Share

Bab 4. Saling Menguatkan

"Kita pasti akan bersama lagi." Jennie mencium punggung tangan suaminya. "Sebaiknya Bang Gara pergi sebelum Mama kembali!" pinta Jennie pada suaminya.

Sejujurnya Jennie sangat senang ditemani Gara, tapi ia merasa kasihan pada sang suami yang terus berdiri sejak lama di luar jendela demi menemaninya.

Gara menunduk sebentar. "Aku tidak mau pergi dari tempat ini."

Sejak tadi, lebih tepatnya sejak pertama kali Jennie masuk ke dalam dan berdebat dengan orang tuanya, Gara terus menunggu di seberang rumah itu. Ia begitu mengkhawatirkan istrinya.

“Bang, pergilah! Aku akan baik-baik aja.” Jennie memohon agar suaminya pergi. Ia tidak ingin semuanya menjadi kacau jika ibunya tahu kalau Gara menemuinya.

"Aku akan menunggu mamamu datang baru pergi dari sini. Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian, Biggie," ucap Gara.

“Bang, kumohon, pergilah!” sekali lagi Jennie memohon pada sang suami.

“Bagaimana bisa aku meninggalkan istriku sendiri dalam keadaan seperti ini?”

Ingin sekali Gara membawa kabur istrinya, tapi itu tidak semudah yang dipikirkan. Ia ingin membongkar kejahatan ibu mertuanya terlebih dulu, tapi belum ada bukti kuat yang bisa menjeratnya.

Jennie membingkai wajah suaminya sambil tersenyum. "Sejujurnya aku nggak mau kamu pergi dari sini, tapi kalau sampai Mama tahu semua akan tambah rumit. Abang pulang ya, aku akan baik-baik aja."

"Aku suamimu, Biggie. Sekarang akulah yang lebih berhak atas dirimu. Jika kamu mengizinkan, aku akan bicara dengan mamamu." Gara menciumi telapak tangan istrinya berkali-kali. "Aku tidak mau berjauhan denganmu."

"Untuk beberapa waktu ke depan kita nggak bisa bertemu. Mama mengurungku tanpa alasan yang jelas." Jennie menunduk sedih. "Entah apa alasan sebenarnya, Mama memisahkan kita. Aku rasa bukan karena status kita yang berbeda karena Mama juga menikah lagi dengan seorang pengusaha kan?"

Jennie menatap suaminya dengan sendu. Matanya memerah menahan tangis. Ia tidak mau menangis lagi yang akan membuat suaminya semakin cemas.

Gara masih mendengarkan istrinya dengan seksama, mencoba memahami kondisi di antara mereka berdua.

'Sepertinya dia sadar kalau ibunya mempunyai alasan lain,' batin Gara.

"Aku dilarang untuk keluar kamar dan pergi menemuimu. Aku juga tidak bisa menghubungimu karena hape dan yang lainnya juga ikut disita." mengakhiri kalimatnya, Jennie menghela napas panjang.

Gara menunduk. "Pantas saja, ponselmu tidak aktif saat aku terus mencoba untuk menghubungimu."

Jennie merasa bersalah atas hal itu. Ia tidak bisa melakukan apapun dan hanya terjebak di dalam ruangan ini.

“Aku akan pergi sebentar, nanti aku datang lagi sebelum mamamu pulang. Tunggu sebentar, ya."

Seperginya Gara, Jennie menatap kosong ke depan. "Bagaimana aku bisa menjelaskan padanya bahwa kami dipaksa bercerai?"

Walaupun pernikahannya baru seumur jagung, tapi Jennie sudah merasa nyaman berada di antara keluarga suaminya. Walau keluarga suaminya orang berada, tapi mereka menerima Jennie dengan baik.

"Aku tidak mungkin menyakiti hati pria itu dengan mengatakan harus mengakhiri hubungan kami yang baru berjalan. Dan cinta kami baru aja tumbuh, tapi kenapa cobaan begitu kencang menerpa kami."

Jennie benar-benar bingung dan tidak tahu harus melakukan apa untuk mencari jalan ke luar dari masalahnya. Saat ini yang bisa dirinya lakukan hanyalah merahasiakan apa yang mamanya katakan untuk bercerai dengan suaminya.

Setelah beberapa waktu Gara kembali. Ia datang dengan banyak sekali barang bawaan.

"Apa semua ini, Bang?" tanya Jennie.

Gara membawakan wanita itu banyak sekali makanan, minuman, dan obat-obatan.

"Aku lihat tanganmu lebam, " Gara berujar dingin. "Kenapa berbohong dan menutupinya? Agar aku tidak tahu?" Ditatapnya sang istri yang terkejut karena Gara sadar mengenai lebam itu.

Gara melanjutkan. "Segera obati sebelum rasa sakitnya bertambah menjadi semakin parah. Aku bawakan semua yang kamu butuhkan."

"Tapi gimana caranya memasukkan barang bawaanmu?" Jennie bingung karena jendela kamarnya dipasang teralis.

"Aku akan memasukkannya satu persatu. Ada makanan dan minuman jika kamu mendadak lapar. Kita tidak tahu kapan Mama kamu akan kembali, kamu harus makan agar tetap bertenaga." Gara memasukkan satu persatu makanan itu sambil terus mengoceh.

Terakhir Gara mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Di sini sudah ada nomor aku dan Yas, jika kamu butuh sesuatu segera hubungi aku." Gara memasukkan ponsel itu ke dalam saku dres yang dikenakan istrinya. "Simpan baik-baik, ini sudah di-silent semoga Mama kamu tidak tahu "

Tiap bantuan dan perhatian yang diberikan oleh pria itu jelas membuat Jennie semakin yakin untuk tidak meninggalkannya dengan alasan apa pun.

Apa kesalahan yang dilakukan oleh Gara sampai harus menerima semua hal tersebut? Mengapa mamanya itu sangat membenci suaminya seakan memiliki dendam lama yang tidak bisa terselesaikan dengan mudah?

"Bang, gimana kalau Mama tetap memisahkan kita. Aku mencintaimu, tapi aku nggak bisa memilih di antara Mama atau kamu."

"Aku berjanji akan membawamu pulang kembali ke rumah kita," ujar pria itu, serak. "Bersabarlah sedikit lagi?"

Semua kesulitan dan permasalahan yang ia alami ini, mau tidak mau harus ia terima seorang diri. Gara tidak bisa menceritakan semua ini kepada keluarga besarnya. Gara takut membahayakan orang-orang yang dicintainya.

Jennie menarik napas dalam-dalam sambil tersenyum. "Aku percaya Abang akan membawaku pulang, tapi sekarang Abang harus pulang."

Gara membelai pipi istrinya. "Saya akan pulang, kamu istirahat dan berjanjilah untuk tidak menangis lagi."

Gara memberikan ketenangan dan kedamaian yang tidak bisa ia dapatkan dari orang lain. Sementara yang terjadi ketika pria itu pergi adalah masalah baru yang membuat Jennie terluka lagi.

Ketika Lisa kembali, wanita itu marah besar, merasa dikhianati dan ditipu anaknya sendiri. "Jennie!"

Menyadari kedatangan sang mama dengan ekspresi yang tidak bersahabat membuat Jannie gemetar takut.

"A-ada apa, Ma?" tanyanya, hati-hati.

"Kamu pasti sudah gila karena ingin bermain-main denganku, 'kan?!" seloroh Lisa, tak sabar.

Jennie mengerutkan kening. Wanita itu sama sekali tidak tahu apa yang saat ini sedang Lisa bahas. "Ada apa lagi, sih, Ma?"

“Kamu baru saja bertemu dengan suamimu, 'kan?!" tuduh sang Mama, melotot dengan penuh amarah.

Mendengar hal itu jelas aja membuat Jennie membeku. Ia sama sekali tidak tahu bagaimana mamanya bisa menyadari pertemuan singkat tersebut.

Tidak dengan mudahnya mengakui apa yang terjadi, Jennie berusaha menolak. "Aku tidak mengerti dengan apa yang Mama katakan! Bertemu dengan Bang Gara? Bagaimana bisa?"

Wanita yang wajahnya sudah bengkak karena terus menangis, maju secara perlahan. "Coba Mama jawab pertanyaanku ini. Bagaimana caranya seseorang yang dikurung di kamar dan tidak dibiarkan pergi bisa bertemu dengan orang lain?"

Lisa berdecak. "Kenapa kamu suka sekali berbohong pada Mama?" tukasnya sambil mengepalkan tangan karena kesal. "Entah itu merahasiakan pernikahan, menutupi apa yang kamu langgar, mau berapa banyak lagi tipuan yang akan kamu buat?"

"Ma ... aku—"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status