“Kita lihat saja......”
“Hyatt......hyyaaatt.....wuussshhh.....serrrr......”. hampir bersamaan keempat pendekar tersebut saling melesat kedepan dan melancarkan serangan masing-masing kearah Gusti Patih Setyo Pinangan yang sudah siap menyambutnya, dan ;
“Hiyattt.....serrrr.......”. sosok Gusti Patih Setyo Pinanganpun ikut berkelebat kedepan menyambut serangan keempat lawannya dan kini terjadilah pertarungan yang dasyat dan seru ditempat itu. Ternyata Gusti Patih Setyo Pinangan benar-benar membuktikan kalau dirinya pantas untuk menjadi seorang Gusti Patih dikerajaan Karang Sewu, terbukti serangan-serangan gencar yang dilancarkan oleh keempat lawannya, bukan saja berhasil diimbanginya, bahkan sesekali Gusti Patih Setyo Pinangan berhasil membalas serangan tersebut. Didalam kereta kuda terlihat Bintang sudah tidak sabar lagi untuk membantu kanjeng romonya, tapi bundanya terus menahannya.
Sementara itu pertarungan yang terjadi telah memasuki jurus ke 43, dimana saat itu kedua belah pihak masih berimbang, hingga akhirnya hampir bersamaan keempat lawan Gusti Patih Setyo Pinangan saling melompat mundur. Dan keempatnya terlihat saling pandang satu sama lain.
“Cringg......”. salah satu dari keempat lawan Patih Setyo Pinangan terlihat sudah mencabut golok yang sejak tadi berada dipinggangnya, melihat hal itu, ketiga temannya yang lainpun ikut mengeluarkan senjata mereka masing-masing, dimana yang paling kiri tampak sudah mulai memutar-mutar busur ditangannya, sedangkan sosok wanita yang ada disebelahnya tampak mengeluarkan dua belati kecil ditangannya, sedangkan yang berada disebelahnya adalah yang menggunakan senjata golok dan yang terakhir terlihat mengeluarkan sebuah tombak pendek bermata ganda.
Melihat keempat lawannya telah memegang senjatanya masing-masing, Patih Setyo Pinanganpun tak mau ketinggalan, dan ; “Cringg....”. sebilah keris yang sejak tadi terselip dipinggangnya, kini sudah berada ditangannya.
“Ayo, kita serang dia.....!! semakin cepat kita selesaikan, semakin cepat kita tinggalkan tempat ini........”. ucap yang bersenjatakan golok lagi seraya mempersiapkan serangannya, dan ;
“Hyatt...bettt.....wuushh....werr...”. hampir bersamaan keempatnya saling melompat kedepan menyerang kearah sosok Patih Setyo Pinangan. Berbagai macam bentuk senjata itu berkelebat dengan cepat kearah sosok Patih Setyo Pinangan.
“Trangg.....tranggg.....trangggg......”. terdengar beberapa kali benturan terjadi saat Gusti Patih Setyo Pinangan memapaki serangan-serangan tersebut dengan keris ditangannya, dan terlihat percikan bunga api terlihat memencar dari beradunya berbagai macam senjata pusaka itu.
Tapi kali ini, keempat lawan Patih Setyo Pinangan terlihat berada diatas angin, serangan berbahaya keempatnya bukannya saja mampu mendesak keberadaan Gusti Patih Setyo Pinangan, tapi juga telah membuat Gusti Patih Setyo Pinangan sulit untuk melancarkan serangan balasan, salah melangkah sekali saja, dapat dibayangkan kalau senjata-senjata maut dari para lawannya akan mengenai tubuhnya.
“Hiyaaa....settt.....setttt......”. bahkan beberapa kali anak panah yang dilepaskan oleh lawannya hampir saja mengancam jiwanya, untung sejauh ini Gusti Patih Setyo Pinangan masih mampu bergerak cepat mengindar, tapi ;
“Crassshhh.....akhhh......”. Gusti Patih Setyo Pinangan terpekik kaget saat merasakan ada sesuatu yang membeset kedua kakinya, hingga kontan tubuh Patih Setyo Pinangan langsung terjatuh ketanah, dan disaat itu pulalah, sosok wanita yang bersenjatakan dua belati kecil itu memburunya, dengan sekuat tenaganya Gusti Patih Setyo Pinangan bergulingan untuk menghindari serangan belati maut itu, sambil berguling sosok Gusti Patih Setyo Pinangan terlihat kembali berputar-putar diudara, hal ini memperlihatkan bagaimana kelas seorang Gusti Patih dalam menghindari serangan lawannya, tapi ;
“Settt......”. walau masih berputar diudara, pendengaran Gusti Patih Setyo Pinangan yang tajam masih sempat mendengar adanya desiran halus yang datang dari arah belakangnya, dan ;
“Hiyaaa.......wuutt.....duarrrr.......”. tanpa melihat lagi, Gusti Patih Setyo Pinangan terlihat langsung melemparkan keris ditangannya untuk menyongsong serangan gelap yang datang dari arah belakangnya tersebut, dan beberapa saat kemudian terdengar sebuah suara ledakan kecil ditempat itu, disusul dengan bertebarannya kabut asap yang menutupi tempat itu.
Gusti Patih Setyo Pinangan langsung bersikap waspada dengan memasang pendengarannya tajam-tajam, karena dalam keadaan kabut tebal seperti saat ini, serangan-serangan yang dilancarkan oleh lawannya tidak akan bisa dilihatnya dengan jelas, tapi belum lagi serangan-serangan itu datang, tiba-tiba Gusti Patih Setyo Pinangan merasakan ada sesuatu yang lain pada dirinya.
“Kabut ini beracun.....”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan menyadari hal itu, dengan cepat Gusti Patih Setyo Pinangan langsung menutup penciumannya, tapi terlambat, saat itulah Gusti Patih Setyo Pinangan merasakan tubuhnya mendadak lemas tak bertenaga, bahkan terlihat tubuh Patih Setyo Pinangan langsung terjatuh ditempatnya karena kehilangan tenaga.
Perlahan tapi pasti kabut tebal yang menutupi tempat itu mulai sirna tertiup angin, dan kini terlihatlah keempat sosok tubuh yang menjadi lawan Patih Setyo Pinangan terlihat masih berdiri, tapi terlihat keempatnya masih menutupi hidung mereka masing-masing. Setelah melihat kabut asap itu menghilang semuanya, barulah terlihat keempatnya membuka kembali pernafasan mereka.
“Racun apa yang kalian tebarkan tadi.....?”. ucap Patih Setyo Pinangan. “Ha.....ha.....ha......itu bukan racun mematikan Gusti Patih, tapi itu adalah racun pelemas tenaga milikku.....”. ucap lelaki yang memegang senjata tombak bermata ganda itu lagi. “Dan kini kau harus segera mati........”. ucap yang wanita lagi seraya mengangkat tangannya, dan ; “Settt....settt..........”. dengan sekali kibas saja, dua belati sudah melesat dengan cepat bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya kearah sosok Gusti Patih Setyo Pinangan yang tidak berdaya ditempatnya, tapi disaat yang kritis itulah ; “Telapak Bayangan heaaa......wusshhh......”. sebuah suara disusul dengan satu bayangan bergerak dimenghalangi serangan kedua belati tersebut dan kejap berikutnya segelombang angin yang cukup dasyat mementalkan kedua belati yang tengah melesat diudara tersebut. “Bintangg.......”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan mengenali sosok yang kini berdiri membela
“Hiyyaatt.....huppp........”. dengan cepat Bintang bergerak menghindar, tapi keempat lawannya terus memburunya seakan tak memberikan kesempatan sedikit saja kepada Bintang untuk bernafas lega. Serangan-serangan keempat lawannya itu kian gencar dan saling berlomba-lomba, kalau saja gerakan Bintang tidak cepat dan lincah, tentu sudah sejak tadi Bintang terkena pukulan dari salah seorang penyerangnya. “Hyattt.......Telapak Bayangan heaa.....wusshh......” “Kora....awasss...!!!!” “Dessss......akkkhhh.......”. terlambat bagi Kora untuk mendengar peringatan dari temannya, saat serangan maut Bintang datang menghampirinya dan terpentallah sosok Kora dengan derasnya kebelakang hingga menghantam sebatang pohon yang berada tak jauh dari tempat pertarungan itu, dan sesaat terlihat sosok Kora tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya tersungkur. “Desss.....dess......”.tapi malang bagi Bintang, walau berhasil menyarangkan serangannya, dua serangan de
“Aku tidak tahu, sepertinya tidak mungkin kita dapat membunuh Gusti patih Setyo Pinangan beserta keluarganya itu sekarang......belum lagi orang sakti yang tak terlihat wujudnya yang harus kita hadapi kali ini, tapi lelaki yang ada dihadapan kita itupun belum tentu orang sembarangan....... bisa-bisa kita sendiri yang akan jadi korban....” “Aku setuju dengan pendapatmu nyi, sebaiknya kita kembali ke Gusti patih Ranang dan kita katakan saja kita telah berhasil membunuh Gusti patih Setyo Pinangan beserta keluarganya......”. maka tanpa diperintah lagi, kedua-duanya segera melesat pergi meninggalkan tempat itu. Melihat kedua lawannya pergi meninggalkan tempat itu, lelaki yang berwajah tenang dan dingin ini segera tampak berbalik dan berjalan menuju kearah sosok seorang pemuda yang tidak lain adalah Bintang yang tampak sudah tidak sadarkan diri. Lelaki tua ini tampak sejenak memeriksa keadaannya. “Bagaimana keadaannya kakang......?”. terdengar ucapan Gusti patih Set
Kuning keemasan memancar diufuk fajar, seakan-akan menandakan kalau sebentar lagi sang mentari akan segera menampakkan dirinya di ufuk timur sebagai pertanda dimulainya kehidupan diatas muka bumi ini. Satu demi satu terdengar suara cicit burung yang saling bersahut-sahutan dari dahan ke dahan semakin menambah indahnya pagi itu. Di sebuah bukit yang tampak berdiri dengan tegarnya dari kejauhan, sepanjang mata memandang bukit itu tampak begitu dipenuhi oleh pepohonan yang tumbuh menjulang tinggi seakan ingin mencakar langit, hingga kalau pada siang hari, kerimbunan dan ketinggian pohon tersebut mampu memberikan bayangan keteduhan pada bukit itu, hingga tak heran banyak orang-orang awam maupun orang-orang persilatan yang memberikan nama sebagai Bukit Bayangan terhadap bukit itu. “Hyattthiyattt”. tiba-tiba terdengar suara teriakan keras dari atas puncak Bukit Bayangan, kian lama kian semakin terdengar jelas suara tersebut dan bila kita melihat lebih dekat, ternyata diata
Keesokan harinya, seperti yang telah direncanakan, Dewa Tanpa Bayanganpun segera berangkat menuju ke Lembah Obat, tempat kediaman sahabatnya Peramal 5 Benua. Dengan mengandalkan aji Mambang Bayunya, Dewa Tanpa Bayangan mampu mencapai Lembah Obat hanya dalam dua hari saja, padahal bila menunggangi seekor kudapun paling tidak baru 4 hari baru bisa sampai ke Lembah Obat. Sosok kakek Dewa Tanpa Bayangan melesat dengan kecepatan tinggi menaiki Lembah Obat, dari wajahnya jelas terlihat kalau kakek itu sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan sahabatnya itu. Tak seberapa lama kemudian, diapun tiba dipuncak Lembah Obat. Dipuncak Lembah Obat, berdiri sebuah gubuk tua yang terlihat begitu amat sederhana, seorang kakek tampak tengah asyik menjemur dedaunan kering yang sepertinya akan diramunya menjadi obat, tapi pendengarannya yang tajam membuat sikakek tiba-tiba saja menghentikan pekerjaannya, tubuhnya segera berpaling kearah jalan setapak yang menuju langsu
Dua sosok bayangan terlihat berkelebat dengan cepat menaiki sebuah bukit, keduanya tampak berkelebat beriringan satu sama lain, bila menilik sosok penampilan keduanya, mereka berdua tak lain adalah Benua alias Peramal 5 Benua dan Baruna alias Dewa Tanpa Bayangan. “Kenapa tempatmu ini kau beri pagar bayang-bayang Baruna”. ucap Benua diantara kelebatan mereka. “Untuk jaga-jaga saja Benua, saat ini muridku yang menjadi patih kerajaan Karang Sewu itu telah menjadi incaran orang-orang yang ingin membunuhnya”. ucap Baruna lagi. “Yah, begitu kehidupan disebuah kerajaan Baruna, siapa yang lebih suka menjilat, dialah yang akan memangku jabatan tinggi”. ucap Peramal 5 Benua lagi, keduanya terus berkelebat menaiki bukit yang ada dihadapan mereka. Tak lama kemudian, keduanya segera tiba dipuncak Bukit Bayangan, dimana terdapat sebuah bangunan tua yang cukup besar. “Bintang... Bintang”. ucap kakek yang berlengan tunggal terlihat memanggil-manggil nama tersebut ser
“Berhasil!!”. ucap kakek Benua dan kakek Baruna hampir saja berteriak girang melihat keberhasilan Bintang menyeberangi sungai tersebut. Dan tanpa menunggu lagi kedua-duanya segera keluar dari persembunyian mereka, diseberang sungai Bintang tentu saja terkejut melihat kehadiran kedua kakek tersebut. “Kakek”. ucap Bintang dengan wajah gembira. “Ayo Bintang menyeberanglah gunakan aji Mambang Bayumu itu”. ucap kakek Baruna lagi dan Bintang terlihat menganggukkan wajahnya dan ; “Serrrrr...”. kini dengan mulus Bintang berhasil berkelebat diatas air sungai tersebut dan berhasil tiba ditepian sungai tersebut dengan sempurna. “Kakek”. Bintang langsung menjura hormat pada sosok kakek Baruna yang kini sudah berada dihadapannya. “Bangunlah cucuku”. ucap kakek Baruna lagi mengangkat tubuh Bintang, lalu kemudian pandangan Bintang beralih kearah sesosok kakek yang berada disebelah kakeknya. “Oh ya Bintang, perkenalkan ini adalah sahabat kake
“Apa maksud kakek, aku adalah Titisan Putra Bintang itu ?”. ucap Bintang lagi mencoba menyimpulkan apa yang telah didengarnya. Kakek Benua tidak menjawabnya, tapi kepalanya terlihat mengangguk. Bintang semakin terkejut dan tak percaya melihat hal itu, ditatapnya kakeknya kakek Baruna, lalu pamannya paman Randu, lalu kemudian romonya, Setyo Pinangan dan terakhir ibundanya yang terlihat hanya tertunduk. “Inilah rahasia besar yang ingin romo sampaikan padamu Bintang kau memang bukan putra kandung kami, aku menemukanmu saat aku menemani gusti prabu Karang Sewu berburu dihutan cadas putih dan sejak saat itulah aku dan istriku mengangkatmu sebagai anak kami.”. ucap Setyo Pinangan lagi akhirnya mengeluarkan ucapan itu, dan Bintang sendiri bagaikan mendengar suara petir yang amat keras dihadapannya. Dan Bintang semakin terkejut saat melihat tiba-tiba saja ibundanya berdiri dan berlari, dari kejauhan terdengar isak tangisnya. “Kau harus bisa menerima kenyataan ini Bin