Share

Rencana Pesta

Author: Yasu Hayashi
last update Last Updated: 2025-07-24 11:08:03

Setelah penyelidikan di ruangan jaringan...

Leona menunggu di pintu masuk markas Flawless. Livia masih tertatih, berusaha kuat menopang tubuh Elixia yang lemah setelah kejadian di ruangan jaringan. Bahunya menjadi tumpuan tangan Elixia yang melingkar erat di lehernya. Nafasnya terengah-engah, berjalan pelan menyusuri lorong penuh gambar bunga.

Sampai di depan tembok bergambar bunga teratai, Livia segera melakukan gerakan untuk membuka pintu markas.

"GRRRKKK!" Pintu itu terbuka, ketiganya—Leona, Livia, Elixia—masuk ke markas Flawless.

"Elixia, apakah dia baik-baik saja? Malam ini ada pesta bulanan siswa." Sapa Diana, menyambut dengan pertanyaan.

"Hanya kelelahan, istirahat sebentar akan membuatnya pulih," Jawab Livia. Diana menatap cemas Elixia.

"Bagaimana anak baru itu?" Livia balik bertanya. Diana segera bergeser, tampaklah Arthur di belakangnya.

Betapa kagetnya mereka—Elixia, Leona, Livia—saat melihat Arthur diperlakukan seperti tawanan. Tangannya terikat ke belakang di sebuah kursi, sebuah kain melilit, membungkam mulutnya.

"Apa yang kau lakukan, kak?" Tanya Livia, terkejut.

"Aku muak dengan sifat cerewet pria ini, selain itu dia... Cabul sekali!" Seru Diana, gemas.

"Memang apa yang dia lakukan, kak Diana?" Tanya Leona, menyentuh-nyentuhkan dua jari telunjuknya—lagi.

"Tanya sendiri!" Seru Diana, mencabut kain—yang membungkam Arthur—dengan kasar.

"Kau benar Leona, ternyata bukan cuma kamu yang bikin kaget di sekolah ini," Celetuk Arthur.

"Kelakuanmu yang bikin kaget... Dasar cabul!" Seru Diana. Burung-burung tak kasat mata seakan berputar di kepala Arthur saat ketua geng Flawless tersebut menjitak kepalanya.

"Jadi apa si gagak ada di ruangan jaringan?" Diana segera bertanya, sejenak melupakan masalahnya dengan Arthur.

"Tidak ada... Hanya beberapa pekerja terkena racun mematikan," jawab Livia. "Sebentar kak, aku bawa Elixia dulu ke dalam kamar." Lanjut Livia, meminta izin dan menjeda obrolan.

"..."

Mata Arthur melirik-lirik ke ruangan yang dituju Livia. Tanpa dia sadari Diana memperhatikannya, tangannya menyilang di depan dada.

"Dasar tukang mengintip... Cowo mesum!" Tegur Diana, menjitak kepala Arthur—lagi.

Arthur mengusap-ngusap kepalanya, bersamaan dengan Livia yang datang kembali untuk menceritakan apa yang ditemuinya bersama Leona.

Beberapa menit berlalu...

"Jadi kesimpulan sementara... Si gagak menyerang belakang leher dengan jarum beracun," jelas Livia, satu jarinya teracung.

"Dia mempunyai kemampuan mengcopy sidik jari," lanjut Livia, dua jarinya kini teracung.

"Jarum beracun akan membekukan tubuh dan menyebar saat dicabut," tambah Livia, tiga jarinya kini teracung.

"Jadi apa yang akan kita lakukan kakak?" Tanya Livia kepada Diana, menutup penjelasan.

Diana tidak langsung menjawab, dia berjalan pelan seolah mencari ide, kemudian terhenti di sebuah sudut. Terdapat sebuah manekin dengan gaun berwarna merah—tampaknya milik Elixia.

"PESTA BULANAN SISWA MALAM INI adalah tempat yang pas untuk menyalin banyak sidik jari," ujar Diana, berjalan ke sudut lainnya. Manekin dengan gaun berwarna ungu terpajang di sudut tersebut—tampaknya milik Livia.

"Si gagak akan memanfaatkan kerumunan untuk melancarkan aksinya," tambah Diana, berpindah lagi ke sudut lain. Kali ini manekin dengan gaun kuning kepunyaannya terpajang.

"Karena pestanya prasmanan, kemungkinan dia akan menyamar menjadi... PENJAGA STAN MAKANAN!" Seru Diana, kini berpindah ke sudut dengan manekin dan gaun berwarna hitam—entah milih siapa?

...

"SEMUA DENGAR!! AKU AKAN MENJELASKAN RENCANA KITA, TAK BISA DIULANG SEPERTI MEMBACA NOVEL." Pekik Diana, penuh ketegasan, membuat siapapun yang ada di situ bercucuran keringat karena auranya.

Dia berjalan perlahan, melewati semua yang ada di situ—Arthur, Leona, Livia. Matanya menyipit seolah mencari tugas yang pas untuk mereka semua.

Diana pun mulai menjelaskan strateginya...

"Buat kelompok dua orang! Masing-masing perhatikan temannya agar tidak diserang dari belakang..."

"Aku dan Livia, Arthur dan Elixia, gadis tanpa aura bertugas deteksi kehadiran si gagak..."

"Livia, beritahu strategi hanya kepada siswa di bawah jaringan Flawless..."

"Kita harus tangkap si gagak, biarkan siswa lain jadi target untuk memancing dia keluar."

Diana pun menutup penjelasannya. Tiba-tiba...

"Aku tidak setuju... Kau mengorbankan yang lainnya demi tujuanmu." Arthur memprotes, tangannya terangkat menunjuk Diana.

"Protes? Berhadapan denganku!" Diana menggebrak meja, Auranya semakin membuat ruangan terasa panas.

Arthur menundukan kepala, tangannya terkepal, sadar kemampuannya saat ini tidak mampu memaksa Diana menuruti keinginannya. Diana segera menghampirinya, meremas kerah baju Arthur.

"Kau anak baru... Kadang harus ada yang dikorbankan untuk mencegah kerusakan yang lebih parah," bisik Diana, lirih namun terasa penuh intimidasi.

"Dan satu lagi... Jaga Elixia, satu rambut helai jatuh kau akan mati!" Ancam Diana. Leona dan Livia hanya bisa tertunduk.

"Pesta bulanan mulai beberapa jam lagi, bersiap dari sekarang!" Diana berseru, menutup pembicaraan saat itu.

...

Beberapa menit kemudian, Arthur dan Leona meninggalkan ruang rahasia geng Flawless. Arthur menoleh ke arah Leona yang berjalan di lorong sambil menunduk.

"Uhm..." Leona bergumam, seolah ingin mengucapkan sesuatu namun merasa malu.

"Kamu kenapa Leona? Jika ada yang mau dibicarakan, silakan!" celetuk Arthur, lembut dan penuh pengertian.

"Kamu bertanya apa yang membuat kak Diana marah?" Tanya Leona, malu-malu. Dia mengalihkan pandangan dari Arthur, pipinya memerah.

"Aku cuma bertanya... Ukuran pakaian dalam yang pas untuk menutupi lekukan besar dan indah di dadanya." Arthur menjawab, kedua tangannya bergerak seolah mencengkram-cengkram sesuatu yang hanya ada dalam pikirannya.

"Apaaaaaaaaa..." Teriak Leona, terperangah.

"Aku menyesal berteman denganmu." Suara Leona bergema, mengucapkan kalimat terakhir sebelum akhirnya menghilang dan auranya tak terasa.

"Leona... Leona... Apakah aku salah? Maafkan aku!" Seru Arthur, memanggil Leona sambil menggaruk belakang rambutnya. Dia kemudian bergegas, suara langkahnya bergema di lorong.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura   Keintiman Arthur Dan Leona

    Arthur menatap Livia yang dengan telaten menyuapinya. Di belakangnya, tampak Eleana dan Leona sedang mengobrol layaknya cucu dan nenek. Di belakangnya lagi, tampak Diana sedang memperhatikan dengan tatapan seolah tidak ingin momen tersebut hilang. Tiba-tiba Arthur menyadari sesuatu."Elixia... Dimana Elixia?" Seru Arthur, bangun dari tempat tidurnya, melepas kain putih yang menyelimutinya."Arggghhh!" Arthur mengerang kesakitan, merasa terlalu memaksakan tubuhnya."Tenang, biar aku ceritakan semua yang terjadi!" Livia bangkit dari tempat duduknya, tangannya hampir menyentuh tubuh Arthur yang sebagian dililit perban.Livia pun mulai menceritakan semua yang terjadi pada Arthur. Mulai dari penculikan dan penyelamatan Leona, serangan mendadak Elixia, perdebatan kecurangan Darksky, perginya Elixia bersama Valerina dan kondisi geng Flawless.***Arthur menghela nafas, tatapannya tajam, tangannya terkepal, auranya yang bagaikan aliran air kini berubah bagaikan panas api. Namun, tubuhnya mas

  • Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura   Ramalan Konyol

    Diana terlihat mondar-mandir ketika seorang tim medis datang ke markas Flawless."Tenanglah kak, jangan panik seperti itu!" Pinta Livia, nada suaranya terasa penuh rasa khawatir."Semua yang kutakutkan terjadi... Elixia dan afiliasi, kita kehilangan mereka semua... Valerina, aku akan membunuhmu!" Keluh kesah dan amarah berkecambuk di hati Diana."Nona Diana, aku ada informasi penting!" Ucap tim medis, segera setelah bertemu Diana dan Livia di depan ruang pengobatan."Apalagi... Tidak adakah berita baik hari ini?" Geram Diana, masih terus mondar mandir."Tubuh petarung Darksky itu terus mengeluarkan kabut hitam," ucap tim medis tersebut.Livia segera beranjak menuju kamarnya, tak lama dia kembali membawa sebuah buku. Livia membuka halaman demi halaman buku tersebut, kepalanya bergerak beraturan mengikuti tiap lembar yang terbuka."Dewa cahaya terluka parah, dewi musik menghampirinya dan mengalirkan hawa murninya." Livia tampak membaca sebuah kalimat pada buku tersebut."Kau percaya pad

  • Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura   Ketakutan Diana

    Diana terperangah saat melihat kabut hitam membumbung dari tubuh Brian. Kabut tersebut perlahan menghilang ditiup angin, namun terus menerus keluar dari tubuh Brian."Kalian, masuk lewat jalan belakang menuju kamar jenazah... Jaga jangan sampai ada yang tau... Kita buat kejutan sore ini!" Ucap Livia kepada beberapa siswa yang membawa tandu.Diana dan Livia segera masuk ke dalam aula, dengan pakaian berantakan dan bau-bau tak sedap menguar di udara. Tampak siswa Skywhip berjajar menyambut kedatangan mereka, sebagian menutup hidung, sebagian menatap sinis, sebagian melakukan keduanya."Reputasi Flawless telah hancur...""Mereka berlutut dipermalukan sekolah lain...""Membunuh, menuduh, tidak terbukti pula...""Dua anggota utamanya menjadi buronan...""Memalukan sekolah kita."Seluruh siswa terus mencibir Diana dan Livia. Diana dan Livia mengabaikan mereka, mengalihkan pandangan seraya berjalan memasuki lorong menuju markas Flawless."Elixia... Apakah kau akan meninggalkanku seperti Val

  • Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura   Dark Flawless

    Di lorong ketiga kuil sembilan dewa, muncul seorang wanita dengan rambut panjang hingga menyapu lantai, memakai jubah putih dengan aksen merah, bagian pergelangan tangannya longgar. "Kau Helena... Wasit pertarungan Arthur dan Edmond yang menghadangku!" Seru Elixia seraya menunjuk ke arah wanita tersebut. Masih terbayang jelas saat Elixia berlari ke arah Arthur yang terkapar di arena, Helena menghadang Elixia karena dianggap melanggar aturan pertarungaan satu lawan satu. Kini wanita tersebut menatap Elixia dengan tatapan yang sama, sinis dan meremehkan. "Dia wasit death battle... Kau ingin menghapus sistem pertarungan, namun bekerjasama dengan wasit pertarungan?" Sarkas Elixia, matanya menyipit menatap Valerina yang berada di sisinya. "Helena!" Seru Valerina, singkat. Helena segera mengambil sesuatu dari balik jubahnya, sebuah tablet dalam genggamannya. "Sebagai wasit dia memiliki informasi jadwal pertarungan," jawab Valerina, tersenyum penuh misteri. Elixia menatap sinis Valerin

  • Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura   Half Truth

    Valerina berhasil mengejar Elixia di perbatasan kota, berlari sejajar dan saling menatap."Kau ingat saat kita berlari bersama di hutan belakang sekolah? Ayo ikuti aku!" Seru Valerina, penuh rayuan. Valerina segera mendahului Elixia, berlari melewati perbatasan kota, area penginapan warga, hingga terhenti di lokasi pertarungannya dengan Elixia pada hari sebelumnya. Elixia mengikutinya dari belakang.Di siang hari daun-daun kering tampak sangat jelas, berguguran dari pohon tua di sisi tangga menuju kuil. Tidak terasa adanya kehidupan, hanya bau kematian menguar di udara."Terimakasih sudah membantu, tapi aku tidak pernah memaafkan semua kekejamanmu!" Tegas Elixia, menaiki anak tangga pelan bersama dengan Valerina."Hahahaha! Apa yang membuatmu berfikir aku kejam?" Valerina tertawa, nada kematian berpadu dengan suara renyah daun kering yang terinjak."Sudah berapa orang bersalah kau bunuh untuk meningkatkan kekuatanmu?" Tanya Elixia, sorot matanya penuh kecurigaan."Satu orang!" Jawab

  • Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura   Pelarian Elixia

    "Brian sudah mati... Tuduhan Elixia tidak terbukti!" Lorens berseru, seisi arena bergemuruh, sorakan dari arah penonton memenuhi udara."Tidak mungkin," Elixia bergumam, tubuhnya berputar perlahan melihat ke sekelilingnya."Kau membunuh petarung kami di luar pertarungan resmi dan saat dia lengah!" Protes perwakilan dari Darksky, menunjuk ke arah Elixia."Hukuman mati adalah balasan setimpal..." Tambah perwakilan dari Moonhaven."Gadis ini sudah melakukan hal memalukan... Baiknya kita permalukan dulu dia!" Giliran perwakilan dari Darkmoon mencerca Elixia."Permalukan dia... Permalukan dia..." Seluruh penonton bersorak, bahkan dari kerumunan Skywhip banyak yang ikut berteriak.Livia segera melompat ke arena."Tunggu dulu... Jurus Elixia tidak akan membunuh jika kondisi Brian tidak terluka!" Livia mencoba membela Elixia, tatapannya ke arah Elixia seolah menyayangkan tindakannya."Enak saja! Jika temanmu tidak menggunakan jurusnya, Brian bisa kami obati..." Protes perwakilan Darksky. Liv

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status