Hari-hari berikutnya, perjalanan terus dilanjutkan. Pada hari kelima, kereta kuda mereka tiba dipinggiran sebuah desa, tapi mereka dikejutkan dengan satu pemandangan yang menggidikkan bulu roma, dimana disepanjang jalan memasuki desa tersebut, terlihat belasan bahkan puluhan mayat bergelimpangan ditengah-tengah jalan, baik itu mayat wanita, laki-laki maupun anak-anak.
Gusti Patih Setyo Pinangan terlihat turun dari kereta kudanya, Bintang ikut turun. Keduanya terlihat memperhatikan keadaan yang menggenaskan itu.
“Ini sudah desa ketiga yang kita temui seperti ini romo......”. ucap Bintang lagi saat berada disisi romonya.
“Benar Bintang, dan semua ini pasti perbuatan gerombolan begal bayangan setan.......”.
“Kenapa mereka begitu tega membantai seperti ini romo...... sungguh biadab sekali......”
“Begitulah yang namanya begal anakku, kelak jika suatu hari nanti kau bertemu dengan mereka, jangan pernah kau beri ampun, tumpas mereka sampai ke akar-akarnya......”. ucap Patih Setyo Pinangan yang sudah terlihat geram melihat keadaan itu, karena ini sudah desa ketiga hal itu ditemuinya, dan pada desa ke-2, mereka beruntung masih mendapati penduduk yang selamat dalam pembantaian itu, dan dari penduduk yang selamat itu pulalah, Gusti Patih Setyo Pinangan mendapatkan keterangan tentang gerombolan begal yang semakin meraja rela dimana-mana.
“Ayo kita lanjutkan perjalanan kita.....”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan lagi, Bintang tak banyak membantah, dan merekapun segera melanjutkan perjalanan mereka.
Kali ini tak banyak hambatan yang menghadang perjalanan kereta kuda tersebut, begitu tiba dipinggiran sebuah hutan, Gusti Patih Setyo Pinangan memerintahkan untuk menghentikan kereta kuda tersebut.
“Ada apa kanda.....?”. ucap sang istri terlihat khawatir.
“Tidak apa-apa dinda, kanda hanya ingin menghirup sebentar udara Bukit Bayangan ini, sudah lama sekali rasanya kanda tidak merasakan udara tempat ini......”. ucap Gusti Patih Setyo lagi seraya turun dari kereta kudanya, istri dan Bintangpun ikut-ikutan turun dari kereta kuda tersebut. Dari pinggiran hutan tersebut, mereka dapat melihat sebuah bukit yang menjulang tinggi dihadapan mereka.
“Itulah Bukit Bayangan itu Bintang, sebentar lagi kau akan bertemu dengan kakekmu......”. Wajah Bintang tampak berubah berseri mendengar ucapan romonya, memang semenjak Bintang mendengar tentang nama besar kakeknya sebagai Dewa Tanpa Bayangan, Bintang sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan kakeknya itu.
“Bukit ini masih tetap sama seperti waktu dulu aku tinggalkan....”. ucap Patih Setyo Pinangan lagi menarik napas dalam-dalam, begitu segar terasa hawa ditempat itu.
“Sett.....settt....setttt.......”
“Akhhhh......akhhh.....akkhhhh........”. tapi mereka dikejutkan oleh jeritan-jeritan mematikan dari para prajurit yang ikut bersama mereka, dimana empat prajurit yang selama ini mengawal perjalanan mereka, kini telah terlihat tersungkur ketanah dengan dada tertembus anak panah, Patih Setyo Pinangan segera bersikap waspada untuk menjaga segala kemungkinan yang akan terjadi.
“Bintang, cepat bawa bundamu masuk kedalam kereta”. Ucap Patih Setyo Pinangan lagi, Bintang yang sebenarnya ingin tetap bersama romonya, tak bisa membantah hal itu, dengan segera kini keduanya telah berada didalam kereta kuda, sementara itu diluar, bersama sisa seorang prajurit lagi, Patih Setyo Pinangan telah berdiri waspada, kedua matanya yang tajam bergerak liar menatap keadaan disekitarnya.
“Settt.....settt.....settt......”
“Awas....!!”. terlambat bagi Patih Setyo Pinangan memperingatkan prajurit yang ada didekatnya saat belasan anak panah melesat dari berbagai arah menuju kearah mereka, Patih Setyo Pinangan terlihat dengan cepat menghindar kebelakang, sementara malang bagi prajurit yang berada disebelahnya, beberapa anak panah terlihat sudah menancap ditubuhnya.
“Kurang ajar......!!”. Patih Setyo Pinangan hanya dapat memaki sendiri melihat kini lima prajurit pilihannya telah tewas.
“Keluar.....!! hanya pengecut saja yang berani menyerang secara sembunyi-sembunyi.......!!”. ucap Patih Setyo Pinangan dengan keras, suaranya membahana ditempat itu.
“Serrr.....serrrr......serr.....serrrr......”. empat sosok tubuh melompat keluar dari persembunyian mereka, rupanya ucapan Patih Setyo Pinangan tadi telah mengusik pendengaran keempatnya, kini Patih Setyo Pinangan dapat melihat dengan jelas keempat sosok yang kini berdiri dihadapannya.
Dan Patih Setyo Pinangan yakin, laki-laki yang berada paling kiri itulah yang telah melepaskan anak panahnya tadi, karena terlihat sebuah busur ditangannya, sejenak Patih Setyo Pinangan kembali mengedarkan pandangannya kearah ketiga sosok yang kini juga telah berdiri dihadapannya.
“Siapa kalian......?”.
“Kau tidak perlu tahu siapa kami Gusti Patih, yang jelas kami dibayar untuk membunuhmu ditempat ini......”. ucap sosok yang berada paling tengah diantara keempatnya, tapi justru ucapan itu membuat Patih Setyo Pinangan terkejut dengan wajah berubah.
“Siapa yang membayar kalian......?”.
“Itupun kau tidak perlu tahu Gusti Patih, bersiaplah untuk menerima kematianmu........”. ucap sosok wanita yang berada paling kanan, dialah satu-satunya sosok wanita tua diantara ketiga teman laki-lakinya yang lain.
“Huh.....!! siapapun yang membayar kalian aku tak perduli, jangan kalian kira semudah itu kalian bisa membunuhku........”. ucap Patih Setyo Pinangan lagi dengan sinisnya.
“Kau mungkin hebat Gusti, tapi kalau menghadapi kami berempat sekaligus, kau tidak akan mampu......”
“Kita lihat saja......” “Hyatt......hyyaaatt.....wuussshhh.....serrrr......”. hampir bersamaan keempat pendekar tersebut saling melesat kedepan dan melancarkan serangan masing-masing kearah Gusti Patih Setyo Pinangan yang sudah siap menyambutnya, dan ; “Hiyattt.....serrrr.......”. sosok Gusti Patih Setyo Pinanganpun ikut berkelebat kedepan menyambut serangan keempat lawannya dan kini terjadilah pertarungan yang dasyat dan seru ditempat itu. Ternyata Gusti Patih Setyo Pinangan benar-benar membuktikan kalau dirinya pantas untuk menjadi seorang Gusti Patih dikerajaan Karang Sewu, terbukti serangan-serangan gencar yang dilancarkan oleh keempat lawannya, bukan saja berhasil diimbanginya, bahkan sesekali Gusti Patih Setyo Pinangan berhasil membalas serangan tersebut. Didalam kereta kuda terlihat Bintang sudah tidak sabar lagi untuk membantu kanjeng romonya, tapi bundanya terus menahannya. Sementara itu pertarungan yang terjadi telah memasuki jurus ke 43, dimana saa
“Racun apa yang kalian tebarkan tadi.....?”. ucap Patih Setyo Pinangan. “Ha.....ha.....ha......itu bukan racun mematikan Gusti Patih, tapi itu adalah racun pelemas tenaga milikku.....”. ucap lelaki yang memegang senjata tombak bermata ganda itu lagi. “Dan kini kau harus segera mati........”. ucap yang wanita lagi seraya mengangkat tangannya, dan ; “Settt....settt..........”. dengan sekali kibas saja, dua belati sudah melesat dengan cepat bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya kearah sosok Gusti Patih Setyo Pinangan yang tidak berdaya ditempatnya, tapi disaat yang kritis itulah ; “Telapak Bayangan heaaa......wusshhh......”. sebuah suara disusul dengan satu bayangan bergerak dimenghalangi serangan kedua belati tersebut dan kejap berikutnya segelombang angin yang cukup dasyat mementalkan kedua belati yang tengah melesat diudara tersebut. “Bintangg.......”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan mengenali sosok yang kini berdiri membela
“Hiyyaatt.....huppp........”. dengan cepat Bintang bergerak menghindar, tapi keempat lawannya terus memburunya seakan tak memberikan kesempatan sedikit saja kepada Bintang untuk bernafas lega. Serangan-serangan keempat lawannya itu kian gencar dan saling berlomba-lomba, kalau saja gerakan Bintang tidak cepat dan lincah, tentu sudah sejak tadi Bintang terkena pukulan dari salah seorang penyerangnya. “Hyattt.......Telapak Bayangan heaa.....wusshh......” “Kora....awasss...!!!!” “Dessss......akkkhhh.......”. terlambat bagi Kora untuk mendengar peringatan dari temannya, saat serangan maut Bintang datang menghampirinya dan terpentallah sosok Kora dengan derasnya kebelakang hingga menghantam sebatang pohon yang berada tak jauh dari tempat pertarungan itu, dan sesaat terlihat sosok Kora tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya tersungkur. “Desss.....dess......”.tapi malang bagi Bintang, walau berhasil menyarangkan serangannya, dua serangan de
“Aku tidak tahu, sepertinya tidak mungkin kita dapat membunuh Gusti patih Setyo Pinangan beserta keluarganya itu sekarang......belum lagi orang sakti yang tak terlihat wujudnya yang harus kita hadapi kali ini, tapi lelaki yang ada dihadapan kita itupun belum tentu orang sembarangan....... bisa-bisa kita sendiri yang akan jadi korban....” “Aku setuju dengan pendapatmu nyi, sebaiknya kita kembali ke Gusti patih Ranang dan kita katakan saja kita telah berhasil membunuh Gusti patih Setyo Pinangan beserta keluarganya......”. maka tanpa diperintah lagi, kedua-duanya segera melesat pergi meninggalkan tempat itu. Melihat kedua lawannya pergi meninggalkan tempat itu, lelaki yang berwajah tenang dan dingin ini segera tampak berbalik dan berjalan menuju kearah sosok seorang pemuda yang tidak lain adalah Bintang yang tampak sudah tidak sadarkan diri. Lelaki tua ini tampak sejenak memeriksa keadaannya. “Bagaimana keadaannya kakang......?”. terdengar ucapan Gusti patih Set
Kuning keemasan memancar diufuk fajar, seakan-akan menandakan kalau sebentar lagi sang mentari akan segera menampakkan dirinya di ufuk timur sebagai pertanda dimulainya kehidupan diatas muka bumi ini. Satu demi satu terdengar suara cicit burung yang saling bersahut-sahutan dari dahan ke dahan semakin menambah indahnya pagi itu. Di sebuah bukit yang tampak berdiri dengan tegarnya dari kejauhan, sepanjang mata memandang bukit itu tampak begitu dipenuhi oleh pepohonan yang tumbuh menjulang tinggi seakan ingin mencakar langit, hingga kalau pada siang hari, kerimbunan dan ketinggian pohon tersebut mampu memberikan bayangan keteduhan pada bukit itu, hingga tak heran banyak orang-orang awam maupun orang-orang persilatan yang memberikan nama sebagai Bukit Bayangan terhadap bukit itu. “Hyattthiyattt”. tiba-tiba terdengar suara teriakan keras dari atas puncak Bukit Bayangan, kian lama kian semakin terdengar jelas suara tersebut dan bila kita melihat lebih dekat, ternyata diata
Keesokan harinya, seperti yang telah direncanakan, Dewa Tanpa Bayanganpun segera berangkat menuju ke Lembah Obat, tempat kediaman sahabatnya Peramal 5 Benua. Dengan mengandalkan aji Mambang Bayunya, Dewa Tanpa Bayangan mampu mencapai Lembah Obat hanya dalam dua hari saja, padahal bila menunggangi seekor kudapun paling tidak baru 4 hari baru bisa sampai ke Lembah Obat. Sosok kakek Dewa Tanpa Bayangan melesat dengan kecepatan tinggi menaiki Lembah Obat, dari wajahnya jelas terlihat kalau kakek itu sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan sahabatnya itu. Tak seberapa lama kemudian, diapun tiba dipuncak Lembah Obat. Dipuncak Lembah Obat, berdiri sebuah gubuk tua yang terlihat begitu amat sederhana, seorang kakek tampak tengah asyik menjemur dedaunan kering yang sepertinya akan diramunya menjadi obat, tapi pendengarannya yang tajam membuat sikakek tiba-tiba saja menghentikan pekerjaannya, tubuhnya segera berpaling kearah jalan setapak yang menuju langsu
Dua sosok bayangan terlihat berkelebat dengan cepat menaiki sebuah bukit, keduanya tampak berkelebat beriringan satu sama lain, bila menilik sosok penampilan keduanya, mereka berdua tak lain adalah Benua alias Peramal 5 Benua dan Baruna alias Dewa Tanpa Bayangan. “Kenapa tempatmu ini kau beri pagar bayang-bayang Baruna”. ucap Benua diantara kelebatan mereka. “Untuk jaga-jaga saja Benua, saat ini muridku yang menjadi patih kerajaan Karang Sewu itu telah menjadi incaran orang-orang yang ingin membunuhnya”. ucap Baruna lagi. “Yah, begitu kehidupan disebuah kerajaan Baruna, siapa yang lebih suka menjilat, dialah yang akan memangku jabatan tinggi”. ucap Peramal 5 Benua lagi, keduanya terus berkelebat menaiki bukit yang ada dihadapan mereka. Tak lama kemudian, keduanya segera tiba dipuncak Bukit Bayangan, dimana terdapat sebuah bangunan tua yang cukup besar. “Bintang... Bintang”. ucap kakek yang berlengan tunggal terlihat memanggil-manggil nama tersebut ser
“Berhasil!!”. ucap kakek Benua dan kakek Baruna hampir saja berteriak girang melihat keberhasilan Bintang menyeberangi sungai tersebut. Dan tanpa menunggu lagi kedua-duanya segera keluar dari persembunyian mereka, diseberang sungai Bintang tentu saja terkejut melihat kehadiran kedua kakek tersebut. “Kakek”. ucap Bintang dengan wajah gembira. “Ayo Bintang menyeberanglah gunakan aji Mambang Bayumu itu”. ucap kakek Baruna lagi dan Bintang terlihat menganggukkan wajahnya dan ; “Serrrrr...”. kini dengan mulus Bintang berhasil berkelebat diatas air sungai tersebut dan berhasil tiba ditepian sungai tersebut dengan sempurna. “Kakek”. Bintang langsung menjura hormat pada sosok kakek Baruna yang kini sudah berada dihadapannya. “Bangunlah cucuku”. ucap kakek Baruna lagi mengangkat tubuh Bintang, lalu kemudian pandangan Bintang beralih kearah sesosok kakek yang berada disebelah kakeknya. “Oh ya Bintang, perkenalkan ini adalah sahabat kake