Share

Mawar Kehidupan

Author: Yasu Hayashi
last update Last Updated: 2025-07-22 06:54:51

Di sudut ruangan Leona masih bersembunyi, auranya sama sekali hilang. Namun setelah langkah beberapa orang dari kejauhan mendekat, detak jantung Leona kembali normal, dia mengusap keringat yang mengalir di pipinya.

"Wangi bunga mawar ini... Elixia, bantuan datang rupanya." Ucap Leona, menghela nafas.

Tak lama, Elixia melewati ruang di mana Leona kini berada. Rambut merahnya menyala, dia berlari penuh semangat membara, diikuti beberapa orang yang Leona duga adalah tim medis. Leona pun mengikuti mereka dari belakang.

Sampailah mereka di toilet tempat korban pria yang terdiam kaku. Livia sudah menunggu semuanya di situ.

"Apa yang terjadi, Livia?" Tanya Elixia.

"Jarum Silver ini menacap di nadi leher tempat aliran darah dan oksigen ke otak," jelas Livia, menunjuk jarum silver di sisi kanan dan kiri leher korban.

"Jarum tersebut beracun, mematikan bagian otak pengatur gerakan tubuh," timpal Elixia, mengendus bau racun di jarum tersebut.

"Singkatnya jarum tersebut memiliki kekuatan membekukan tubuh." Tiba-tiba Leona muncul di samping Elixia—lagi. Kali ini tidak membuatnya kaget, suaranya yang imut sudah dikenal Elixia.

"Kau bisa menyembuhkannya?" Tanya Livia.

"Racun adalah kemampuan spesialku... Serahkan padaku!" Jawab Elixia, matanya penuh keyakinan, seakan menutupi sifat dinginnya saat itu.

"Kau akan menarik racun dengan menciumnya?" Tanya Leona, menunjuk kepada pria kaku di hadapannya.

"Aku tidak sembarang memberikan ciumanku pada pria," jawab Elixia, ketus.

"Baiklah, kalau begitu..." Timpal Livia, segera mencabut jarum silver di belakang leher korban pria.

Korban pria tersebut seketika ambruk, wajahnya menghitam perlahan. Tim Elixia bergerak cepat menopang agar kepala korban tidak terbentur lantai.

Tim Elixia mengatur posisi korban, Elixia segera beraksi di hadapannya. Tangan kanannya menyentuh bagian kanan atas perut, menarik racun di tubuh korban ke dalam tubuhnya menggunakan aliran hawa murni.

Perlahan wajah korban yang menghitam kembali normal, seiring dengan wajah Elixia yang menjadi pucat. Riasan di wajahnya tampak kontras, lebih terang dari kulitnya.

"Kau tidak apa-apa, kak Elixia?" Tanya Leona, kedua telunjuknya saling bersentuhan, panik dengan kondisi Elixia.

"Tenanglah, racun di lawan racun... Selain menyebarkan racun, hawa murni Elixia memiliki kemampuan melawannya." Livia berusaha menjelaskan, tangannya mengelus rambut Leona.

Korban pria yang diobati Elixia perlahan membuka matanya, kulitnya kembali normal, lalu memuntahkan darah sebelum akhirnya sadar. Sejenak semuanya menunggu sampai pria tersebut benar-benar sadar.

...

"Apa yang terjadi pak?" Tanya Livia, mencoba mencari informasi.

"Saat aku selesai cuci tangan, seorang menyerangku... Aku tidak bisa bergerak, tapi beberapa indraku masih bekerja." Pria korban itu menjelaskan.

"Namun setelah kau mencabut jarumnya, aku benar-benar kehilangan kesadaran." Lanjut pria tersebut.

"Hmmm menarik... Singkatnya racun jarum itu akan benar-benar bekerja saat dicabut." Livia mencoba menganalisa, jarinya memukul-mukul pipi.

Elixia segera bangkit, wajahnya terlihat masih pucat, namun rambut merahnya masih membara.

"Kau tidak apa-apa, kak?" Tanya Leona, memastikan. "Wangi bunga mawarnya serasa berkurang, mungkinkah..." Gumam Leona dalam hati, merasa Elixia belum sepenuhnya pulih.

Elixia menatap Leona, matanya memancarkan tekad yang kuat.

"Ayo kita ke ruang jaringan, masih banyak korban di sana!" Seru Livia, mengepalkan tangannya kencang, seolah menahan amarah atas apa yang terjadi.

...

Semuanya kemudian bergegas menuju ruang jaringan, irama langkah kaki di lantai kayu terdengar penuh semangat.

Sesampainya di ruangan jaringan, mata Leona masih fokus menatap ke arah komputer bergambar tengkorak dan bertulis ancaman. Elixia dan Livia segera bergegas menuju pekerja lain yang juga mengalami nasib serupa korban sebelummya.

Elixia menarik racun dari tubuh mereka satu persatu, wajahnya semakin pucat, riasannya semakin kontras. Lampu neon yang kadang hidup kadang mati, serasa tubuh Elixia yang energinya sudah mulai terkuras.

Baru saja menyembuhkan dua orang, tubuh Elixia tampak sudah tidak sanggup. Terkulai lemas, kemudian ambruk. Livia yang ada di sisinya, menahan tubuh Elixia. Sementara Leona segera menghampiri mereka, langkahnya terasa berat.

Livia membantu Elixia duduk dalam posisi bersila.

"Semuanya, salurkan hawa murni kalian!" Seru Livia, memerintahkan semua yang ada di situ membantu Elixia dengan hawa murni.

Semuanya memusatkan hawa murni ke tangan masing-masing, lalu menyalurkannya ke tubuh Elixia. Wajah pucat Elixia perlahan kembali seperti semula, riasan wajahnya tampak menyatu dengan warna kulitnya. Bagai mawar yang layu, dan kini bersemi kembali.

Elixia membuka matanya, tatapannya seolah memancarkan api membara. Gelombang tak kasat mata berputar di sekitar tubuhnya bagai pusaran angin, semakin lama semakin membesar, memenuhi seluruh ruangan dan meluap hingga ke luar.

"Gelombang Mawar Kehidupan!" Elixia berteriak, mengeluarkan aura dari hawa murni miliknya dan bantuan teman-temannya.

"Saatnya memulai pekerjaan!" Elixia bangkit, bersiap menyembuhkan semua yang ada di ruangan jaringan.

***

Beberapa menit kemudian di pintu masuk ruang jaringan...

"Terimakasih telah menyembuhkan kami... Aku akan membereskan ruangan jaringan seperti semula." Ucap korban pria di toilet, menundukan kepala.

"Kalian... Jaga ruangan ini! Aku, Elixia dan Leona akan kembali ke markas," ucap Livia, memerintahkan beberapa orang kepercayaannya—yang pasti memiliki kemampuan—untuk menjaga ruang jaringan.

Livia, Leona, dan Elixia berjalan menjauhi pintu masuk ruang jaringan. Baru beberapa langkah, Elixia kembali ambruk, lorong gelap seakan bergema dengan suara tubuh Elixia yang jatuh menghujam lantai.

"Elixia!" Livia yang segera menyadari, melonjak cepat menghampiri Elixia. Livia mengangkat tubuh Elixia yang terkulai lemas ke pangkuan, namun ujung bibirnya terangkat, wajahnya memancarkan kedamaian.

"Kau telah berjuang sekuat tenaga, aku bangga padamu." Livia bergumam, sebutir tetes air mata jatuh menyentuh wajah Elixia. Tangan Livia terkepal, sendi-sendinya berbunyi renyah, matanya kini menatap kejauhan, seolah ada sosok misterius yang mengintai di luar sana.

Leona hanya terdiam, mengingat kembali pesan ancaman di ruang jaringan.

"MALAM PESTA! Kengerian Baru Akan DIMULAI."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura   Keintiman Arthur Dan Leona

    Arthur menatap Livia yang dengan telaten menyuapinya. Di belakangnya, tampak Eleana dan Leona sedang mengobrol layaknya cucu dan nenek. Di belakangnya lagi, tampak Diana sedang memperhatikan dengan tatapan seolah tidak ingin momen tersebut hilang. Tiba-tiba Arthur menyadari sesuatu."Elixia... Dimana Elixia?" Seru Arthur, bangun dari tempat tidurnya, melepas kain putih yang menyelimutinya."Arggghhh!" Arthur mengerang kesakitan, merasa terlalu memaksakan tubuhnya."Tenang, biar aku ceritakan semua yang terjadi!" Livia bangkit dari tempat duduknya, tangannya hampir menyentuh tubuh Arthur yang sebagian dililit perban.Livia pun mulai menceritakan semua yang terjadi pada Arthur. Mulai dari penculikan dan penyelamatan Leona, serangan mendadak Elixia, perdebatan kecurangan Darksky, perginya Elixia bersama Valerina dan kondisi geng Flawless.***Arthur menghela nafas, tatapannya tajam, tangannya terkepal, auranya yang bagaikan aliran air kini berubah bagaikan panas api. Namun, tubuhnya mas

  • Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura   Ramalan Konyol

    Diana terlihat mondar-mandir ketika seorang tim medis datang ke markas Flawless."Tenanglah kak, jangan panik seperti itu!" Pinta Livia, nada suaranya terasa penuh rasa khawatir."Semua yang kutakutkan terjadi... Elixia dan afiliasi, kita kehilangan mereka semua... Valerina, aku akan membunuhmu!" Keluh kesah dan amarah berkecambuk di hati Diana."Nona Diana, aku ada informasi penting!" Ucap tim medis, segera setelah bertemu Diana dan Livia di depan ruang pengobatan."Apalagi... Tidak adakah berita baik hari ini?" Geram Diana, masih terus mondar mandir."Tubuh petarung Darksky itu terus mengeluarkan kabut hitam," ucap tim medis tersebut.Livia segera beranjak menuju kamarnya, tak lama dia kembali membawa sebuah buku. Livia membuka halaman demi halaman buku tersebut, kepalanya bergerak beraturan mengikuti tiap lembar yang terbuka."Dewa cahaya terluka parah, dewi musik menghampirinya dan mengalirkan hawa murninya." Livia tampak membaca sebuah kalimat pada buku tersebut."Kau percaya pad

  • Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura   Ketakutan Diana

    Diana terperangah saat melihat kabut hitam membumbung dari tubuh Brian. Kabut tersebut perlahan menghilang ditiup angin, namun terus menerus keluar dari tubuh Brian."Kalian, masuk lewat jalan belakang menuju kamar jenazah... Jaga jangan sampai ada yang tau... Kita buat kejutan sore ini!" Ucap Livia kepada beberapa siswa yang membawa tandu.Diana dan Livia segera masuk ke dalam aula, dengan pakaian berantakan dan bau-bau tak sedap menguar di udara. Tampak siswa Skywhip berjajar menyambut kedatangan mereka, sebagian menutup hidung, sebagian menatap sinis, sebagian melakukan keduanya."Reputasi Flawless telah hancur...""Mereka berlutut dipermalukan sekolah lain...""Membunuh, menuduh, tidak terbukti pula...""Dua anggota utamanya menjadi buronan...""Memalukan sekolah kita."Seluruh siswa terus mencibir Diana dan Livia. Diana dan Livia mengabaikan mereka, mengalihkan pandangan seraya berjalan memasuki lorong menuju markas Flawless."Elixia... Apakah kau akan meninggalkanku seperti Val

  • Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura   Dark Flawless

    Di lorong ketiga kuil sembilan dewa, muncul seorang wanita dengan rambut panjang hingga menyapu lantai, memakai jubah putih dengan aksen merah, bagian pergelangan tangannya longgar. "Kau Helena... Wasit pertarungan Arthur dan Edmond yang menghadangku!" Seru Elixia seraya menunjuk ke arah wanita tersebut. Masih terbayang jelas saat Elixia berlari ke arah Arthur yang terkapar di arena, Helena menghadang Elixia karena dianggap melanggar aturan pertarungaan satu lawan satu. Kini wanita tersebut menatap Elixia dengan tatapan yang sama, sinis dan meremehkan. "Dia wasit death battle... Kau ingin menghapus sistem pertarungan, namun bekerjasama dengan wasit pertarungan?" Sarkas Elixia, matanya menyipit menatap Valerina yang berada di sisinya. "Helena!" Seru Valerina, singkat. Helena segera mengambil sesuatu dari balik jubahnya, sebuah tablet dalam genggamannya. "Sebagai wasit dia memiliki informasi jadwal pertarungan," jawab Valerina, tersenyum penuh misteri. Elixia menatap sinis Valerin

  • Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura   Half Truth

    Valerina berhasil mengejar Elixia di perbatasan kota, berlari sejajar dan saling menatap."Kau ingat saat kita berlari bersama di hutan belakang sekolah? Ayo ikuti aku!" Seru Valerina, penuh rayuan. Valerina segera mendahului Elixia, berlari melewati perbatasan kota, area penginapan warga, hingga terhenti di lokasi pertarungannya dengan Elixia pada hari sebelumnya. Elixia mengikutinya dari belakang.Di siang hari daun-daun kering tampak sangat jelas, berguguran dari pohon tua di sisi tangga menuju kuil. Tidak terasa adanya kehidupan, hanya bau kematian menguar di udara."Terimakasih sudah membantu, tapi aku tidak pernah memaafkan semua kekejamanmu!" Tegas Elixia, menaiki anak tangga pelan bersama dengan Valerina."Hahahaha! Apa yang membuatmu berfikir aku kejam?" Valerina tertawa, nada kematian berpadu dengan suara renyah daun kering yang terinjak."Sudah berapa orang bersalah kau bunuh untuk meningkatkan kekuatanmu?" Tanya Elixia, sorot matanya penuh kecurigaan."Satu orang!" Jawab

  • Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura   Pelarian Elixia

    "Brian sudah mati... Tuduhan Elixia tidak terbukti!" Lorens berseru, seisi arena bergemuruh, sorakan dari arah penonton memenuhi udara."Tidak mungkin," Elixia bergumam, tubuhnya berputar perlahan melihat ke sekelilingnya."Kau membunuh petarung kami di luar pertarungan resmi dan saat dia lengah!" Protes perwakilan dari Darksky, menunjuk ke arah Elixia."Hukuman mati adalah balasan setimpal..." Tambah perwakilan dari Moonhaven."Gadis ini sudah melakukan hal memalukan... Baiknya kita permalukan dulu dia!" Giliran perwakilan dari Darkmoon mencerca Elixia."Permalukan dia... Permalukan dia..." Seluruh penonton bersorak, bahkan dari kerumunan Skywhip banyak yang ikut berteriak.Livia segera melompat ke arena."Tunggu dulu... Jurus Elixia tidak akan membunuh jika kondisi Brian tidak terluka!" Livia mencoba membela Elixia, tatapannya ke arah Elixia seolah menyayangkan tindakannya."Enak saja! Jika temanmu tidak menggunakan jurusnya, Brian bisa kami obati..." Protes perwakilan Darksky. Liv

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status