapa jam terakhir ini sibuk mengurus Salma dan persiapan operasi yang akan Aurelie lakukan.Perlu dokter-dokter terbaik yang mengerjakan untuk mempersempit setiap kemungkinan terjadi kegagalan.Sekalipun melegakan akhirnya Aurelie mendapatkan pendonor yang bisa menghentikan sakitnya, beban kekhawatiran yang ada dipundak masih belum mereda karena operasi belum dilakukan.“Pergilah, biar aku yang menemui Aurelie,” ucap Brian.Donna mengangguk, sebelum akhirnya melangkah dibawah hujan salju, menghampiri Dante dengan sebuah keranjang disisinya berselimut pakaian berwarna biru dihiasi beberapa bekuan salju yang hinggap.Kulit Donna meremang sakit, tubuhnya membungkuk memberanikan diri untuk menurunkan sedikit jaket dan topi rajut yang tengah meneduhi bayi dikeranjang itu.Sorot mata Donna berubah dalam sekejap, memandangi kulit kemerahan dibawah cahaya, sepasang mata zambr
Hangat sinar matahari begitu nyata menyentuh kulit, sapuan lembut ilalang menyentuh kaki yang tidak ber-alas. Bergaun putih dengan rambut yang telah memanjang, Aurelie berdiri sendirian ditengah hamparan rumput-rumput liar yang tidak memiliki sedikitpun jejak kaki yang bisa menuntunnya melangkah harus kemanaHanya ada pohon yew yang tumbuh besar tidak jauh dari keberadaanya.Aurelie ingat, akhir-akhir ini dia sering berdiri didekat pohon itu, bertemu dengan Arman yang selalu membalikan badan tidak pernah sekalipun menunjukan wajahnya. Setiap kali mereka berjumpa, Aurelie selalu meminta Arman untuk berbalik, namun jawaban Arman selalu sama, dia mengatakan bahwa Aurelie baru bisa melihat wajahnya setelah Aurelie memiliki pohon yew-nya sendiri.Menginjak ilalang tanpa merasakan sakit apapun apapun, Aurelie melangkah menuju pohon yew itu.Pandangan Aurelie mengedar, mencari keberadaan Arman yang kali ini tidak dia lihat keberadaannya dibawah pohon besar itu, kedatangannya hanya disambut
Kabar kematian Salma yang pergi secara tragis, sepantasnya berselimut duka bagi anak-anak dan orang-orang mengenalinya, namun ini justru sebaliknya. Karena prilaku Salma yang semasa hidupnya penuh dengan kekejian, keculasan yang tidak bermoral, kematiannya justru membangunkan sebuah harapan besar semua orang yang tengah terguncang dalam kekalutan.Kematian Salma bukan musibah, tapi anugerah. Sebuah keajaiban yang telah Tuhan rancang dengan sangat halus, untuk mengakhiri penderitaan yang ia timbulkan pada Aurelie.Semasa hidupnya, Salma tidak pernah benar-benar menjadi seorang 'ibu' untuk Aurelie, mungkin dengan kematiannya dia akan sedikit berguna dan memperbaiki setitik lautan hitam kesalahannya.Dan mungkin, kematiannya adalah satu-satunya hal baik yang pernah ia lakukan dalam hidupnya.Jenazah Salma akhirnya dibawa oleh pihak keluarga, melalui Audrey yang kembali berperan sebagai Aurelie Harper karena dalam surat keluarga hanya nama Aurelie lah yang tercantum.Jenazah Salma dipind
Setelah beberapa menit berbicara dengan Audrey diluar, Veny akhirnya beranjak meninggalkannya sendirian dan memberinya ruang untuk menenangkan diri.“Veny, apa yang kalian bicarakan diluar?” tanya Dante dengan tidak sabaran, perasaanya tidak begitu baik melihat gerak-gerik yang terjadi.Veny tersenyum dengan penuh kelegaan dengan secercah harapan yang tersirat dibinar matanya. Dilihatnya Dante dan Jach bergantian, lalu akhirnya Veny berbicara, “Nona Audrey akan mendonorkan sebagian hatinya untuk nona Aurelie. Saya menjamin dengan donor ini, nona Aurelie pasti akan sembuh.”Kabar melegakan sekaligus menyesakan itu berhasil membuat Jach menutup mulut dalam bekapan kuat. Hatinya mencelos sakit tidak terima dengan keputusan yang akan Audrey ambil.Dante diam terpaku dengan wajah pucatnya, lama pria itu diam seolah tidak percaya dengan apa yang telah ia dengar. Dante bingung, apakah dia harus bersyukur mendengar Aurelie akan sembuh, atau justru khawatir.“Hati itu ada satu, Veny!” jawab Da