Bara Dendam Sagara

Bara Dendam Sagara

last updateHuling Na-update : 2025-09-09
By:  lovelypurpleOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Hindi Sapat ang Ratings
5Mga Kabanata
15views
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
I-scan ang code para mabasa sa App

Di puncak kejayaannya, Sagara Wicaksana adalah mutiara Perguruan Banyu Langit, pewaris takhta yang tak tertandingi. Namun, dalam sekejap, surga itu runtuh. Ia dituduh membunuh gurunya sendiri dan dikhianati oleh sahabat yang paling ia percaya, Rangga Pradipta. Dibuang ke laut untuk mati, takdir justru menuntunnya pada Ki Jatmika—pendekar sakti yang telah lama menghilang dari dunia persilatan. Di bawah bimbingannya, Sagara mengasah diri, menelan pahitnya kesunyian, dan memupuk api dendam selama tujuh tahun. Kini, ia kembali dengan wajah baru. Satu per satu, mereka yang merenggut kehormatannya akan diburu tanpa ampun. Tujuh tahun lamanya kebencian membakar nadinya, dan kini saatnya dunia persilatan mengenal siapa dirinya yang sebenarnya. "Aku bukan Sagara yang dulu. Aku malapetaka, yang takkan berhenti sampai kalian binasa!"

view more

Kabanata 1

Bab 1

“Guru Besar! Guru Besar!”

Teriakan seorang murid muda menggema di halaman padepokan, membuat semua orang yang sedang berkumpul langsung menoleh dan berlari mengikuti suara itu.

Orang-orang berhamburan, langkah kaki mereka berat dipenuhi kecemasan dan ketakutan. Suasana hening malam seketika berubah menjadi gaduh.

Saat mereka sampai di ruang Guru Besar, pandangan mereka tertuju pada sosok yang tergeletak di lantai kayu.

Tubuh Guru Besar bersimbah darah segar yang mengalir deras dari luka di dadanya. Para murid yang melihatnya terdiam, napas mereka tersengal-sengal, jantung berdegup kencang.

Tidak lama kemudian, para tetua perguruan datang, wajah mereka serius dan penuh kecemasan.

Mereka mendekat dan memperhatikan luka sang Guru dengan seksama.Namun, detik selanjutnya wajah mereka berubah ekpresi.

Mereka kaget setelah memperhatikan goresan luka yang ada di tubuh sang guru besar. Namun, detik selanjutnya wajah mereka berubah ekspresi. Mata para tetua melebar, napas mereka terhenti sejenak, dan raut wajah berubah menjadi serius hingga penuh kengerian.

Salah satu tetua tertua mengerutkan kening, lalu membungkuk lebih dekat untuk mengamati luka dalam di dada sang Guru.

“Ini... ini bukan luka biasa,” ucapnya dengan suara parau.

“Goresan ini... pola tebasan dari jurus Harimau Merah.”

Suasana menjadi hening, hanya suara desah murid-murid yang ketakutan yang terdengar.

Jurus Harimau Merah adalah jurus andalan yang hanya dikuasai oleh satu murid di perguruan ini yaitu Sagara Wicaksana.

Seketika, wajah-wajah murid pun teringat pada satu peristiwa—

Sebelum hal tragis itu terjadi, di halaman utama Padepokan Banyu Langit dipenuhi sorak-sorai. Hari itu adalah latih tanding tahunan, ajang penting untuk menentukan siapa murid terbaik.

Satu per satu murid maju ke gelanggang, menampilkan jurus terbaik mereka. Namun semua hening ketika nama Sagara Wicaksana dipanggil.

Dengan langkah tenang, Sagara memasuki arena. Begitu aba-aba dimulai, gerakannya melesat laksana kilat. Setiap pukulan, setiap sabetan, begitu cepat dan tepat hingga lawannya roboh tanpa sempat membalas.

Dalam sekejap, ia mengalahkan semua lawan yang maju. Para tetua mengangguk penuh kebanggaan, para murid menatap dengan kagum. Hari itu, tak ada lagi yang meragukan. Sagara Wicaksana adalah murid terbaik, calon pemimpin Padepokan Banyu Langit.

Namun kini, hanya berselang waktu singkat, nama yang dulu dielu-elukan itu justru dipandang penuh curiga dan rasa tak percaya.

Seorang tetua pun akhirnya bertanya dengan suara berat, “Sagara, apakah ini perbuatanmu?””

Sagara Wicaksana yang berdiri tak jauh dari situ, terkejut dan terpaku dengan tuduhan yang terlontar dari salah satu gurunya itu.

Sejenak hening menyelimuti ruangan. Semua mata tertuju pada Sagara yang berdiri terpaku, wajahnya menunjukkan luka dan keterkejutan. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya.

“Aku tidak melakukan ini,” suara Sagara bergetar namun penuh keyakinan. “Aku bersumpah, aku tidak pernah menyakiti Guru Besar. Aku tidak mungkin tega membunuh guru yang sangat aku hormati.”

Rangga Pradipta melangkah maju dengan langkah pasti, tatapannya tajam menusuk ke arah Sagara. “Kau mungkin bilang tidak, tapi bukti tak pernah bohong. Jurus Harimau Merah itu hanya kau yang kuasai. Siapa lagi kalau bukan kau?”

Sagara menggenggam tangan dengan erat, berusaha mengendalikan amarah yang mulai membara. “Kau tahu aku takkan pernah mengkhianati perguruan ini. Rangga, kau harus percaya padaku.”

Namun, pembelaan diri Sagara sia-sia. Para tetua tidak bisa begitu saja percaya dengan pembelaan pemuda itu. Terlebih lagi setelah mereka semua melihat dengan jelas di tubuh guru besar ada luka bekas tebasan dari jurus Harimau Merah.

Jenazah Guru Besar pun segera diangkat dari ruangnya, dikelilingi murid-murid yang masih tak percaya. Pelita-pelita dinyalakan, dan seluruh penghuni perguruan berkumpul di halaman utama untuk memberikan penghormatan terakhir.

Isak tangis pecah ketika tubuh sang Guru Besar dimasukan ke dalam peti mati, lalu dimakamkan di puncak bukit belakang padepokan, tempat peristirahatan para leluhur.

Sementara itu, Sagara Wicaksana digiring dengan tangan terikat. Ia tidak diperkenankan ikut, hanya bisa menyaksikan dari kejauhan dengan mata yang basah oleh amarah dan kesedihan.

Seusai pemakaman, para tetua berkumpul di balairung utama. Obor-obor menyala di dinding, menciptakan bayangan panjang yang bergetar di antara pilar kayu jati. Balairung perguruan sunyi ketika Saka dihadapkan ke tengah ruangan. Tangan dan kakinya terbelenggu rantai besi, wajahnya lebam namun matanya tetap menyala penuh perlawanan.

“Guru Besar tewas dengan luka goresan Jurus Harimau Merah,” ucap salah satu tetua dengan suara berat. “Kita semua tahu hanya kau yang menguasai jurus itu, Sagara. Lantas apa lagi yang bisa kau katakan untuk membela dirimu?”

Saka menggertakkan gigi. “Aku tidak membunuh Guru Besar! Aku memang menguasai Jurus Harimau Merah, tapi aku tak pernah sekalipun menghunuskannya pada beliau. Demi langit dan bumi, jurus itu diajarkan untuk melindungi, bukan untuk menusukkan pengkhianatan ke dada guru sendiri!”

“Cukup!” suara Rangga memotong kasar. Pemuda itu berdiri di samping para tetua, sorot matanya menusuk penuh kebencian.

Rangga bukan sekadar murid biasa. Ia adalah putra dari almarhum Raden Surya, salah satu pendiri padepokan sekaligus saudara seperguruan Guru Besar. Karena darah keturunan itu, setiap kata Rangga kerap dipandang sebagai suara kehormatan keluarga pendiri.

Tetua tertua, Ki Jayanegara, sempat mengangkat tangannya, menenangkan suasana. “Hendaknya kita jangan gegabah. Saka memang dituduh, tapi masih ada kemungkinan ia dijebak. Demi keadilan, sebaiknya kita beri dia waktu untuk membuktikan kebenarannya.”

Beberapa murid di belakang mulai berbisik. Wajah mereka ragu, sebagian marah, sebagian bingung.

Namun Rangga segera melangkah maju, suaranya lantang bagai petir.

“Tidak! Setiap penjahat selalu bersembunyi di balik alasan. Guru Besar telah mati! Apakah kita akan terlihat lemah di hadapan dunia, karena tidak mampu menghukum seorang pembunuh yang nyata-nyata ada di depan kita?”

Ia mengibaskan tangannya dramatis, menunjuk langsung ke arah Saka.

“Lihat dia! Bahkan di hadapan para tetua, tatapannya masih penuh durhaka. Jika sekarang kita membiarkannya hidup, besok perguruan ini akan ditertawakan sebagai sarang pengkhianat!”

Sorakan meledak dari para murid. “Benar! Hukum dia! Jangan beri ampun!”

Riuh rendah itu bergema, memenuhi balairung.

Tapi tak semua setuju. Seorang murid perempuan, Nala, berdiri dan bersuara lantang. “Kita belum tahu kebenarannya! Bagaimana kalau benar ia dijebak? Bukankah Guru Besar selalu mengajarkan jangan menghukum sebelum terbukti?”

Balairung semakin riuh. Suara terpecah menjadi dua suara. Ada yang bersorak setuju menghukum, ada yang menuntut penyelidikan lebih lanjut.

Ki Jayanegara kembali mengetukkan tongkatnya tiga kali. “Cukup! Kita tentukan dengan voting. Semua tetua dan murid akan mengangkat tangan. Pilihannya ada dua, menghukum atau beri kesempatan Sagara membela diri.”

Hening mencekam.

“Siapa yang memilih MENGHUKUM?” seru Ki Jayanegara.

Hampir separuh murid langsung mengangkat tangan tinggi-tinggi, sorak mereka membahana. Semua tetua kecuali dua orang ikut mengangkat tangan. Rangga menatap berkeliling dengan penuh kemenangan.

“Siapa yang memilih BERI KESEMPATAN?”

Sebagian murid lain yang jumlahnya jauh lebih sedikit, mengangkat tangan mereka dengan ragu, termasuk Nala. Dua orang tetua juga ikut menegakkan tangan. Suara mereka tenggelam di tengah lautan mayoritas.

Ki Jayanegara menutup mata sejenak, lalu mengumumkan dengan suara berat,

“Dengan suara terbanyak, diputuskan: Sagara Wicaksana, engkau akan dijatuhi hukuman. Esok fajar, kau dibuang ke Tebing Laut Selatan. Biarlah ombak dan karang menjadi saksi penghapus dosamu.”

Balairung bergemuruh, sorak kemenangan menggema. Namun di sudut ruangan, wajah-wajah murid yang minoritas tampak pucat, seolah firasat buruk tengah mengintai.

Ki Jayanegara mengetukkan tongkatnya sekali lagi. “Besok fajar, hukuman dijalankan. Sidang ditutup.”

Sagara terdiam, dadanya sesak oleh kenyataan pahit. Dalam hati ia meraung, “Aku difitnah. Tapi akan kupastikan suatu hari nanti kebenaran akan kutegakkan, sekalipun harus kubayar dengan darah.”

Palawakin
Susunod na Kabanata
I-download

Pinakabagong kabanata

Higit pang Kabanata

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Mga Comments

Walang Komento
5 Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status