Share

Bab 8. Kebohongan Jennie

"Bang, aku mengatakan pada Mama kalau terjadi sesuatu diantara kita berdua. Sehingga, untuk beberapa saat tolong jangan temui aku dulu."

"Kamu datang hanya untuk pergi?" tanya Gara, "jika aku bertanya alasannya, apa kamu akan menjawabnya, Biggie?"

Jennie menghela napas panjang. “Bang, semua yang aku lakukan supaya kita bisa bersama lagi. Bersabarlah sebentar saja, aku janji akan membuat Mama merestui hubungan kita.”

“Dengan begini kamu membuatku menjadi suami yang tidak berguna. Aku hanya duduk manis di rumah menunggu restu dari ibumu?”

“Bang … aku tau siapa mamaku, aku yakin dia akan menuruti kemauanku. Tidak ada orang tua yang ingin merusak kebahagiaan anaknya kan? Mungkin saat ini Mama hanya sakit hati karena kita menikah tanpa memberitahunya.”

'Kamu tidak tau kalau dia bukan ibu kandungmu, Biggie.' Gara hanya bisa berucap dalam hati, ia tidak bisa mengatakan semuanya karena tidak mempunyai bukti yang kuat.

Setelah beberapa saat menghening, Jennie melanjutkan ucapannya. "Aku tau pasti ada banyak pertanyaan yang terlintas di benakmu saat ini. Kenapa aku tiba-tiba mengatakan hal yang terdengar tidak masuk akal?“ Jennie kembali menghela napas panjang, lalu tersenyum. “Aku janji akan kembali padamu secepatnya.”

“Biggie, kamu tidak mengatakan apa pun tentang kita kan?” Gara khawatir Jennie mengatakan tentang pernikahan.

Jennie menggeleng. "Untuk saat ini, aku cuma butuh kepercayaan kamu, Bang, biarkan aku menyelesaikan segalanya. Aku sangat bahagia melihat Bang Gara baik-baik saja, ini cukup untukku. Aku akan berjuang untuk meyakinkan Mama agar bisa menerima hubungan kita."

Gara benar-benar terharu mendengar perjuangan yang dilakukan oleh wanitanya ini untuk mempertahankan rumah tangga mereka.

 Tidak ada penolakan atau balasan lain selain persetujuan yang diberikan oleh suaminya. Jennie merasa senang. Dengan begitu ia hanya fokus untuk merayu sang mama agar merestui pernikahan mereka.

"Kenapa kamu berkata seperti itu, Biggie? Kamu istriku, tentu saja aku akan mempercayaimu." Gara akhirnya mengizinkan. "Aku akan melakukan apa yang kamu katakan. Sebisa mungkin untuk menahan rinduku padamu.”

 "Aku harus pulang sekarang. Aku akan menghubungi Bang Gara setelah Mama benar-benar memercayai aku lagi.”

Gara mengangguk, bibirnya juga ikut melampirkan senyum.

"Aku pamit, jaga diri Bang Gara baik-baik, ya?" ucap Jennie, benar-benar mengakhiri pertemuan singkat itu dengan hanya mengatakan kalimat perpisahan seadanya.

Gara mencegat tangannya, menarik wanita itu ke dalam pelukan. "Aku akan merindukanmu," bisik pria itu, tepat di telinga sang istri. "Pastikan kamu tidak sakit ataupun terluka. Jika terjadi sesuatu, cepat hubungi suamimu ini.”

"Bang, bisakah kamu antar aku pulang?" 

“Tentu saja.”

“Kamu tunggu di sini, aku akan ke kamar sebentar. Ada sesuatu yang tertinggal.”

“Baiklah.”

Jennie bergegas masuk ke dalam kamarnya dan Gara, ia menutup pintu perlahan. Wanita itu hendak mengambil selembar kertas berisi perjanjian pernikahan mereka.

“Di mana Bang Gara menaruh surat itu,” gumamnya sambil memeriksa laci yang ada di dalam lemari. 

Sudah beberapa menit berlalu Jennie belum menemukannya juga. Bagaimana ini? Kalau terlalu lama, pasti Bang Gara akan datang ke sini.

Jennie mencari di bawah pakaian suaminya. “Akhirnya ketemu juga.” Jennie tersenyum lega. Ia berharap sang mama bisa memercayainya lagi.

“Biggie, apa yang kamu cari di lemariku?”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Husna Amri Jihan A
lagi dong nyai... aku baca disini aja biar bisa kasih vote GEMS...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status