Share

BAB 6 - Rasa Takut

Selesai dari latihan vokal, Mili dengan terpaksa harus menaiki kendaraan umum karena supir yang biasa mengantarnya izin pulang lebih cepat. Dia menunggu tepat di halaman mini market yang terletak di seberang tempat latihan. Ada rasa tidak enak yang menempel lekat sejak pulang sekolah. Awalnya dia mengabaikan perasaan itu, tetapi semakin dia sadar bahwa dia sedang sendiri, rasa itu semakin menguat. Menimbulkan rasa takut. Mili memperhatikan sekelilingnya yang sepi. Hanya ada satu gerobak bakso dan dua orang laki-laki duduk di sebelah gerobak tersebut. Mobil dan motor tidak henti berlalu-lalang. Pemandangan yang biasa. Tidak ada yang mencurigakan.

Setelah memastikan keadaan aman, Mili memutuskan untuk berjalan kaki sambil menunggu taksi kosong. Semakin dia melangkahkan kakinya, rasa aneh itu kembali muncul. Dia membalikan badan, melihat ke kanan dan ke kiri, menatap langit mendung dan batu trotoar yang ditumbuhi rumput liar di sela-selanya. Tidak tahu mengapa dia selalu merasa ada yang mengikutinya sejak tadi. Anehnya, tidak ada orang yang mencurigakan yang terlihat di matanya. Mili menarik napas, membuangnya. Menghapus pikiran yang tidak-tidak.

Mili memutuskan untuk terus berjalan. Sesekali memandangi jarum jam di tangannya yang terus berganti posisi. Hari sudah semakin sore. Samar dia mendengar ada suara langkah kaki di belakangnya. Langkah kaki itu terdengar pelan, pelan, pelan, tapi pasti. Dan lama-kelamaan suaranya semakin jelas, mendekatinya. Dengan mengumpulkan keberanian, Mili sontak membalikan badan. Dia ingin memastikan sosok yang berada di belakangnya.

“Lo?” Kening Mili mengkerut heran. “Ngapain lo di sini?”

Seorang cowok berkaca mata tebal telihat terkejut dengan gerakan cepat Mili. Cowok itu memakai lambang seragam yang sama di lengan, tali sepatu Convers usangnya terlepas, mengantung menyentuh trotoar. Dia terlihat salah tingkah, tangannya menggaruk-garuk kepala, mengeluarkan senyum sumringah.

“Heh, gue nanya sama lo. Lo ngapain di sini? Lo yang ngikutin gue dari tadi, kan?” Nada suara Mili meninggi.

“Sa...saya...”

“Apa? Jawab gue! Lo ngapain sih ngikutin gue? Oh wait, lo anak IPA 1, kan? Yang waktu itu......”

Ekspresi wajah cowok itu berubah. Dia terlihat senang mendengar uacapan Mili. “Iya, Mil. Saya anak kelas sebelah yang waktu itu. Kamu ingat saya toh.”

“Nggak di sekolah, nggak di sini, lo selalu ada. Gimana gue nggak inget lo? Ngapain lo? Mau macem-macem sama gue?” Mili mengambil ponsel dari dalam tas. “Gue telepon polisi nih kalau lo nggak jawab. Atau gue teriak sekencang yang gue bisa.”

“Eh.. Eh... Jangan, Mil!” Cowok itu melambai-lambaikan tangannya. “Saya cuma kebetulan lewat aja.”

“Bohong! Lo pasti mau macem-macem sama gue!” Telunjuk Mili tepat berada di depan wajah cowok itu. Dia yakin betul kalau teman satu angkatannya tersebut lah yang sejak tadi mengikutinya.

“Sa..saya duluan ya.” Tanpa menjelaskan lebih lanjut dia berlari cepat meninggalkan Mili.

Annoying!” Mili menyipitkan matanya. “Ah, bodo amat! Dasar cowok culun! Kelakuannya udah kayak alien, Eh nggak, mukanya juga sama aja kayak alien. Aneh! Taksi!”

Tepat ketika cowok aneh itu menghilang memasuki angkutan umum, taksi lewat di hadapannya. Dia segera menghentikan taksi, masuk ke dalamnya. Perasaan tidak enak dengan degup jantung yang lebih cepat masih terus terasa. Sampai taksi menurunkan Milli ke depan rumahnya.

Jam berlalu dan langit pun sudah menjadi gelap. Tapi Milli tetap tidak bisa tenang. Dia mengingat kembali kejadian tadi siang, mengingat kembali wajah adik kelas yang mengikutinya. Nulu kuduk merinding, membuat Mili memutuskan untuk tetap membiarkan lampu menyala yang mana membuatnya sulit tidur.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status