Perlahan Bintang mulai melepaskan hijab dibagian kepala yang menutupi kepala Sabina, tapi cadar yang menutupi setengah wajahnya, tetap dibiarkan. Dan dengan hati-hati dan pelan-pelan, Bintang mulai membuka ikatan mata yang menutupi kedua mata Sabina, diputar berkali-kali hingga sampai putaran terakhir, dan terlihat Sabina masih memejamkan kedua matanya.
“Ayo dinda” ucap Bintang mengajak Sabina untuk turun kebawah, merendamkan setengah tubuhnya bersama Bintang. Dengan berpegangan pada Bintang, kini Sabina sudah berdiri didalam air yang ketinggian mencapai dadanya.
“Dinda sudah siap?”
“Sudah kanda”
“Begitu dinda membuka mata, pandang matahari yang ada dihadapan dinda, lalu segera celupkan wajah dinda kedalam air ya” ucap Bintang lagi, dan Sabina mengangguk mantap.
“Sekarang dinda!” ucap Bintang lagi, dan Sabina dengan cepat membuka kedua matanya, seketika sinar matahari langsung masuk kedala
Dulu sewaktu masih menuntut ilmu dengan Peramal 5 Benua, Bintang sering dilatih atau berlatih sendiri dibawah derasnya guyuran air terjun yang ada di Lembah Obat itu, dan tak jauh dari Lembah Obat terdapat sebuah gubuk tua yang dulu sering Bintang gunakan untuk tidur sendiri setelah lelah berlatih. Dan gubuk tua itulah yang kini telah disulap oleh Bintang dengan indahnya. Malam itu Bintang mengajak Sabina ke gubuk tua itu untuk menikmati bulan madu malam pengantin mereka yang tertunda.Sabina sendiri merasakan jantungnya berdetak dengan kencang saat Bintang membawanya menuju ke gubuk tersebut. Sebagai seorang gadis yang masih sangat awam dalam hubungan lelaki dan perempuan, tentu saja Sabina merasakan tubuhnya gemetaran, tapi berusaha ditahan sekuat tenaganya agar tidak mengecewakan Bintang.Kreaakkk !Pintu gubuk terbuka dan terlihatlah isi dalam gubuk tersebut yang ternyata hanya ada sebuah peraduan, kedua mata Sabina terlihat membesar saat melihat isi didalam
“Aaahhhh” Sabina hanya mendesah saat tiba-tiba saja kedua tangan Bintang sudah menarik tubuhnya dan memeluk pinggangnya dengan kuat. Tapi Sabina tak marah, dan justru mengangkat kedua tangannya dan melingkarkannya keleher Bintang dan menekannya, kini Sabina sedikit lebih berani memberikan balasan lumatan yang hangat dan kuat kebibir Bintang, hingga Bintang semakin bersemangat memberikan balasan lumatan itu. Keduanya terlihat saling melumat dan saling memeluk dengan mesra. Bibir Bintang mulai bergerak nakal turun kebawah, leher jenjang putih dan mulus milik Sabina kini menjadi sasaran Bintang. Tangan Bintangpun mulai bergerak tak kalah nakal. Dari pinggang turun kebawah, Bintang memegang paha Sabina yang masih sebagian tertutup pakaian. Bintang remas sedikit paha itu. Suara “Eihh” keluar dari mulut Sabina, malu karena sentuhan Bintang. Tangan Bintang lantas nyelip ke bawah pakaian Sabina! Kulit tangan Bintang bersentuhan dengan kulit paha Sabina, dan Sabina makin deg-degan. Bintang te
Memang, Sabina merasa seperti mau pipis… “Haduh bagaimana ini, masa pipis di depan kanda?” batin Sabina menjadi malu sendiri. Sementara Jari-jari Bintang terus main di gerbang sorgawinya dan gak tahu kenapa, Sabina malah ngangkat-ngangkat bagian bawahnyanya! “Uuuuaaahhh… iyaaA!!” Bobol-lah pertahanan Sabina akhirnya, dan terdengar bunyi “Criiit” dari gerbang sorgawinya yang memuncratkan sesuatu. Aduhhh… malunya. Sabina merasa seperti barusan pipis di ranjang. (Belakangan Sabina tahu itu bukan pipis). Tapi… kok rasanya enak dan nikmat sekali, sampai ada yang keluar dari tubuhnya sesudah area terlarang dan gerbang sorgawinya dimain-mainkan Bintang? Sampai Sabina mengangkat pinggulnya ? “Itu buat permulaannya dinda sayang” Dan tahu-tahu saja, Bintang sudah membuka celananya, dan menempelkan… menempelkan… pilar pusakanya di belahan gerbang sorgawinya ! “Aduh, kanda…! Itu… Kok ditempel-tempel?!” kata Sabina lagi. Memang Sabina belum tahu banyak mengenai organ tubuh laki-laki. Sabi
Sabina terkapar diatas tubuh Bintang, nafasnya memburu dahsyat. Untuk beberapa saat Bintang mendiamkan kejadian ini sampai akhirnya pilar pusakanya mengecil dengan sendirinya di dalam liang surganya yang telah memberikan kenikmatan yang tak bisa Bintang ungkapkan.Malam terus berjalan larut, sebentar lagi subuh datang menjelang, sementara Sabina sudah tampak menjatuhkan kepalanya didada Bintang, selimut tampak sudah menutupi tubuh bugil keduanya. Walaupun matanya terpejam, tapi sesungguhnya Sabina telah terbangun dari tidurnya, Sabina masih terbayang kejadian malam tadi bersama Bintang.“Sudah bangun dinda?” tiba-tiba terdengar suara lembut Bintang, Sabina membuka kedua matanya, mengangkat kepalanya menatap kearah Bintang. Dengan tersenyum Bintang mengangkat tangannya dan membelai lembut wajah Sabina yang begitu imut layaknya boneka berbie itu.Padahal meski jelas-jelas kelihatan baru saja bangun tidur, namun raut wajah Sabina benar-benar membuat jan
Bintang menyambut uluran tangan Sabina dengan tersenyum dan kini kedua-duanya sudah sailng berdiri berhadapan. Tubuh Bintang memang sedikit lebih rendah dibanding Sabina yang tinggi, tapi tubuh Bintang yang kekar berisi membuat perbedaan tinggi itu tidak begitu kontras. “Aouwww” Sabina tiba-tiba saja menjerit, saat Bintang tiba-tiba saja mengangkat tubuh bugilnya kedalam pondongannya, dengan tersenyum Sabina tampak melingkarkan kedua tangannya dileher Bintang dan merebahkan kepalanya dipelukan Bintang. Dengan saling tersenyum dan bertatapan mesra, Bintang membopong tubuh bugil indah Sabina kedalam kamar mandi. Di kamar mandi, tubuh bugil keduanya tampak dengan jelas, mata Bintang tampak bersinar-sinar memandangi tubuh bugil Sabina yang indah, seakan-akan Bintang ingin menelan habis diri Sabina dalam tatapannya. Bintang kemudian bercerita tentang keluarganya, istri-istrinya, agar kelak Sabina bisa mengenalnya sebelum akhirnya bertemu. Tak lama keduanya sudah keluar dari kamar mandi
“Oh ya, perkenalkan ini istriku, Sabina...” ucap Bintang memperkenalkan Sabina yang baru saja selesai meletakkan cangkir-cangkir minuman dihadapan tamu-tamunya.Sabina sendiri tampak langsung mengatupkan kedua tangannya didepan dada sebagai penghormatan, ke-4 sahabat Bintang langsung membalas juraan hormat itu dengan cepat. Sabina kemudian mohon pamit untuk meninggalkan tempat itu.“Itu.. istrimu lagi, Bintang?” tanya Arya seakan tak percaya setelah Sabina menghilang dari pandangan mereka. Bintang hanya tersenyum.Sawungpati tiba-tiba saja menggerakkan jari-jarinya seperti orang yang tengah berhitung. “Sepuluh...” ucap Sawungpati tiba-tiba dengan wajah berubah. Disambut tawa oleh yang lain yang mengerti maksud kata-kata Sawungpati dengan angka sepuluh. Apa itu ? Tentu saja jumlah Istri Bintang.“Jadi apa rencanamu sekarang Bintang?” tanya Yudho akhirnya.“Sebenarnya aku ingin langsung menjambang
Iblis Tengkorak sendiri tampak berdiri mematung, tenggorokannya terasa tercekat, tubuhnya terasa kaku. Sementara itu Bintang tampak turun dari pelana kudanya dan berjalan mendekati sosok Iblis Tengkorak yang masih berdiri mematung ditempatnya.“Sampaikan pesanku untuk Malaikat Gila. aku menantangnya, kapanpun dan dimanapun!” ucap Bintang dengan tegas. Lalu Bintang kembali berbalik berjalan menuju kudanya kembali.“Malaikat Gila adalah pendekar terkuat saat ini di Tanah Jawa, kau takkan bisa mengalahkannya Ksatria Pengembara!” teriak Iblis Tengkorak lagi dengan suara bergetar, tapi sudah cukup membuat Bintang menghentikan langkahnya.“Dulu aku pernah mengalahkannya“ ucap Bintang lagi tanpa menoleh, tapi sudah cukup membuat wajah Iblis Tengkorak berubah. Bintang tampak kembali naik keatas punggung kudanya.“Sampaikan saja tantanganku pada Malaikat Gila Iblis Tengkorak, atau jika tidak, aku yang akan datang mengobrak
Sosok terakhir adalah sosok yang juga tak kalah besarnya, dikedua tangannya tampak tergenggam dua kapak pendek, sosok inipun tampak tak mengenakan baju hingga memperlihatkan tubuhnya yang besar perkasa. Yang paling mengerikan adalah sepasang gigi besar mirip taring yang keluar dari dalam mulutnya. Rambutnya tampak panjang terikat dibelakang punggungnya. Ketiga orang inilah yang pagi-pagi mengamuk dan membuat geger seisi Bukit Bayangan.Serombongan orang tiba ditempat itu, diantaranya adalah para istri-istri cantik Bintang, eyang Mandalaksana dan eyang putri, mahapatih Suryo Barata, serta beberapa orang pendekar.“Siapa mereka, eyang?” tanya Roro lagi.“Sekutunya Malaikat Gila” jawab eyang Mandalaksana singkat“Sepertinya mereka bukan berasal dari negeri ini eyang” ucap Roro lagi.“Kau benar Roro, mereka memang bukan berasal dari Tanah Jawa ini” sambung eyang putri lagi.“Hentikan!”