Lima Tahun berlalu tanpa terasa, kehidupan terus berjalan seperti biasanya. Sementara itu kerajaan Karang Sewu semakin tumbuh dan berkembang menjadi sebuah kerajaan yang kuat dan sangat dihormati oleh kerajaan-kerajaan lainnya. Dan hari ini merupakan hari yang paling membahagiakan bagi orang-orang kerajaan Karang Sewu, karena tepat pada hari ini merupakan hari lahirnya kerajaan Karang Sewu ditanah jawa, sehingga tak heran pada hari ini Gusti Prabu Karang Sewu memerintahkan untuk merayakan hari itu dengan pesta yang meriah.
Perayaan seperti ini memang telah biasa dilakukan oleh Gusti Prabu Karang Sewu setiap tahunnya dalam rangka memperingati kelahiran kerajaan Karang Sewu ditanah jawa hingga besar seperti saat ini.
Sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, pada tahun inipun dalam rangka perayaan tersebut akan diadakan pertandingan adu ilmu kanuragan bagi para putra-putra petinggi kerajaan Karang Sewu. Dan dalam adu pertandingan ilmu kanuragan inipun boleh disaksikan oleh para penduduk kota raja yang tentu saja dengan antusias untuk melihat adu pertandingan tersebut
Panggung besar tampak tersedia ditengah-tengah alun-alun istana, puluhan bahkan ratusan orang telah memadati tempat itu untuk menyaksikan pertandingan tersebut. Suasana ditempat itu terdengar riuh dari para penontonnya, ada yang sekedar berbicara masalah hutangnya, tapi ada pula yang terlihat sibuk mengumpulkan uang untuk taruhan.
“Gonggg........”. sebuah suara gong terdengar dipukul dengan keras hingga membuat perhatian semua orang langsung terarah kearah pendopo kerajaan, suasana hiruk pikuk itu langsung terdengar hening disaat serombongan orang menaiki pendopo tersebut. Terlihat semuanya langsung menjura hormat kearah rombongan tersebut, dimana salah seorang dari rombongan tersebut ternyata adalah Gusti Prabu Karang Sewu sendiri, sementara di kiri dan kanannya terlihat sosok Patih Ranang dan Patih Setyo Pinangan.
Gusti Prabu Karang Sewu terlihat mengangkat tangannya sebagai tanda bahwa pertandingan tersebut telah dibuka, dan ; “Gongggg......”. kembali terdengar suara gong berbunyi dengan kerasnya.
Tak perlu lama menunggu, dua sosok pemuda yang masih berusia muda belia telah menaiki panggung arena, kedua terlihat mengenakan pakaian seperti layaknya seorang putra petinggi kerajaan, tepukan tangan meriah langsung menggema ditempat itu saat kedua-duanya sudah mulai membuka jurus mereka masing-masing.
“Hyattt.......”
“Hiyyyaaatttt.......”. dengan jurus andalan masing-masing, kedua - duanya saling menyerang kedepan. Dan tak perlu menunggu lama, dalam beberapa jurus kedepan saja, salah seorang dari mereka sudah menyerah kalah. Satu demi satu para peserta pertandingan tersebut naik kearena pertandingan dan satu demi satu pula menyerah kalah. Dan kini yang masih menjadi juara bertahan adalah putra dari seorang Tumenggung kerajaan Karang Sewu. Dengan penuh kebanggaan pemuda itu terlihat mengangkat tangannya dengan penuh kebanggaan.
“Huppp.....seerrrrr.......”. sebuah bayangan melompat naik keatas panggung arena dan kini terlihatlah sesosok pemuda berparas tampan dengan tatapan tajam kearah lawan yang ada dihadapannya.
“Raden Santang......”. ucap pemuda yang menjadi lawannya itu lagi terlihat menjura hormat pada sosok pemuda yang baru saja naik keatas panggung tersebut, melihat pemuda yang menjadi lawannya begitu menaruh hormat padanya dapat dipastikan kalau pemuda ini bukanlah orang sembarangan, dialah putra tunggal dari Gusti Patih Ranang.
“Tidak perlu banyak basa basi, ayo cepat serang aku, biar pertandingan ini cepat selesai......”. ucap Santang lagi dengan sinisnya. Ucapan itu cukup membuat wajah lawannya memerah, kalau saja tidak memandang putra Gusti Patih Ranang, tentu sudah digebraknya dengan hebat pemuda yang ada dihadapannya itu.
“Jangan salahkan saya Raden.....”. ucap pemuda itu lagi seraya mempersiapkan serangannya.
“Ayo jangan sungkan-sungkan, keluarkan seluruh kemampuanmu.......”.
“Bersiaplah Raden.......hyatttt...........”. dengan satu gebrakan hebat, pemuda yang menjadi lawan Santang menggebrak kedepan dengan dasyatnya, tapi ditempatnya Santang masih berdiri dengan tenang, seakan-akan serangan itu tidak membuatnya gentar. Tapi begitu serangan itu mendekat.
“Tapak Baja....heaaa......”. Santang malah balas menggebrak kedepan, menyongsong serangan pemuda yang menjadi lawannya, hingga ;
“Deb.....deggg.......aaakhhh......”. kedua tangan yang mengandung tenaga dalam tinggi itu bertemu dan hasilnya sungguh mengejutkan, pemuda yang menjadi lawan Santang terlihat terpekik dan tubuhnya terlempar deras kebelakang dan akhirnya tersungkur.
“Ha.....ha....ha....itu baru jurus terendah dari jurus Tapak Bajaku.....”. ucap Santang dengan angkuhnya, sementara itu lawannya yang kini sudah mulai terlihat bangkit, terlihat menggeram penuh kemarahan, bagaimana tidak hanya dalam satu gebrakan saja, Raden Santang berhasil menjatuhkannya, bahkan ; “Huaakkk.......”. terlihat dia langsung memuntahkan darah dari mulutnya, rupanya dia menderita luka dalam yang cukup hebat.
“Serrrr.......”. satu bayangan terlihat naik keatas panggung arena menghampiri sosok pemuda yang masih terkapar itu.
“Menyingkirlah dulu, sembuhkan luka dalammu......”. ucap sosok yang baru saja menaiki panggung arena tersebut, rupanya dia adalah sosok seorang pemuda berparas tampan yang juga merupakan seorang anak pembesar dari istana Karang Sewu.
“Raden Bintang.....”. ucap pemuda yang terkapar itu lagi saat mengetahui siapa yang tengah membantunya berdiri dan menuruni panggung.
“Bintang.......”. sebuah suara terlihat menghentikan langkah Bintang yang saat itu tengah memapah pemuda yang menjadi lawan Santang untuk menuruni arena panggung.
“Apakah kau tidak memiliki keberanian untuk mengikuti adu pertandingan ini.......”. rupanya Santang yang mengeluarkan ucapan untuk menantang Bintang untuk kembali menaiki panggung arena.
Sesaat Bintang terlihat mengalihkan pandangannya kearah pendopo, dimana saat itu kanjeng romo dan bundanya berada disana tengah memperhatikannya. Dan Bintang dapat melihat gelengan kepala dari kepala bundanya, tapi saat Bintang mengalihkan pandangannya kearah kanjeng romonya yang terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. Hal ini dapat diartikan kalau kanjeng romonya merestuinya untuk meladeni tantangan Raden Santang.
“Hidup Raden Bintang.....hidup.....!!”. tiba-tiba saja riuh suara penonton mendukung Bintang untuk menerima tantangan Raden Santang, Bintang mengedarkan pandangannya kearah para penonton yang terus memberikan dukungan padanya. Sesaat Bintang kembali mengalihkan pandangannya kearah Raden Santang yang masih berdiri angkuh diatas panggung arena, dukungan para penonton kepada Bintang tentu saja semakin membuat panas hati Raden Santang. Memang selama ini Raden Santang sangat dikenal keangkuhan dan kesombongannya terhadap para penduduk kota raja, berbeda sekali dengan Raden Bintang putra Gusti Patih Setyo Pinangan yang selalu tidak pandang derajat dalam berteman. Keriuhan para penonton kian terdengar saat melihat Bintang akhirnya menaiki panggung arena tersebut, ditempatnya Raden Santang terlihat tersenyum sinis. “Akan kupermalukan kau dihadapan Gusti Prabu hari ini Bintang.......”. batin Raden Santang lagi. Akhirnya keriuhan tersebut berubah hening, saat k
Matahari sudah terlihat mulai condong ke ufuk barat, sinarnya terlihat mulai redup, mega-mega merah mulai menghiasi cakrawala, bahkan dari arah selatan, terlihat serombongan burung yang tengah terbang bergerombol pulang kembali kesarangnya. Sementara itu dirumah Gusti Patih Setyo Pinangan. “Kau memang hebat putraku, kau memang hebat.....”. ucap seorang laki-laki berparas penuh wibawa yang tak lain adalah Gusti Patih Setyo Pinangan kepada seorang pemuda yang masih berusia belia sekitar 15 tahunan yang tak lain adalah Bintang adanya. “Benar, tapi kau juga harus berhati-hati anakku, Patih Ranang pasti tidak akan senang atas kekalahan putranya tadi siang......”. ucap seorang wanita anggun yang tak lain adalah istri Gusti Patih Setyo Pinangan. “Ah, tidak apa-apa dinda, kalau Patih Ranang berani macam-macam, dia akan berhadapan denganku......”. “Ah, kanda.......jangan bicara begitu.....”. “Bunda hanya mengingatkan, berhati-hatilah......”
Tanpa disadari oleh Bintang, dibagian depan rumah, tampak beberapa sosok bayangan hitam berkelebat diantara kegelapan malam, sosok-sosok yang berjumlah lima orang itu terlihat dengan sangat hati-hati melompat satu demi satu naik keatas atap rumah keputren kediaman Gusti Patih Setyo Pinangan, gerakan mereka yang begitu ringan, membuat belasan orang prajurit yang tengah berjaga tidak menyadari hal itu. “Settt......”. sebuah anak panah terlihat melesat dengan cepat kearah Bintang yang saat itu tengah berlatih, dan ; “Tap......”. untunglah pendengaran Bintang sudah begitu terlatih, hingga walau dikegelapan malam Bintang Masih dapat mendengar desiran halus yang mengarah dari arah kanannya dan dengan gerakan yang tak kalah cepat, tangan kanan Bintang bergerak, dalam sekejap saja sebuah anak panah sudah tertangkap ditangannya, seketika saja pandangan Bintang menatap kearah lesatan anak panah tadi berasal, tapi hanya kegelapan malam yang terbantang dihadapannya tanpa mampu menangkap
Keesokan harinya ada satu pristiwa yang sangat mengejutkan dan menggegerkan istana Karang Sewu, dimana pusaka kerajaan, Tombak Batara Geni hilang dicuri. Maka pada hari itu juga Gusti Prabu Karang Sewu mengadakan rapat mendadak dengan mengumpulkan semua para petinggi istana, termasuk para Patih dan Senopati kerajaan Karang Sewu. “Bagaimana menurut paman Mahapatih......?” “Ampun Gusti, menurut hamba kalau orang luar yang melakukan hal ini rasanya tidak mungkin, karena pusaka Tombak Batara Geni selain dijaga dengan amat ketat oleh para prajurit, hanya ada beberapa orang saja diantara kita yang mengetahui kode sandi tempat penyimpanan tombak pusaka Batara Geni itu........” “Jadi maksud paman Mahapatih, yang melakukan semua ini adalah orang dalam.......?” “Itu hanya perkiraan hamba saja Gusti, bisa saja salah......”. ucap Mahapatih Karang Sewu ini lagi terlihat menjura hormat. “Hamba sependapat dengan pendapat Gusti Mahapatih Gusti, rasanya tidak
Lima hari kemudian, Gusti Patih Setyo Pinanganpun dihadapkan pada Gusti Prabu Karang Sewu untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya dihadapan para pejabat dan petinggi kerajaan, Bintang dan istrinyapun ikut hadir ditempat itu. Beberapa hari sebelumnya Gusti Prabu Karang Sewu telah mengadakan pertemuan dengan para pejabat dan petinggi istana untuk memutuskan nasib Gusti Patih Setyo Pinangan dan banyak dari pejabat dan petinggi kerajaan yang masih tidak percaya kalau Gusti Patih Setyo Pinangan yang melakukan semua itu, tapi beberapa orang diantaranya terlihat terus mendesak Gusti Prabu Karang Sewu untuk menjatuhkan hukuman, karena walau bagaimanapun bukti sudah nyata kalau pusaka kerajaan tersebut ditemukan dirumah Gusti Patih Setyo Pinangan, jika hukuman tidak dijatuhkan maka harkat dan martabat kerajaan Karang Sewu akan direndahkan oleh raja-raja tanah jawa lainnya dan hal inilah yang semakin membuat Gusti Prabu Karang Sewu serba salah, disalah satu sisi, hati nuraninya sangat tida
Matahari terlihat bersinar dengan teriknya menerpa bumi, sementara itu serombongan prajurit terlihat mengawal sebuah kereta kuda keluar dari perbatasan kerajaan Karang Sewu, dibarisan paling depan terlihat dua sosok laki-laki berparas penuh wibawa dengan pakaian kebesaran mereka sebagai seorang Tumenggung kerajaan Karang Sewu, matanya keduanya begitu terlihat tajam mengawasi keadaan disekitar mereka. Entah sudah seberapa jauh mereka meninggalkan perbatasan kerajaan Karang Sewu. Takkala salah seorang dari kedua Tumenggung itu mengangkat tangannya, dengan serta merta barisan prajurit yang ada dibelakangnya menghentikan langkah mereka. Lalu keduanya terlihat memacu kuda mereka mendekati kereta kuda tersebut, dari dalam kereta kuda, keluar beberapa sosok tubuh yang ternyata adalah sosok Gusti Patih Setyo Pinangan beserta keluarganya. Kedua Tumenggung ini terlihat turun dari punggung kuda mereka. “Kami hanya bisa mengantar sampai disini Gusti.....”. ucap Tumenggun
Hari-hari berikutnya, perjalanan terus dilanjutkan. Pada hari kelima, kereta kuda mereka tiba dipinggiran sebuah desa, tapi mereka dikejutkan dengan satu pemandangan yang menggidikkan bulu roma, dimana disepanjang jalan memasuki desa tersebut, terlihat belasan bahkan puluhan mayat bergelimpangan ditengah-tengah jalan, baik itu mayat wanita, laki-laki maupun anak-anak. Gusti Patih Setyo Pinangan terlihat turun dari kereta kudanya, Bintang ikut turun. Keduanya terlihat memperhatikan keadaan yang menggenaskan itu. “Ini sudah desa ketiga yang kita temui seperti ini romo......”. ucap Bintang lagi saat berada disisi romonya. “Benar Bintang, dan semua ini pasti perbuatan gerombolan begal bayangan setan.......”. “Kenapa mereka begitu tega membantai seperti ini romo...... sungguh biadab sekali......” “Begitulah yang namanya begal anakku, kelak jika suatu hari nanti kau bertemu dengan mereka, jangan pernah kau beri ampun, tumpas mereka sampai ke akar-ak
“Kita lihat saja......” “Hyatt......hyyaaatt.....wuussshhh.....serrrr......”. hampir bersamaan keempat pendekar tersebut saling melesat kedepan dan melancarkan serangan masing-masing kearah Gusti Patih Setyo Pinangan yang sudah siap menyambutnya, dan ; “Hiyattt.....serrrr.......”. sosok Gusti Patih Setyo Pinanganpun ikut berkelebat kedepan menyambut serangan keempat lawannya dan kini terjadilah pertarungan yang dasyat dan seru ditempat itu. Ternyata Gusti Patih Setyo Pinangan benar-benar membuktikan kalau dirinya pantas untuk menjadi seorang Gusti Patih dikerajaan Karang Sewu, terbukti serangan-serangan gencar yang dilancarkan oleh keempat lawannya, bukan saja berhasil diimbanginya, bahkan sesekali Gusti Patih Setyo Pinangan berhasil membalas serangan tersebut. Didalam kereta kuda terlihat Bintang sudah tidak sabar lagi untuk membantu kanjeng romonya, tapi bundanya terus menahannya. Sementara itu pertarungan yang terjadi telah memasuki jurus ke 43, dimana saa