Home / Rumah Tangga / Kontrak Sandiwara Istri sang CEO / Bab 2 Kelicikan Crish dan Rani

Share

Bab 2 Kelicikan Crish dan Rani

Author: Rindu_Mentari
last update Last Updated: 2024-04-23 08:23:45

Lily merasa tubuhnya lemas, kakinya tak sanggup menopang tubuhnya yang tiba-tiba terasa berat. Air mata Lily mengalir turun deras membasahi pipi mulusnya. Ia terjatuh berlutut di lantai, mengepalkan tangannya. Ingin rasanya ia memekik keras, "Tega kalian padaku!"

"Apa salahku padamu, Mas?" ucapnya dengan penuh lirih.

Lily merasa hatinya teriris mendalam, mengetahui bahwa selama ini ia telah dibohongi oleh orang yang sangat ia percayai. 

"Ternyata selama ini kamu telah membohongiku," ungkap Lily sambil menggigit bibir bawahnya kuat-kuat agar suara isak tangisnya tak terdengar oleh Rani dan Crish yang ada di dalam kamarnya.

Sesal yang mendalam menyelimuti hati Lily. Ia merenung, menatap kosong ke arah depan. 

"Kenapa selama ini aku begitu bodoh?" bisiknya pelan, menyesali kepercayaan yang telah ia berikan kepada orang terdekatnya.

Namun, Lily tak ingin terus terpuruk dalam kesedihan. Ia bangkit, berusaha mengumpulkan kekuatan yang tersisa dalam dirinya. Dalam hati, Lily berjanji akan menemukan kebenaran yang selama ini disembunyikan darinya, dan membuktikan bahwa ia tak mudah dikalahkan oleh pengkhianatan.

Dengan langkah pasti, Lily meninggalkan kamar itu, mengejar keadilan yang selama ini tertutup kabut kebohongan.

Lily berjalan gontai menyusuri koridor kamar, langkah kakinya terasa lemas tak berdaya. Dia merasa setiap sendi tubuhnya terasa begitu berat dan tegang, wajahnya menggambarkan kepedihan hati. Ucapan kedua penghianat itu masih saja terngiang-ngiang di telinganya, menusuk-nusuk naluri dan membuat dirinya merasa tertekan. Matanya menerawang ke tempat yang tak pasti, hatinya yang dilanda kemarahan dan kesedihan mencoba menemukan pelampiasan agar tak larut dalam amarah dan penderitaan.

'Akan aku pastikan kalian menerima balasan yang setimpal dariku!' Kedua tangan Lily terkepal erat. Sorot matanya tajam menyimpan kemarahan yang terus berkobar dalam hati.

Lily pergi menuju kamar yang ada di sudut koridor, ia mengunci kamar itu demi untuk keamanan dirinya.

Lily menghubungi seseorang lewat gawainya.

"Joni, siapkan seluruh laporan keuangan perusahaan. Hari ini aku akan ke kantor," ucap Lily memberi perintah pada seseorang yang bernama Joni.

"Baik, Bu," jawab Joni.

Lily menarik nafas panjang dan menekan tombol 'end call' pada ponselnya. Diam-diam ia merasa berdebar, menyadari pertemuan penting yang tak terelakkan di kantor perusahaan miliknya. Tangan Lily bergerak lincah mengambil tas slempang dan kunci mobil dari gantungan. Ia berlari melewati ruang tamu dan membenahi penampilannya di cermin dekat pintu. Dengan langkah tegap dan ekspresi wajah yang tegar, ia pun siap untuk menghadapi segala tantangan hari ini. 

"Ayo, semangat!" katanya dalam hati sambil mengusap keringat yang mulai mengucur di dahinya.

"Lily?!" pekik Crish terkejut saat ia melihat Lily yang berdiri di ambang pintu ruang kerjanya di kantor perusahaan milik Lily.

Lily tersenyum sinis, matanya memancarkan keheranan saat ia melihat Rani ada di dalam ruangan Crish.

Kemarahan Lily memuncak, memenuhi setiap sudut hatinya, menyebabkan aliran darahnya terasa semakin panas dan cepat. Matanya yang sayu menatap Crish dan Rani silih berganti. 

Dua orang yang menurutnya sangat menjijikan itu berdiri di hadapannya, mencoba menjelaskan segalanya. Namun, tak ada sepatah kata pun yang dapat menenangkan hati Lily.

"Aku akan membalas rasa sakit ini! Tak 'kan kubiarkan kalian hidup bahagia dengan harta yang kumiliki," ujar Lily geram, ia mengepalkan tinjunya hingga kuku-kuku jemarinya menoreh kulit telapak tangannya. Suara gemetar dan penuh amarahnya terdengar beresonansi di dinding kantor yang seharusnya menjadi tempatnya bekerja hari ini.

Namun, sebuah kenyataan pahit kembali menghantam hatinya. Tanpa sengaja ia mendengar percakapan kedua orang yang sangat Lily benci di dalam ruangan presdir yang harusnya ia tempati.

Lily pun melangkah pergi meninggalkan sepasang suami istri itu dalam keadaan marah. Setiap langkahnya terasa berat, seakan membawa beban tak terhingga dari hati yang terluka. Namun ia tak ingin menunjukkan kelemahannya di depan mereka. Ia ingin mereka merasakan penyesalan yang mendalam.

Perasaan Lily campur aduk, antara marah, sedih, dan kecewa. Hatinya hancur. Namun, ia bertekad untuk bangkit dan membalas dendam pada mereka berdua. Ia akan menunjukkan kepada Crish dan Rani bahwa Lily tak akan mudah ditaklukkan. Dengan langkah tegap dan penuh tekad, Lily menjauh dari ruang kerja itu, meninggalkan kenangan pahit yang terus menghantuinya.

Lily berjalan dengan langkah kaki yang mantap meski hatinya tengah terluka dalam.

"Joni, atur semuanya sesuai yang pernah kita bicarakan!" Tegas Lily pada Joni lewat telepon selularnya.

"Baik, Bu," jawab Joni patuh.

"Temui aku di villa," pinta Lily.

Sekali lagi Joni menjawab patuh, "Baik, Bu."

Lily keluar dari area parkir, ia membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke puncak. Lily akan pergi ke villa miliknya di sana sekedar untuk menenangkan diri. Namun, di tengah perjalanan ia mengalami pecah ban.

Lily berusaha keras mengendalikan mobil yang melaju kencang. Keringat dingin membasahi dahi dan jantungnya berdebar kencang. Dalam kondisi panik, ia kehilangan keseimbangan dan kendali pada setir. Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi, mendekati sebuah mobil yang sama-sama kencang dari arah berlawanan.

Saat itu, Lily mencoba memperlambat laju mobil. Namun sia-sia. Tak ada waktu untuk berpikir atau menyesal, hanya teriakan ngeri yang keluar dari mulutnya. Mobil itu akhirnya menghantam mobil di depannya dengan bunyi benturan keras yang menggema di sepanjang jalan menuju puncak.

Bum! Ledakan keras menggemparkan jalanan itu, api dan asap hitam membubung tinggi dari mobil yang terbakar. 

Mobil yang ditumpangi Lily luluh lantak, terbakar dan menghanguskan seluruh body mobil. Rasa takut dan keputusasaan mencengkeram Lily sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri dalam kobaran api yang memusnahkan segalanya.

Kabar berita menyedihkan itu pun memenuhi seluruh beranda sosial media dan berita televisi.

Crish memasang wajah sedih, seolah ia begitu terpukul dengan kecelakaan yang menimpa Lily, istrinya. 

Sedangkan Rani bersembunyi dan melihat Crish dari kejauhan. Mereka memutuskan untuk menyembunyikan hubungannya terlebih dahulu sampai seluruh harta Lily beralih tangan menjadi miliknya.

Rani menatap Crish dibalik kaca mata hitamnya ia menyiratkan sebuah kesenangan yang begitu dalam atas kematian Lily.

Jenazah yang terbujur kaku itu telah meninggalkan kenangan dan kepahitan, Lily telah pergi dengan kondisi jasad yang tak berupa.

 

 

  

 

 

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kaya tapi goblok!! drama bodoh dan menye2mu mengancam nyawamu. mungkin mati lebih pantas utk wanita goblok sepertimu,lily. terlalu gampang dikalahkan,banyak bacot dan suka lari dari masalah. gayamu terlalu sok2an.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 47

    Tubuh Rina membeku saat Crish jatuh tersungkur dengan kepala pecah akibat peluru yang Abraham tembakan padanya. Matanya membelalak lebar dengan mulut yang ternganga karena terkejut. Abraham dengan dingin menatap Rani. "Bawa dia!" Perintah Abraham pada anak buahnya. Dua orang anak buah Abraham menyeret tubuh Rani dengan paksa. Lily melangkah mendekati tubuh Crish yang tak lagi bernyawa. Darah menggenang di lantai kayu gudang yang lembap, menciptakan bau anyir yang menusuk hidung. Ia menatapnya tanpa ekspresi, lalu menghela napas pelan. "Seharusnya kau tahu bagaimana akhirnya permainan ini, Crish," gumamnya dingin. Abraham menyimpan kembali pistolnya, menatap Lily sekilas sebelum berbalik. "Kita harus pergi dari sini." Lily mengangguk. Namun, sebelum mereka melangkah keluar, ponsel Crish yang masih tergeletak di lantai bergetar. Nama di layar membuat Lily langsung meraih ponsel itu. Leonard. Lily menekan tombol jawab dan mendekatkan ponsel ke telinganya. "Kau benar-benar c

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 46

    Rani duduk diam di sudut ruangan kumuh itu, memeluk tubuhnya sendiri seolah berusaha mencari kehangatan dalam dinginnya ketakutan yang menyelimuti dirinya. Waktu terus berjalan, tetapi pikirannya masih berputar tanpa menemukan jalan keluar. "Jika aku menjalankan perintah Lily, aku akan kehilangan segalanya. Tapi jika aku menolak, dia tidak akan membiarkanku hidup dengan tenang." Matanya beralih ke amplop yang masih berada di genggamannya. Jari-jarinya mengusap permukaan amplop itu dengan ragu. Ia tahu, di dalamnya terdapat perintah Lily—perintah yang bisa mengubah takdirnya, entah menuju kehancuran atau kelangsungan hidupnya. Tok! Tok! Suara ketukan di pintu membuatnya tersentak. Jantungnya berdegup kencang saat seorang pria berbadan tegap masuk ke dalam ruangan. Itu salah satu orang kepercayaan Lily. "Waktumu hampir habis, Rani," katanya dengan suara dingin. Rani menelan ludah. Napasnya tersengal. Ia tak punya pilihan lain selain membuat keputusan sekarang. Tapi… keputu

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 45 Pilihan Terakhir Untuk Rani

    Lily melangkah pelan memasuki bangunan reyot yang hampir roboh. Bau busuk menyengat menyambutnya, tetapi ia tak terganggu sedikit pun. Di sudut ruangan yang lembap dan gelap, Rani terduduk dengan tubuh penuh luka. Rambutnya acak-acakan, wajahnya kotor, dan pakaiannya compang-camping. Ia hampir tak terlihat seperti wanita angkuh yang dulu merampas segalanya dari Lily. "Lama tak bertemu, Rani." Suara lembut Lily menggema di ruangan sunyi itu, namun ada nada dingin di dalamnya. Rani mengangkat wajahnya dengan susah payah. Matanya nanar, penuh ketakutan dan kepasrahan. "Lily…" suaranya serak, hampir seperti bisikan. "Tolong… aku… aku tak bisa lagi." Lily tersenyum samar dan berjalan mendekat, lalu berjongkok di depan Rani. "Tolong?" ia tertawa kecil. "Kau tidak ingat bagaimana dulu aku memohon padamu? Bagaimana aku hampir mati karena permainan kotor yang kau lakukan?" Rani menggeleng lemah, air matanya jatuh satu per satu. "Aku salah… aku menyesal… aku bersedia menebus sem

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 44

    Rani menatap bayangannya di cermin mobil. Wajahnya sudah sempurna dengan riasan halus yang menonjolkan kecantikannya. Gaun merah elegan yang membalut tubuhnya seakan menjadi senjata terakhirnya untuk menghadapi Abraham. Namun, jauh di dalam hatinya, ia tahu… Ini sama saja dengan menggali kuburnya sendiri. "Abraham tak mudah didekati, apalagi disentuh," gumamnya sambil menatap gedung bertingkat tempat pria itu berkantor. Tangannya sedikit gemetar saat membuka pintu mobil. Ia sadar, sekali ia melangkah masuk, maka ia tak akan bisa mundur lagi. Langkah demi langkah ia tempuh dengan hati berdebar. Para karyawan yang lalu lalang di lobi meliriknya sekilas, tetapi ia mengabaikannya. "Aku harus melakukannya. Jika aku ingin bertahan, aku harus membuatnya percaya." Sesampainya di depan ruang utama, ia menarik napas panjang sebelum berbicara kepada sekretaris Abraham. "Aku ingin bertemu dengan Tuan Abraham," ucapnya dengan senyum yang ia paksakan. Sekretaris itu menatapnya denga

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 43

    Rani mundur selangkah, ponselnya hampir terjatuh dari tangannya. Napasnya tersengal, jantungnya berdetak kencang. "Tidak... ini tidak mungkin," bisiknya ketakutan. Ia dengan cepat menutup semua tirai apartemennya, lalu berlari ke pintu untuk memastikan kuncinya masih terpasang. Ia bahkan menekan tubuhnya ke pintu, seolah-olah itu bisa melindunginya dari ancaman yang terasa semakin nyata. Notifikasi ponselnya berbunyi lagi. "Jangan buang waktu, Rani. Aku menunggumu." Rani menggeleng, menggigit bibirnya untuk menahan kepanikan. Crish benar-benar serius. Dia masih bisa menjangkaunya, bahkan saat ia berpikir sudah aman. Tangannya mulai berkeringat saat ia mencoba berpikir jernih. Pilihan apa yang aku punya? Jika ia menolak, Crish pasti akan terus memburunya, mungkin lebih dari sekadar ancaman. Tapi jika ia menuruti perintahnya, itu berarti ia harus berhadapan dengan Abraham dan Lily lagi. Dua pilihan, dan keduanya sama buruknya. Ia mendongak, menatap bayangannya di cermin

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 42

    Crish dibawa pergi oleh anak buah Abraham, tapi bahkan saat borgol terpasang di tangannya, seringai puas masih menghiasi wajahnya. Ia dilempar ke dalam mobil, namun sebelum pintunya ditutup, ia menatap Abraham dengan penuh arti. "Kau terlalu percaya diri, Abraham," katanya. "Jangan berpikir bahwa menyingkirkanku akan membuat hidupmu lebih mudah. Karena bahkan di balik jeruji, aku masih bisa menyentuh Lily." Abraham mengepalkan tangannya. "Kau menyentuhnya sekali lagi, dan aku pastikan kau tidak akan pernah melihat dunia luar lagi." Crish tertawa. "Kau pikir aku perlu menyentuhnya sendiri? Dunia ini penuh dengan orang-orang yang bisa dibayar, Abraham. Kau tahu itu lebih baik dariku." Abraham tidak berkata apa-apa lagi. Ia memberi isyarat kepada anak buahnya untuk menutup pintu mobil, lalu mobil itu melaju, membawa Crish ke tempat di mana dia seharusnya berada—penjara. Namun, perasaan tidak nyaman mulai mengusik Abraham. Lily duduk di ruang kerja Abraham, menatap keluar jend

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status