Bab45
Gaby pun memasuki kamarnya dengan kecewa. Dan Andin, bisa merasakan hal itu. Namun dia pun tidak berani banyak berkata.
Air mata Gaby menetes, dia berharap bisa bertemu Papanya itu, agar bisa keluar dari masalah ini.
"Aku tidak mau selamanya begini, Papa. Aku ingin terbebas, dari jerat lelaki itu. Aku ingin bebas," gumam Gaby sambil terisak.
Dia berusaha tenang dan menahan diri, hingga deret pintu kamarnya terdengar di dorong. Gaby terkejut, dan dengan secepat kilat, dia menghapus jejak air matanya.
"Ayah," lirihnya, yang melihat sosok Rasid, masuk ke dalam kamarnya.
Rasid tersenyum tipis, dan berjalan pelan menuju Gaby, yang duduk di pinggiran kasurnya.
"Gaby sayang, jangan coba-coba menghubungi Papamu. Atau saya, tidak akan segan-segan, memperlihatkan video panas kita pada Mama kamu," ancam Rasid.
"Ayah, mengapa Ayah begini? Gaby k
Bab46"Menjauh dari suamiku! Atau aku akan berbuat nekad!" ancam Maura berapi-api, dengan jari telunjuk yang selalu lentik itu, menunjuk ke arah wajah Alia.Sudut bibir Alia terangkat, dengan tatapan tajam dan menantang. Meskipun Alia tidak bersuara, namun sangat jelas di mata Maura, Alia tidak merasa takut sama sekali, dengan ancaman Maura barusan."Kau tidak tulikan?" tanya Maura dengan suara serak."Mas, istrimu galak!" rengek Alia, kemudian dia terkekeh."Ah nggak apa-apa, dia baik dan berhati mulia," kata Zaki, sambil mengulas senyum tipis, dan membelai lembut pipi Alia."Mas ...." Maura berteriak, dia merasa sangat sakit hati kini, dengan kelakuan Zaki.Zaki mengangkat jari telunjuknya, dan menempelkannya ke bibir. Memberi kode pada Maura, untuk diam."Ceraikan aku, Mas." Maura mulai mengancam."Oh ya? Kamu yakin, tidak akan menyesal?" tanya Zaki dengan santai."Dia cuma mengancam, Mas," kata Alia, memanasi
Bab47"Kamu lelaki yang senang dengan kegagalan. Aku nggak nyangka, bahwa kamu akan setega ini."Zaki terkekeh. "Dasar wanita. Hanya bisa merengek dengan lukanya, tanpa mau melihat dengan sadar diri, bahwa dia pun hebat dalam hal melukai orang lain. Nggak usah playing victim, Maura. Karena terlalu percaya denganmu, aku kehilangan anak-anakku. Dan sekarang, tidak ada satupun dari mereka, yang bisa aku temui.""Itu bukan salahku, Mas. Aku terlalu mencintai kamu. Aku tidak ingin, mereka mengganggu hubungan kita. Kamu harusnya mengerti, bahwa aku, sangat dan sangat mencintai kamu."Maura menghela napas berat."Apa itu salah, Mas?" Maura menatap dengan wajah mengiba."Jelas ajalah salah. Kamu itu bodoh atau bagaimana? Sudah tahu Zaki punya anak, harusnya kamu bisa mencintai Bapaknya, cinta juga dengan anak-anaknya. Lah ini, malah berbuat sejahat itu. Aku kalau jadi Zaki p
Bab48"Aamiin. Yang semangat dong, Ki. Kamu harus kuat, dan harus bisa menemukan Ganesa," kata Alia memberi semangat."Terimakasih, Al. Maaf, jika aku melibatkan kamu dalam masalah rumah tanggaku. Jujur aku nggak enak banget sama kamu.""Santai saja lagi. Kita rekan bisnis, sekaligus teman baik. Jadi, kamu nggak perlu sungkan begini sama aku. Oke.""Hhmm ..., baiklah. Dari dulu, kamu memang selalu baik dan mengerti aku.""Kamu berlebihan." Alia tersipu malu, mendengar semua ucapan Zaki."Bagaimana bisnis kamu di Kalimantan ini? Apakah kamu akan merelakan semua usahamu, dikelola kembali oleh Maura.""Iya nggak apa-apa. Lagi pula, bisnis kita lagi berkembang pesat di Jakarta. Aku tidak masalah, jika harus melepaskan bisnisku di Kalimantan," ungkap Zaki dengan masih fokus mengemudi."Sulit juga, jika aku masih di Kalimantan. Maura merupakan w
Bab49Bunda Jelita berjalan menjauh dari dapur. Dia menuju ruang tengah, dan duduk di sofa, dengan wajah nampak kesal.Bryan mengikuti Ibunya, dan duduk berhadapan, dengan meja yang menyekat keduanya."Bryan, sejauh apa hubungan kalian?" tanya Bunda Jelita dengan serius."Biasa saja sih. Bunda tenang saja, tidak perlu berlebihan begini," sahut Bryan enteng."Bryan, apakah kamu tidak kasihan sama Ayah? Apa kamu tega, jika Ayah sampai masuk penjara, di usianya yang kini sudah mulai tua.""Bunda to the point saja." Bryan tahu, arah pembicaraan, wanita yang melahirkannya itu."Apakah kamu tidak mempertimbangkan, perkataan Bunda saat itu? Ini masalah serius, Yan.""Intinya, Bunda ingin, aku menikah dengan Nuna?" Bryan menatap serius, wanita yang melahirkannya itu.Bunda Jelita mengiba. "Hanya itu jalan satu-satunya. Agar Ayah kamu, tidak bernasib malang, di penjara usia senja. "Mata Bunda Jelita berkaca-kaca. "Lag
Bab50"Hhhmm ...." Bryan menatap liar.Ganesa menghela napas berat."Ada apa dengan napas begitu? Kamu tidak suka kehadiranku?""Bukan. Aku hanya merasa tidak nyaman.""Hhmm. Lupakan, ayo siap-siap.""Mau kemana?""Kita jalan-jalan, aku merasa jenuh di apartemen.""Oke. Tunggu aku di luar! Aku akan bersiap-siap."Bryan tersenyum sambil menggeleng. "Aku tidak mau, aku akan menunggumu di dalam." Lelaki itu masuk, dan menutup pintu kamar."Dasar mesum!" gumam Ganesa."Haha. Mesum tapi ganteng!""Cih.""Woo ..., hei Ganesa, kamu meragukanku? Banyak wanita yang sudah mengantri jadi kekasihku. Bahkan banyak dari mereka, yang rela kutiduri dengan gratis," kata Bryan dengan pongahnya."Seorang casanova sepertiku, banyak diidolakan para wanita. Dan
Bab51"Sudah Bunda kabari?" tanya Rakjasa."Sudah Ayah."Rakjasa kembali menonton tivi. Namun, tiba-tiba handphone miliknya, mendapat panggilan telepon."Siapa Yah?" tanya Bunda Jelita.Rakjasa pun meraih ponselnya, dan melihat nama si pemanggil di layar pipihnya."Alia.""Alia?" tanya Bunda Jelita memastikan."Iya. Katanya kemarin mau datang hari ini, sama rekan bisnisnya juga.""Oh ya? Kebetulan sekali ini. Bunda akan masak banyak," sahut Bunda Jelita dengan senang.Bryan yang sudah memasuki gerbang rumah orang tuanya, dan memarkirkan mobilnya di tempat biasa pun, mulai membangunkan Ganesa.Ganesa berusaha membuka matanya, dengan mengerjap-ngerjap, memaksakan kantuknya hilang."Kita dimana?" tanya Ganesa memindai sekitar. Dia merasa bingung."Di rumah orang tuaku. Bunda Jelita meminta datang, katanya penting. Lekaslah keluar, aku tidak ingin lama-lama di sini."Ganesa pun mengangguk,
Bab52Usai berkata semacam itu, Bryan pun berpamitan untuk pulang. Sedangkan Ganesa, hanya terdiam, mengikuti apapun permintaan Tuannya.Dia sadar, dia bukanlah siapa-siapa di mata Bryan. Jadi wajar, jika Bryan memperlakukan Ganesa seperti itu."Ganesa, ayo ikut saya ke belakang." Raut wajah Bunda Jelita sangat berubah dratis.Yang tadinya ada Bryan sangat ramah dan lembut. Kini, berubah dingin. Sedangkan Rakjasa, sedari tadi memang mengacuhkan kehadiran Bryan dan Ganesa.Ganesa pun mengikuti langkah Bunda Jelita, menuju ke dapur."Kamu cuci piring dulu ya! Setelah itu baru nyuci baju. Jangan pake mesin cuci, hemat listrik."Ganesa hanya mengangguk, tanpa berani membantah. Dia pun mulai melakukan tugas yang di perintahkan, meskipun dalam hatinya sangat sedih.Sedangkan Bunda Jelita, mulai menghubungi Nuna, untuk mengajaknya memasak bersama
Bab53"Ganesa, kamu tata dengan rapi, seluruh masakan ini, ya. Saya dan Nuna mau ke depan, menyambut Bryan dan tamu penting kami."Ganesa lagi-lagi, hanya bisa mengangguk.Nuna memeluk lengan Bunda Jelita, dan berjalan beriringan dengan manja. Nuna berharap Ganesa sadar, bahwa hanya Nuna lah, sosok yang di terima sebagai menantu, bukan Ganesa.Meski lelah dan teramat pusing, Ganesa tetap mengikuti perintah Bunda Jelita."Mana teman lelakimu? Katanya mau ikut datang kemari?" tanya Bunda Jelita, sembari memeluk Alia, yang ternyata sudah datang."Katanya dia menyusul. Tadi dia masih ada meeting." Wanita yang bernama Alia itu menyahut."Oh. Oya, kenalkan." Bunda Jelita menunjuk Nuna. "Calon istrinya Bryan," katanya.Alia tersenyum, dan bersalaman dengan Nuna. "Bryan memang pinter mencari calon, cantik!" puji Alia."Terimakasih, Tante. Tante juga cantik," puji Nuna juga."Berasa jadi obat nyamuk," seru Rakj