Home / Romansa / Kontrak Sang Pengantin / Bab 39. Bayaran Untuk Kebohongan

Share

Bab 39. Bayaran Untuk Kebohongan

Author: Nyi Ratu
last update Last Updated: 2025-08-08 23:53:38
"Sebentar, Nyonya Boss. Saya telepon suami Anda dulu," kata Yas, tangannya sudah meraih ponsel di atas meja. Namun, Jennie dengan cepat menghentikannya.

"Kalau sampai Gara tahu aku memantau dia dari CCTV, kamu tahu kan akibatnya?" ucap Jennie dengan nada rendah, namun penuh ancaman. Senyum tipisnya membuat Yas merinding.

"I-iya, Nyonya Bos," jawab Yas, menelan ludah. Ia tahu, ketika Jennie sudah mengambil keputusan, tidak ada yang bisa menghentikannya. Bahkan suaminya sendiri. Yas mengangguk pasrah, mengantarkan Jennie ke ruang pengawas CCTV.

Di sana, Jennie meminta rekaman CCTV di ruang kerja suaminya diputar ulang, dimulai sejak kedatangan Gara ke kantor. Saat melihat tayangan itu, jantung Jennie berdebar kencang. Ia melihat Gara yang semula duduk di kursi roda, tiba-tiba berdiri. Berjalan santai, tanpa sedikit pun kesulitan, bahkan sesekali meregangkan otot-ototnya seolah tak pernah mengalami cedera.

Kemarahan memuncak di dada Jennie. Suaminya, Gara, sudah membohonginya lagi. Air ma
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 49. 'Meditasi'

    "Guk...guk...." Jennie menirukan suara binatang, lalu pergi meninggalkan Gara sambil tertawa kecil, melenggang santai menuju kamar mereka.Gara melongo. Ia ditinggal begitu saja. Harga dirinya yang baru saja dipupuk langsung layu sebelum berkembang. Perutnya yang tadi sudah sedikit membaik tiba-tiba terasa melilit lagi. Kakinya terasa seperti jeli."Biggie, aku masih sakit, kamu tidak mau memapah aku?" Gara berteriak pada sang istri yang sudah hampir masuk kamar. Ia terpaksa menelan kembali gengsinya. Kesehatan lebih penting daripada citra macho sesaat.Jennie menoleh dari ambang pintu kamar, wajahnya datar tanpa dosa. "Bukannya tadi kamu bilang udah sembuh ya.""Tapi aku masih lemas, Biggie," Gara berteriak lagi, kali ini dengan nada yang lebih memelas, supaya sang istri yang sudah hilang di balik pintu kamar mendengarnya.Pintu kamar terbuka lagi dengan sedikit kasar. Jennie menjulurkan kepalanya keluar."Aku juga lemas, Gara. Lelah dengan semua drama yang kamu buat itu!" balas Jenn

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 48. Baikan

    Hening.Jennie berdiri membelakangi Gara, punggungnya kaku. Amarahnya belum surut, Gara tahu itu. Setiap detik kebisuan ini adalah hukuman atas kebohongannya. Ia lelah menunggu. Ia harus tahu apakah masih ada yang tersisa di antara mereka.‘Kamu masih cinta aku atau tidak, Biggie?’ batin Gara, menatap punggung istrinya dengan tajam. ‘Kalau masih ada sedikit saja, aku tidak akan pernah melepaskanmu. Apa pun yang terjadi.’Menunggu Jennie luluh butuh waktu. Gara tidak punya kesabaran untuk itu. Sebuah ide nekat terlintas. Bukan ide jahil, tapi sebuah strategi. Cara tercepat untuk meruntuhkan pertahanan Jennie.Tanpa ragu, Gara mencengkeram perutnya."Argh..." Erangan rendah dan dibuat-buat lolos dari bibirnya.Jennie tidak langsung berbalik. Ia pasti mengira ini salah satu trik Gara. Gara menaikkan volume erangannya, menyisipkan nada panik yang meyakinkan. "Sshh... sakit..."Punggung itu akhirnya berbalik. Mata Jennie menyipit, penuh selidik. Namun, melihat Gara yang meringkuk dengan wa

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 47. Meledak Di Mulut

    "Rumah sakit mana, Pak? Abang saya kenapa? Kecelakaan?" tanya Bara cepat, suaranya naik beberapa oktaf. Jennie yang mendengar itu langsung menatapnya dengan ngeri. Dadanya berdebar hebat, kakinya terasa lemas. Gara baru sembuh dari kecelakaan, sekarang harus kecelakaan lagi.“Bukan, Pak, bukan kecelakaan,” jawab suara itu cepat-cepat, “saya pemilik warung yang mengantar bapak ini ke rumah sakit. Tadi beliau pingsan di warung saya setelah makan.”“Pingsan? Gara pingsan? "Bapak siapa?" tanya Bara, masih bingung."Saya Tarno, Pak. Pemilik Warung Bakso Mercon 'Meledak di Mulut'," jawab pria itu."Makan apa?" tanya Bara lagi, berusaha memahami situasinya.Terdengar nada ketakutan dari seberang telepon. “Sumpah, Pak, makanan di warung saya tidak beracun kok, Pak. Saya berani jamin. Jangan tuntut warung saya, Pak. Saya cuma orang kecil.”Bara mengernyit. "Saya tidak bilang makanan Bapak beracun. Saya cuma tanya, memangnya abang saya makan apa di sana?"Pria itu terdengar ragu sejenak sebelu

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 46. Salah Lagi

    Gara tersenyum. Hatinya terasa sedikit lebih lega, seperti tanah kering yang akhirnya disirami embun pagi.Keheningan yang canggung menyelimuti mereka. Suara detak jam di dinding ruang tengah terdengar begitu keras, menghitung setiap detik ketegangan yang belum sepenuhnya sirna. "Kamu mau tidur lagi?" Jennie bertanya dengan suara yang nyaris berbisik, takut salah bicara lagi. Tangannya saling meremas di depan tubuhnya, sebuah kebiasaan yang muncul setiap kali ia gugup. "Kalau mau tidur lagi, di kamar aja. Biar lebih nyaman."Tawaran itu tulus. Jennie tahu punggung Gara sering sakit jika tidur di sofa atau kasur tipis di kamar tamu. Ini adalah caranya untuk mengatakan, ‘Aku ingin kau kembali. Aku ingin semuanya normal lagi.’Gara menggeleng pelan. Rasa lelah masih menggelayut di pelupuk matanya, tetapi amarahnya sudah jauh mereda, berganti menjadi kekecewaan yang dingin. "Boleh aku ke kamar mandi?" Gara juga terdengar canggung. Rasanya aneh harus meminta izin di rumah istrinya sendir

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 45. Misi Berhasil

    “Aku laper, Kak. Kalau ngobrol sama dia nggak ada udahnya. Kapan aku makan kalau ngomong terus.” Anisa tertawa dan diam-diam mengacungkan jempol pada arah kamera.“Apa maksudnya? Suaminya dibilang buaya, tapi dia nggak membela, malah mengacungkan jempol,” gumam Bara pelan sambil cemberut.Gara tersenyum melihat wajah kesal adiknya. Kemudian ia kembali menatap layar ponsel. Di layar, ia melihat meja yang penuh dengan makanan. Makanan yang sangat pedas. Makanan yang selalu ia hindari. Melihat semua makanan itu, membuat Gara teringat saat Jennie memaksanya makan makanan pedas dan berakhir di rumah sakit. Tapi rasa sakit itu segera tergantikan oleh kelegaan yang luar biasa saat melihat Jennie tertawa.Gara tahu betul, Jennie adalah wanita yang kuat. Ia mungkin marah, mungkin kecewa, tapi ia tidak akan membiarkan dirinya terpuruk terlalu lama. Melihatnya bisa bersenang-senang dengan Anisa, meskipun menurutnya dengan cara menyiksa lidah seperti itu, membuat Gara merasa sedikit lebih tenang.

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 44. Akhiri Saja

    "Itu bagus. Akhiri hubungan kalian sampai di sini, lalu buka lembaran baru," kata Anisa dengan nada serius yang dibuat-buat, namun ada kilat jenaka di matanya.Jennie mengangkat wajah, sedikit terkejut dengan usulan frontal itu. Mengakhiri hubungan? Semudah itukah? Hatinya mencelos sesaat sebelum ia menyadari nada bicara Anisa.Anisa melanjutkan, tak bisa lagi menahan senyumnya. "Mas Gara tuh terlalu mencintai Kakak. Dia itu tipe pria yang payah dalam berekspresi, tapi jago dalam memberi bukti. Yang dia pikirkan cuma bagaimana caranya memberi kejutan untuk orang yang dicintainya, tapi sialnya sebelum hari bahagia itu datang, udah ketahuan duluan." Anisa akhirnya tertawa kecil, berhasil memecah ketegangan di ruangan itu.Tawa Anisa menular. Jennie merasakan beban di dadanya sedikit terangkat. Benar juga. Gara memang seperti itu. Suaminya bukan tipe pria romantis yang pandai merangkai kata, tapi tindakannya selalu berbicara lebih keras. Kejutan yang gagal itu, yang menjadi sumber perten

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status