Pagi baru saja datang menyapa, sang mentaripun baru saja menampakkan dirinya diufuk timur, terpaan cahaya kuning keemasannya terasa begitu menghangatkan kulit. Sementara itu di Desa Tawungsari terlihat kehidupan kembali berjalan seperti biasanya, hanya saja pagi itu ada satu cerita yang menjadi cerita hangat diantara penduduk desa, karena pada hari itu tidak ada korban dari manusia penghisap darah yang selama beberapa hari ini telah menebarkan teror kematian di desa Tawungsari. Bahkan kabar yang tersebar menyebutkan kalau hal itu terjadi karena seorang pendekar yang telah berhasil menggagalkan teror simanusia penghisap darah. Karena kabar itulah kini rumah penginapan ki Tawuk terlihat begitu ramai dikunjungi oleh para pengunjung, mereka ingin melihat langsung sosok pendekar yang malam tadi berhasil mengalahkan si manusia penghisap darah.
Bintang yang pagi itu memang sudah kembali berada di penginapan ki Tawuk sedikit terkejut melihat sambutan masyarakat desa Tawungsari kepad
“Silahkan duduk tuan, saya akan memberitahukan kedatangan tuan kepada Nyai”. “Terima kasih ki.”. Ki Tayub segera meninggalkan tempat itu, dan Bintang terlihat menatapi seluruh ruangan tersebut, walau megah dan mewah, tapi hati Bintang masih bertanya-tanya, karena tidak seorangpun terlihat pelayan dirumah itu, padahal rumah sebegitu luasnya tentulah seharusnya memiliki banyak pelayan. Tak lama kemudian Ki Tayub muncul kembali, ditangannya terlihat sebuah nampan yang berisikan minuman. “Silahkan diminum tuan”. ucap Ki Tayub lagi mempersilahkan Bintang. “Tolong jangan panggil aku seperti itu ki kedengarannya sangat kurang pantas, panggil saja Raden atau denmas”. Ucap Bintang lagi tersenyum ramah. “Baik denmas, sebentar lagi Nyai akan segera datang” “Maaf ki, kalau saya tidak salah lihat, sepertinya tidak ada seorangpun pelayan dirumah ini”. ucap Bintang akhirnya mengungkapkan rasa herannya. “Benar den, semua pelayan disini sudah berhenti karena t
Langkah-langkah halus terdengar melangkah dibelakang Bintang, dan Bintang segera berpaling. “Ki Tayub”. ucap Bintang lagi tersenyum saat sosok Ki Tayub yang kini sudah ada didekatnya. “Ini saya bawakan kopi hangat dan singkong rebus den, biar tidak mengantuk”. ucap Ki Tayub lagi dengan ramahnya. “Waduh, ngerepotin Ki Tayub saja”. “Ah tidak repot denmas”. maka bersama Ki Tayubpun Bintang segera menikmatinya hangatnya singkong rebus dan kopi hangat buatan Ki Tayub. “Sepertinya manusia penghisap darah itu tidak berani lagi muncul setelah denmas kalahkan kemarin”. ucap Ki Tayub lagi. “Mudah-mudahan saja ki”. ucap Bintang lagi. “Oh ya ki, apakah saya boleh bertanya sesuatu. ?”. “Oh tentu, tentu den” “Apakah benar Nyai Kembangsari tidak pernah memiliki musuh ?”. ucap Bintang lagi hingga membuat Ki Tayub terdiam dan Ki Tayub terlihat memikirkan pertanyaan Bintang itu. “Sepengetahuan saya sih tidak ada den, dan
“Lalu bagaimana dengan kekasih Nyai Kembangsari yang bernama Sunarya itu ki, apakah tidak ada lagi kabar tentangnya. ?”. ucap Bintang lagi. “Tidak den, tiga tahun yang lalu Sunarya pernah datang kemari dan meminta Nyai Kembangsari untuk menjadi istrinya, tapi Nyai menolaknya, saya sendiri tidak tahu kenapa Nyai melakukan hal itu, sejak saat itu Sunarya tidak pernah datang lagi, bahkan saya dengar kabar dari masyarakat desa Rantangpuri, Sunarya juga sudah tidak ada lagi berada di desa itu, katanya Sunarya pergi hilang entah kemana”. ucap Ki Tayub lagi dan Bintang kembali terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar hal itu. *** Beberapa hari kemudian, keadaan didesa Tawungsari benar-benar sudah tenang, masyarakat desa Tawungsari sudah tidak lagi merasakan rasa ketakutan akibat teror manusia penghisap darah yang selama beberapa waktu telah meneror seluruh masyarakat desa Tawungsari. Tapi kini semenjak kehadiran Bintang didesa itu, keadaan Desa Tawungsari b
Perjalanan mereka tidak begitu mengalami banyak hambatan dan saat matahari sudah mulai berada dipuncaknya, perjalanan mereka sudah tiba didepan sebuah hutan yang menurut Ki Tayub, setelah melewati hutan itu mereka akan segera tiba di Desa Rantangpuri, tapi menurut Ki Tayub pula dulunya hutan itu masih merupakan sarang begal rampok yang sering menghadang setiap orang yang melewati hutan tersebut, tapi kejadian itu sudah begitu lama sekali, sekitar 5 tahun yang lalu. Sejak suaminya Juragan Wira meninggal. “Kita sudah tiba dihutan Rantangpuri Nyai”. ucap Bintang lagi memberitahukan kepada sosok Nyai Kembangsari yang duduk dibelakang. Nyai Kembangsari tampak menatap hutan lebat yang ada dihadapannya. “Apakah menurut Raden dihutan itu masih ada para begal rampoknya ?”. “Saya juga tidak tahu Nyai, tapi Nyai tidak perlu khawatir, selagi saya masih ada disini, takkan kubiarkan mereka menyakiti Nyai”. ucap Bintang lagi. Dari dalam kereta kuda, terlihat Nyai Kembangsar
“Sudah ketua, biar kami yang beri pelajaran pada pemuda sombong ini.”. ucap salah seorang anak buahnya lagi seraya mengacung-acungkan golok ditangannya. “Benar ketua, biar kami yang membereskannya”. sambut belasan anak buahnya yang lain dengan begitu semangatnya. Tanpa menunggu jawaban dari pemimpin mereka, belasan orang anak buahnya terlihat langsung bergerak mengepung Bintang. Bintang tetap tenang berada ditempatnya, hanya kedua mata Bintang yang bergerak liar melihat kearah para pengepungnya. Melihat belasan orang yang kini mengepung Bintang, tentu saja Nyai Kembangsari kini sangat mengkhawatirkan keadaan Bintang. “Serang!!! hyaaatt...hyyatt....wuut....wuutt...wuutt”. Belasan sosok gerombolan begal yang memegang senjata golok ditangan mereka itu dengan serentak menyerang kedepan, mereka terlihat begitu bersemangat sekali, golok-golok ditangan mereka bergerak cepat kearah tubuh Bintang, seakan tidak kenal ampun, tapi ; “Deeess....ddeesss....dddddeeesssss.”.
“Bbbruusshhh.”. secara mengejutkan sekali, tiba-tiba saja satu sosok tubuh muncul dari dalam tanah dibelakang Bintang. “Bintang awasss!”. dari kereta kudanya Nyai Kembangsari terlihat langsung berteriak memperingatkan Bintang, tapi sebenarnya Bintang sudah mengetahui hal itu. “Wuutt....setttt”. sosok yang tak lain adalah sang pemimpin begal itu terlihat langsung melepaskan serangan pisau terbangnya kearah Bintang, dan Bintang kembali memperlihatkan kelasnya sebagai seorang pendekar dengan berputar diudara untuk menghindari serangan pisau terbang itu, tapi ; “Mati kau anak muda... wuutt....setttt”. ucap sang pemimpin begal lagi seraya kembali melepaskan pisau terbangnya kearah Bintang, rupanya serangan pertama tadi hanyalah serangan tipuan pengalih perhatian saja, sedangkan serangan yang sebenarnya adalah serangan yang kedua dan saat pisau terbang itu melesat kearahnya, sosok Bintang masih berputar-putar diudara. “Kena!!”. teriak sang pemimpin begal ge
Hingga dia hanya bisa memejamkan matanya, dia pasrah akan apa yang terjadi pada dirinya, tapi ; “Sudah, sekarang kembalilah ketempatmu”. ucapan Bintang kembali mengejutkannya dan dengan cepat dia kembali ketempatnya, tapi ; “Wah njut, bekas luka dipipimu sudah hilang”. ucap salah seorang temannya lagi. “Benar njut, bekas lukamu benar-benar hilang”. ucap yang lain lagi, seakan tak percaya, pemuda yang disebut dengan panggilan njut itu segera meraba pipinya, biasanya dia dapat merasakan goresan bekas luka itu dipipinya, tapi kini dia tidak merasakannya, tangannya menyapu halus melewati pipinya. Dan seakan tak percaya, dia mengangkat golok ditangannya dan dengan golok tersebut dia berkaca, dan dapat dilihatnya kini tanda bekas luka dipipinya benar-benar sudah hilang. “Aku Sawungpati benar-benar merasa terhormat bisa bertemu bahkan bisa langsung merasakan kehebatanmu Bintang, selama ini aku hanya sering mendengar saja tentang kehebatanmu, tapi sekarang aku bahkan
“Dimana bopo dan mbokmu Layung ?” “Bopo sedang ada disawah tapi mbok ada dibelakang”. ucap Layung lagi. Jawaban Layung yang begitu lugu itu cukup membuat Nyai Kembangsari tersenyum. “Oh ya bibi ada sesuatu untuk Layung, tunggu!!”. Nyai Kembangsari terlihat berjalan kembali kekereta kudanya dan dia mengambil sebuah kotak. “Nah, ini ada hadiah untuk Layung”. ucap Nyai Kembangsari lagi seraya menyerahkan hadiah itu yang ternyata adalah sebuah pakaian baru yang begitu bagus dan indah. Mata Layung terlihat membesar saat melihat hadiah itu. “I...ini untuk saya bi”. ucap Layung dengan wajah tak percaya dan Nyai Kembangsari hanya tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. “Aduh, bagus sekali bi, terima kasih”. ucap Layung terlihat gembira. Lalu kemudian dia berlari masuk kedalam rumah. “Nyai...”. sebuah suara terdengar menyebut nama Nyai Kembangsari, hampir bersamaan Bintang dan Nyai Kembangsari berpaling kearah asal suara. Seorang lelaki yang