Share

1. Bagian 19

Hari-hari berikutnya, perjalanan terus dilanjutkan. Pada hari kelima, kereta kuda mereka tiba dipinggiran sebuah desa, tapi mereka dikejutkan dengan satu pemandangan yang menggidikkan bulu roma, dimana disepanjang jalan memasuki desa tersebut, terlihat belasan bahkan puluhan mayat bergelimpangan ditengah-tengah jalan, baik itu mayat wanita, laki-laki maupun anak-anak.

Gusti Patih Setyo Pinangan terlihat turun dari kereta kudanya, Bintang ikut turun. Keduanya terlihat memperhatikan keadaan yang menggenaskan itu.

“Ini sudah desa ketiga yang kita temui seperti ini romo......”. ucap Bintang lagi saat berada disisi romonya.

“Benar Bintang, dan semua ini pasti perbuatan gerombolan begal bayangan setan.......”.

“Kenapa mereka begitu tega membantai seperti ini romo...... sungguh biadab sekali......”

“Begitulah yang namanya begal anakku, kelak jika suatu hari nanti kau bertemu dengan mereka, jangan pernah kau beri ampun, tumpas mereka sampai ke akar-akarnya......”. ucap Patih Setyo Pinangan yang sudah terlihat geram melihat keadaan itu, karena ini sudah desa ketiga hal itu ditemuinya, dan pada desa ke-2, mereka beruntung masih mendapati penduduk yang selamat dalam pembantaian itu, dan dari penduduk yang selamat itu pulalah, Gusti Patih Setyo Pinangan mendapatkan keterangan tentang gerombolan begal yang semakin meraja rela dimana-mana.

“Ayo kita lanjutkan perjalanan kita.....”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan lagi, Bintang tak banyak membantah, dan merekapun segera melanjutkan perjalanan mereka.

Kali ini tak banyak hambatan yang menghadang perjalanan kereta kuda tersebut, begitu tiba dipinggiran sebuah hutan, Gusti Patih Setyo Pinangan memerintahkan untuk menghentikan kereta kuda tersebut.

“Ada apa kanda.....?”. ucap sang istri terlihat khawatir.

“Tidak apa-apa dinda, kanda hanya ingin menghirup sebentar udara Bukit Bayangan ini, sudah lama sekali rasanya kanda tidak merasakan udara tempat ini......”. ucap Gusti Patih Setyo lagi seraya turun dari kereta kudanya, istri dan Bintangpun ikut-ikutan turun dari kereta kuda tersebut. Dari pinggiran hutan tersebut, mereka dapat melihat sebuah bukit yang menjulang tinggi dihadapan mereka.

“Itulah Bukit Bayangan itu Bintang, sebentar lagi kau akan bertemu dengan kakekmu......”. Wajah Bintang tampak berubah berseri mendengar ucapan romonya, memang semenjak Bintang mendengar tentang nama besar kakeknya sebagai Dewa Tanpa Bayangan, Bintang sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan kakeknya itu.

“Bukit ini masih tetap sama seperti waktu dulu aku tinggalkan....”. ucap Patih Setyo Pinangan lagi menarik napas dalam-dalam, begitu segar terasa hawa ditempat itu.

“Sett.....settt....setttt.......”

“Akhhhh......akhhh.....akkhhhh........”. tapi mereka dikejutkan oleh jeritan-jeritan mematikan dari para prajurit yang ikut bersama mereka, dimana empat prajurit yang selama ini mengawal perjalanan mereka, kini telah terlihat tersungkur ketanah dengan dada tertembus anak panah, Patih Setyo Pinangan segera bersikap waspada untuk menjaga segala kemungkinan yang akan terjadi.

“Bintang, cepat bawa bundamu masuk kedalam kereta”. Ucap Patih Setyo Pinangan lagi, Bintang yang sebenarnya ingin tetap bersama romonya, tak bisa membantah hal itu, dengan segera kini keduanya telah berada didalam kereta kuda, sementara itu diluar, bersama sisa seorang prajurit lagi, Patih Setyo Pinangan telah berdiri waspada, kedua matanya yang tajam bergerak liar menatap keadaan disekitarnya.

“Settt.....settt.....settt......”

“Awas....!!”. terlambat bagi Patih Setyo Pinangan memperingatkan prajurit yang ada didekatnya saat belasan anak panah melesat dari berbagai arah menuju kearah mereka, Patih Setyo Pinangan terlihat dengan cepat menghindar kebelakang, sementara malang bagi prajurit yang berada disebelahnya, beberapa anak panah terlihat sudah menancap ditubuhnya.

“Kurang ajar......!!”. Patih Setyo Pinangan hanya dapat memaki sendiri melihat kini lima prajurit pilihannya telah tewas.

“Keluar.....!! hanya pengecut saja yang berani menyerang secara sembunyi-sembunyi.......!!”. ucap Patih Setyo Pinangan dengan keras, suaranya membahana ditempat itu.

“Serrr.....serrrr......serr.....serrrr......”. empat sosok tubuh melompat keluar dari persembunyian mereka, rupanya ucapan Patih Setyo Pinangan tadi telah mengusik pendengaran keempatnya, kini Patih Setyo Pinangan dapat melihat dengan jelas keempat sosok yang kini berdiri dihadapannya.

Dan Patih Setyo Pinangan yakin, laki-laki yang berada paling kiri itulah yang telah melepaskan anak panahnya tadi, karena terlihat sebuah busur ditangannya, sejenak Patih Setyo Pinangan kembali mengedarkan pandangannya kearah ketiga sosok yang kini juga telah berdiri dihadapannya.

“Siapa kalian......?”.

“Kau tidak perlu tahu siapa kami Gusti Patih, yang jelas kami dibayar untuk membunuhmu ditempat ini......”. ucap sosok yang berada paling tengah diantara keempatnya, tapi justru ucapan itu membuat Patih Setyo Pinangan terkejut dengan wajah berubah.

“Siapa yang membayar kalian......?”.

“Itupun kau tidak perlu tahu Gusti Patih, bersiaplah untuk menerima kematianmu........”. ucap sosok wanita yang berada paling kanan, dialah satu-satunya sosok wanita tua diantara ketiga teman laki-lakinya yang lain.

“Huh.....!! siapapun yang membayar kalian aku tak perduli, jangan kalian kira semudah itu kalian bisa membunuhku........”. ucap Patih Setyo Pinangan lagi dengan sinisnya.

“Kau mungkin hebat Gusti, tapi kalau menghadapi kami berempat sekaligus, kau tidak akan mampu......”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status