Share

Bab 2

Author: Raka Anggara
Sebuah kereta kuda berhenti di depan Kediaman Nigrat.

Bawahan bergegas membawakan bangku.

Pemuda yang mengenakan baju mewah, juga tinggi dan tampan turun dari kereta kuda.

Dia adalah tuan muda pertama di Kediaman Nigrat, namanya Hasan Nigrat.

Kemudian, seorang pria yang berusia 50 tahunan turun dari kereta kuda dengan anggun.

Dia adalah perdana menteri dinasti ini, namanya Deon Nigrat.

Hasan mendorong bawahan dengan kasar, lalu memapah Deon turun dari kereta kuda dengan sikap menyanjung.

"Hasan, aku sudah menyuruh orang untuk membuat sup ayam untukmu. Nanti kamu harus makan banyak biar lebih sehat. Beberapa hari ini kamu pasti sangat lelah."

Beberapa hari ini adalah ujian sarjana di Dinasti Sinas yang diadakan tiga tahun sekali. Deon sengaja menjemput Hasan yang baru saja mengikuti ujian itu. Jadi jam segini mereka baru pulang.

"Terima kasih, Ayah."

Hasan memapah Deon masuk ke dalam.

Begitu masuk sudah melihat adik ketiganya yang bernama Ahmad Nigrat membawa beberapa bawahan yang memegang balok dengan tampak galak.

Deon mengerutkan dahinya. "Ngapain kalian?"

Setelah melihat ayahnya, Ahmad langsung menunjukkan ekspresi sedih.

"Ayah, kamu harus menegakkan keadilan untuk Kak Suseno."

Deon bertanya dengan dingin, "Kenapa dengan Suseno?"

"Ayah, Evan si anak durhaka itu mencuri giok Kak Suseno. Kak Suseno pergi ke tempatnya untuk meminta giok itu, tapi Evan tidak mau mengembalikan, bahkan memukul kepala Kak Suseno dengan bantal porselen."

"Kalau bukan Kak Suseno kabur dengan cepat, mungkin sudah mati di sana."

Ahmad mengeluh sambil meneteskan air mata.

Ekspresi Deon menjadi masam, dia memang khawatir pada Suseno, tapi dia lebih kaget karena Evan biasanya bersikap penurut dan penakut. Bahkan tidak berani berkata keras di depannya, mana mungkin melakukan hal itu?

Hasan berkata dengan marah, "Keluarga kita memberinya makan dan minum, apa ada melakukan kesalahan padanya? Bisa-bisanya dia begitu kejam pada kakak kandungnya, memang anak yang tidak tahu berterima kasih."

Deon berpikir sejenak. "Di mana Evan?"

Ahmad segera menjawab, "Di Halaman Barat."

Halaman Barat adalah tempat tinggal bawahan, tapi Keluarga Nigrat tidak merasa Evan tinggal di sana tidak cocok.

Deon dan lainnya datang ke Halaman Barat.

Begitu masuk halaman, dia langsung melihat Evan berdiri di atas tumpukan kayu bakar dan memegang obor.

Udara penuh dengan aroma minyak pinus.

"Evan, apalagi yang kamu buat?"

Ahmad memarahinya dengan keras.

Hasan terlihat lebih dewasa, dia hanya berkata, "Evan, apa yang kamu lakukan? Kenapa tidak memberi hormat setelah melihat ayah? Apa kamu lupa dengan aturan yang diajari padamu?"

Deon hanya menatap ke arah Evan dengan benci.

Ada orang yang sudah jaya pasti berusaha menghapus riwayat dulu yang buruk, karena itu adalah hal yang memalukan bagi mereka.

Sedangkan Evan adalah hal memalukan bagi Deon.

Deon adalah orang yang sangat sombong dan mementingkan martabat.

Dia tidak ingin orang lain tahu masa lalunya, juga tidak ingin orang lain tahu kalau dia punya istri dari kampung, karena semua ini akan membuatnya malu.

Evan hanya menatap ke arah Deon dengan tenang, lalu berkata.

"Apa aku ada ayah? Kenapa aku tidak ingat?"

Wajah Deon menjadi sangat masam.

"Anak durhaka, apa kamu tahu apa yang kamu katakan?"

Hasan juga ikut mengompor, "Evan, kamu sungguh keterlaluan. Ayah yang memberimu makan dan pakaian, kalau tidak ada dia, kamu masih mengembara dan mengemis."

Evan hanya tertawa dengan tatapan ejekan.

"Memberiku makan dan pakaian?" Evan menarik bajunya yang tipis. "Baju ini adalah baju pemberian Pak Deon ketika aku baru datang, sekarang sudah aku pakai tiga sampai empat tahun, 'kan?"

"Makan? Aku adalah tuan muda keempat di Kediaman Nigrat, tapi aku tidak boleh makan bersama keluarga. Setiap hari hanya bisa makan sisa makanan, terkadang sisa makanan juga tidak ada."

Deon mengerutkan dahi karena dia tidak tahu hal ini, selain itu pengeluaran Kediaman Nigrat diurus oleh istrinya, dia tidak pernah mengurus hal ini.

Sejujurnya, dia bukan tidak mengurus, hanya tidak peduli pada Evan.

Hasan segera berkata, "Evan, kamu jangan asal ngomong. Saat ibu membelikan kami baju, dia juga membelikanmu baju."

"Selain itu, saat makan, ibu juga menyuruh orang memanggilmu, tapi kamu bilang tidak mau makan bersama."

Evan hanya tertawa sambil menggelengkan kepala. "Memang anak baik ibumu, jadi tahu membantu ibumu berbohong, takut dia dibilang kejam, 'kan?"

"Pak Deon, serta kedua kakak baikku, sekarang sudah masuk musim gugur. Kalau aku punya baju yang tebal, aku tidak akan demam."

"Menyiram selimutku sampai basah, tujuannya untuk aku tidur di tempat dingin, jadi meski punya baju tebal, aku juga akan sakit."

Hasan sangat kaget dan marah. Biasanya Evan terlihat sangat penakut, kenapa dia tiba-tiba berubah menjadi begini?

Pembantu yang di sekitar sedang diam-diam mendengar, takut Evan yang terus mengatakan hal itu akan memengaruhi reputasi ibunya, jadi Hasan mengalihkan topik, "Evan, kamu jangan mengungkit hal yang tidak benar itu. Hari ini kami datang untuk masalah kamu memukul Suseno."

"Dia adalah kakakmu, biasanya sangat baik padamu, kenapa kamu begitu kejam padanya?"

Evan hanya tertawa dingin. "Baik padaku? Cara baiknya padaku adalah setiap hari menyiksaku, memukulku, bahkan memfitnahku mencuri barangnya?"

"Dulu aku memang bodoh, aku menginginkan kasih sayang dari kalian, jadi selalu menyanjung, bahkan tidak berani melawan, hanya berharap kalian bisa memberiku sedikit kasih sayang."

"Semalam aku yang hampir mati sudah berpikir jelas, aku tidak mau kasih sayang itu lagi."

Akhirnya Hasan dan beberapa orang mengerti kalau perubahan besar Evan karena hal ini.

Evan melemparkan obor di tangannya ke kaki Deon.

"Pak Deon, aku sudah memukul putra kesayanganmu, sekarang aku kasih nyawaku padanya. Kayu di kakiku penuh dengan minyak pinus. Asalkan kamu mengambil obor itu, kamu sudah bisa membantu putra kesayanganmu balas dendam. Ayo lakukan!"

Hasan dan Ahmad mundur karena ketakutan. Apa bocah ini sudah gila?

Deon tersentuh, bahkan ada seketika melamun, tapi kemudian dia merasa marah.

Ini termasuk apa?

Apa bocah ini sedang mengancamnya?

Paman Dimas ketakutan sampai gemetar, lalu berlutut. "Pak Deon, jangan marah dulu. Tuan Evan demam tinggi, jadi dia tidak tahu sedang melakukan apa."

"Aku tahu apa yang aku lakukan, bahkan lebih jelas dari kapan pun."

Evan terlihat tidak tenang, bahkan berteriak dengan marah, "Menteri Evan, apa yang kamu tunggu? Laksanakan!"

Wajah Deon terlihat masam, bisa dibilang sudah sangat marah.

"Anak durhaka, kamu kira kegilaanmu bisa menarik perhatianku?"

Evan terkejut!

Sialan!

Dari mana kepercayaan diri dia sih?

Evan hampir saja tertawa, tapi merasa kasihan pada mantan pemilik tubuh ini!

Entah apa karma yang dibuat mantan pemilik tubuh ini sampai punya ayah sebajingan ini?

Deon berkata dengan dingin, "Anak durhaka, makin kamu begini, aku makin membencimu."

Kemudian Deon menyuruh orang memadamkan api itu dan pergi.

Hasan dan Ahmad mengejek dengan senyum.

Mereka kira Evan bisa menggunakan cara ini untuk membuat ayah perhatian padanya.

Sayangnya rencananya gagal, bahkan membuat ayah makin membencinya.

Evan hanya melihat mereka berdua, tiba-tiba mengambil satu kayu dan melempar ke arah mereka.

Kayu itu melewati samping telinga Hasan.

Hasan ketakutan sampai terdiam di tempat.

"Evan, kamu memang gila, dasar anak haram …."

Ahmad memarahinya, tapi melihat Evan mengambil kayu itu, lalu Ahmad menarik Hasan untuk kabur karena ketakutan.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 50

    Di ruang kerja kekaisaran di Istana.Wahyu berdiri di bawah meja dan melaporkan percakapannya dengan Evan kepada Kaisar Sinas secara detail.Setelah mendengar laporan dari Wahyu, Kaisar Sinas segera menulis di atas selembar kertas dengan kuas merahnya.Setelah selesai, dia mengangkat kertas itu dan membacanya dengan saksama."Membunuh satu orang setiap sepuluh langkah dan nggak pernah meninggalkan jejak apa pun dalam jarak seribu mil. Setelah selesai bekerja, langsung pergi dan menyembunyikan identitas.""Dari zaman dulu kala juga semua orang pasti akan mati. Yang penting tinggalkan saja hati yang bersih dalam sejarah.""Air dapat membawa perahu ke mana-mana, tapi juga bisa menenggelamkannya ...."Kaisar Sinas membacanya sekali dan menyukai puisi ini. Makin dibaca, makin dia menyukainya."Bocah itu memang sangat berbakat .... Sayangnya, dia terlalu kurang ajar dan nggak menghormati keluarga kerajaan."Kaisar Sinas melirik Wahyu, lalu bertanya, "Karena kamu sudah bicara dengannya, apa p

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 49

    "Iya. Menyandera dan memukuli Pangeran Kelima adalah kejahatan berat yang hukumannya berupa hukuman mati bagi seluruh keluarga.""Sebenarnya, aku melakukan itu atas perintah seseorang."Jantung Wahyu sontak berdebar kencang. Apa mungkin ada orang lain yang berkomplot?"Siapa yang menyuruhmu?""Menteri Ritual, Deon Nigrat," jawab Evan.Wajah Wahyu sontak berkedut. Karena dia akhir-akhir ini diperintahkan untuk menyelidiki soal Evan, tentu saja dia tahu bahwa Evan tidak diterima di Keluarga Nigrat.Bocah ini ingin menyeret Deon."Apa hubunganmu dengan Deon? Mengapa dia memerintahkanmu untuk menyandera dan memukuli Pangeran Kelima?"Wahyu tetap bertanya walaupun sudah tahu jawabannya.Evan mengangkat kepalanya tinggi-tinggi, lalu menjawab, "Kami nggak punya hubungan apa-apa. Aku ini seorang pembunuh bayaran, jadi aku melakukan banyak hal demi uang .... Deon membayarku untuk membunuh Pangeran Kelima.""Saat orang-orangmu menangkapku, mereka menemukan seratus tahil perak yang kubawa. Itu up

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 48

    Kaisar Sinas pun mengibaskan tangannya dan mengisyaratkan Wahyu untuk pergi.Setelah itu, Kaisar Sinas memandang sang pangeran sambil berkata, "Dalam beberapa waktu ke depan, jangan menjenguknya di penjara.""Walaupun pangeran kelima itu palsu, tetap saja dia berani menyandera dan memukulinya tanpa menyadari apa-apa. Dia tetap mengabaikan hukum dan kekuasaan kekaisaran, jadi dia tetap harus dihukum.""Sesuai perintah Yang Mulia!" jawab sang pangeran dengan segera.Jenderal Hadi yang sudah tidak dapat menahan diri lagi pun akhirnya berkata, "Yang Mulia, masih belum ada kabar tentang Bintang Biru. Tolong izinkan hamba mengutus orang untuk mencarinya."Kaisar Sinas sontak tertegun. Belum ada kabar? Jadi, tadi siapa yang habis mereka bicarakan?Namun, sesaat kemudian Kaisar Sinas menyadari bahwa Jenderal Hadi sepertinya belum mengetahui identitas asli Evan."Jenderal Hadi, Evan yang tadi kami bicarakan itu sebenarnya Evan. Bintang Biru itu Evan. Mereka adalah orang yang sama."Jenderal Had

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 47

    Si pemimpin pun berjalan menghampiri, lalu bertanya, "Bintang Biru, kejahatan apa yang telah kamu lakukan? Walaupun kamu nggak bermaksud, kenyataannya kamu sudah menyelamatkan rekanku. Aku mungkin bisa membantumu meredakan situasi dan mendapatkan hukuman yang lebih ringan."Mereka hanya diperintahkan untuk menangkap Bintang Biru, mereka tidak tahu kejahatan apa yang telah Evan lakukan."Bahkan anak tiga tahun di ibu kota saja tahu kalau nggak akan ada yang bisa keluar hidup-hidup begitu dibawa masuk ke Divisi Pengawasan," sahut Evan sambil tersenyum dengan acuh tak acuh."Semuanya tergantung pada usaha manusia. Mungkin kami dapat membantumu ... atau membuat hidupmu lebih nyaman sebelum ajal menjemput."Evan menggelengkan kepalanya, lalu menjawab, "Kalian nggak akan bisa menolongku …. Aku menyandera Pangeran Kelima dan memukulinya dengan kejam. Apa kalian masih bisa menolongku?"Mereka semua sontak tertegun!Menyandera Pangeran Kelima dan memukulinya adalah kejahatan berat. Hukumannya b

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 46

    Evan yang sudah meluncur turun dari pohon bersiap untuk kabur.Namun, begitu berbalik badan, tiba-tiba punggungnya merasakan hawa dingin.Serigala yang menggigit kaki si pria yang tadi memeriksa abu itu tiba-tiba membuka mulutnya dan menerkam ke arah Evan.Evan refleks menoleh. Ekspresinya langsung berubah dan dia berguling di atas tanah.Serigala itu gagal menerkam.Evan pun bangkit berdiri, sementara si serigala menerkamnya lagi.Dia menatap serigala yang menerjang ke arahnya itu dengan tajam, lalu menghunus belatinya dengan secepat kilat.Wooosh!Bilah belati itu berkilat dengan dingin.Evan menusukkan belatinya pada kepala si serigala dengan mantap, akurat dan kejam."Bintang Biru!"Si pemimpin berseru memanggil.Evan mencabut belatinya, lalu balas menyeringai. "Selamat bersenang-senang! Selamat tinggal!"Setelah itu, Evan berbalik badan dan berlari pergi.Akan tetapi, ternyata masih terlalu dini untuk merasa senang!Belum sempat Evan berlari jauh, seekor serigala yang jauh lebih b

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 45

    Evan hanya bisa tersenyum getir di dalam hati. Dia sudah terlalu lama membuang waktu di sini. Para anggota Divisi Pengawasan itu pasti bisa menemukan tempat ini karena mengikuti jejak tapal kuda."Bos, di sini ada abu."Salah seorang di antara mereka berkata sambil melompat turun dari kudanya, lalu berjalan menghampiri abu api unggun. Dia mengulurkan tangannya untuk memeriksa. "Masih terasa hangat, jadi harusnya dia belum pergi jauh."Evan berdoa dalam hati semoga mereka tidak melihat ke atas …. Karena begitu mendongak, dia pasti akan ketahuan.Jika orang ini mendongak, mau tidak mau Evan harus menyerang dan membunuhnya …. Namun, bagaimana dengan empat orang lainnya?Semua anggota Divisi Pengawasan adalah ahli yang terkemuka. Kekuatan fisik Evan memang telah meningkat pesat berkat olahraga yang dia lakukan akhir-akhir ini, tetapi tetap saja dia tidak mungkin bisa menang melawan empat orang ahli dari Divisi Pengawasan secara bersamaan.Tiba-tiba, Evan menyadari bahwa sekawanan serigala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status