Share

Curahan Hati Fikri Kepada Zahra

Krrriiinnggg...

Suara alarm berbunyi nyaring di kamar cowok tampan itu. Dengan masih setengah sadar dia meraih jam weker di atas meja kecil di samping tempat tidurnya dan langsung mematikannya. Terlihat pukul 05.30 segera dia bangkit dari tempat tidurnya dan masuk ke kamar mandi.

setelah bersiap-siap dia pun segera mengambil kunci sepeda motor dan berjalan keluar rumah, di tengah langkahnya terdengar suara memanggil.

" Fikri, sarapan dulu nak! " Ajak ibu Rani yang sudah pulang dari rumah saudaranya.

" Tidak. " Jawabnya dengan dingin dan melanjutkan langkahnya. Tanpa menoleh sedikit pun pada wanita yang mengajaknya berbicara. Sesampainya di luar rumah dia menyalakan motornya dan segera berangkat ke sekolah.

Hari ini seperti biasa dia berangkat ke sekolah dengan cepat. Tetapi secepat-cepatnya dia ada yang selalu mendahuluinya sampai ke kelas. Dia adalah Zahra, Zahra memang murid yang paling teladan di sekolah. Tidak pernah terlambat, pintar cantik, baik dia adalah siswa yang patut untuk dicontoh. Tapi yang mengharamkan bagi Fikri adalah ketika dia sudah sampai di kelas Zahra yang tadinya berdiri di dekat jendela segera berlalu dari tempatnya. Keluar dari kelas dan duduk di depan perpustakaan tempat favoritnya setiap pagi. Sesekali dia menghadiahkan senyum kepada Fikri.

Suasana pagi itu begitu indah, burung-burung beterbangan menghiasi sekolah dengan lingkungan yang masih berdiri begitu asri udara begitu sejuk di sana. Terlihat siswa-siswi mulai berdatangan memasuki pintu gerbang masuk sekolah. Pun memutuskan menghampiri Zahra, entah kenapa dia merasa ingin selalu dekat dengan gadis itu. Masih di tempat mereka yang dulu dengan jarak mereka duduk yang cukup jauh, Fikri datang menyapa Zahra.

"Hai, zah. " Sapa Fikri.

Zahra yang seperti biasa sudah membaca buku, menghentikan bacaannya dan menoleh ke arah suara yang menyapanya.

"Assalamualaikum Fikri." Zahra balik menyapa dengan salam.

"Waalaikumsalam." Fikri tersenyum dan sedikit malu. Lagi-lagi jantungnya berdebar tidak seperti biasanya saat dekat dengan gadis ini.

Dengan memandang arah lain Zahra bertanya kepada Fikri mengapa beberapa hari ini dia tidak masuk sekolah. Fikri hanya diam tidak menjawab pertanyaan Zahra. Saat itu bukan hanya mereka berdua yang ada di depan perpus beberapa siswa juga terlihat duduk di sana walaupun memiliki jarak yang sedikit jauh dari tempat Zahra dan Fikri duduk. Siswa itu juga sedang asyik mengobrol sambil menunggu bel berbunyi.

"Tidak apa-apa kalau kamu tidak mau cerita Fik." Zahra tersenyum.

Fikri membalas senyumnya.

"Sebenarnya aku... aku ad..." Belum sempat Fikri menyelesaikan kalimatnya terdengar bel sudah berbunyi.

Kkrriinngg...

Zahra yang sedang serius mendengarkan apa yang akan disampaikan Fikri dibuat terkejut dengan suara bel tersebut.

"Ceritanya lain kali aja yah. " Sambung Fikri yang tiba-tiba menjadi ragu untuk menceritakan masalahnya, ditambah lagi bel sudah berbunyi.

"Iya tidak apa-apa. " Jawab Zahra.

mereka berdua pun segera berjalan menuju kelas, begitu juga dengan siswa-siswi yang lain terlihat beberapa berlarian menuju kelas mereka masing-masing. Dan mengikuti pelajaran yang berlangsung seperti biasa.

Dua mata pelajaran sudah berlangsung hari ini beberapa menit kemudian bel pun berbunyi. Anak-anak pun riuh terdengar keluar dari ruang kelas mereka.

"Fikri ke kantin yuk!" Ajak Dewi sesaat setelah berbunyi.

"Fikri aja nih yang diajak? Aku dan Zahra tidak?" Kata deni yang mendengar Dewi hanya mengajak Fikri.

"Kalau kalian mau ikut, ya udah ayo..." Kata Dewi sedikit berat.

"Kalian aja bertiga yang ke kantin ya cuma aku mau ke perpustakaan dulu, mau mengembalikan buku yang aku pinjam." Kata Zahra menolak.

"Aku juga mau ke perpustakaan, sekalian bareng yuk Zah."

Fikri begitu semangat ingin mengajak Zahra ke perpustakaan bareng.

"Loh, kok ke perpustakaan sih, aku kan ajak kamu ke kantin." Kata Dewi kecewa.

"Nanti aja yah Dewi, kamu bareng sama Deni aja dulu."

" Ya udah deh. " Dewi pun menuju ke kantin dengan langkah yang agak malas-malasan. Deni yang melihat Dewi jalannya lambat segera menarik tangannya untuk berjalan lebih cepat.

"Ihhh, apaan sih kok mah jangan pegang-pegang tangan aku. "

"Habis kamu jalannya lambat banget, kecewa ya Fikri nggak jadi ikut. "

"Deni meledek Dewi."

"Iihhh, apaan sih..." Sambil mencubit lengan Deni karena kesal.

"Aduh... sakit tahu."

"Biarin. "

Suasana hening sejenak mereka yang berjalan bersama berhenti berbicara. Terlihat Dewi masih cemberut, Deni yang jahil tiba-tiba mengejeknya lagi.

"Kecewa ia kan!"

"Iihh, Deni jangan rese gitu deh,."

"Kecewa... kecewa... kasihan deh kamu." Deni pun berlari menghindar dari cubitan Dewi yang kesal sama dia, sementara Dewi terus mengejarnya sampai ke kantin.

Sementara itu, Fikri dan Zahra pun terlihat berjalan beriringan menuju perpustakaan. Zahra terlihat memegang buku yang akan dia kembalikan. Sementara Fikri sebenarnya tidak ada niat untuk ke perpustakaan, dia hanya ingin bersama dengan Zahra. Karena dengan bersamanya Fikri merasa hatinya lebih tenang dengan masalah yang belakangan ini selalu datang padanya.

Sesampainya di perpustakaan, Zahra langsung menghampiri penjaga perpustakaan dan segera mengembalikan buku yang dia pinjam. Fikri memilih-milih buku untuk dibaca. Yah, walaupun hanya berpura-pura.

Suasana di perpustakaan cukup tenang. Walaupun sesekali terdengar obrolan berbisik-bisik dari beberapa siswa yang saat itu sedang berada di perpustakaan. Perpustakaan di sekolah itu cukup luas dengan meja meja bundar dan kursi kursi yang mengelilinginya. Rak-rak yang cukup tinggi berjajar dengan buku-buku yang tersusun rapi khas ruang perpustakaan di sekolah.

Setelah mengembalikan buku yang dipinjam, Zahra berjalan ke rak-rak buku yang berjajar itu terlihat dia kembali memilih-milih buku untuk dia pinjam. Itulah hobi Zahra, membaca. Bisa dibilang dia adalah siswa yang paling banyak mencatatkan namanya di buku perpus. Setelah dia membaca buku yang ia pinjam dia akan mengembalikannya dan meminjam buku yang baru lagi. ketika telah mendapatkan buku yang ia ingin baca, Zahra pun berjalan menuju meja yang dekat dengan jendela, ia duduk disana.

Fikri yang sedari tadi memperhatikan Zahra secara sembunyi-sembunyi segera mengambil buku yang ada dihadapannya. Entah itu buku apa, dia pun belum sempat melihat dan membacanya, dia memilih untuk segera menuju tempat di mana Zahra duduk. Saat ini mereka duduk di meja yang sama Fikri duduk di bangku yang berhadapan dengan Zahra, ya... jaraknya cukup jauh sejauh meja bundar yang cukup lebar itu. Zahra masih sibuk dengan bukunya. Sementara Fikri sibuk dengan buku yang dari tadi pura-pura ia baca. (hehe). Beberapa menit kemudian Fikri memberanikan diri untuk membuka percakapan.

"Itu, buku apa Zah? " Tanya Fikri.

"Ini buku kumpulan puisi. "

"Kamu suka baca puisi? "

"Iya aku suka. Kamu sendiri? "

"Iya aku juga suka, wahh... kesukaan kita ternyata sama yah. "

Zahra hanya tersenyum mendengar Fikri berkata seperti itu.

Beberapa kemudian dia pun memandang keluar jendela. Terrlihat asyik menikmati sesuatu yang ia lihat penasaran dengan hal itu Fikri pun segera memandang keluar jendela pula tapi tak ada sesuatu pun di sana di sana hanya ada pepohonan yang teduh, dan beberapa siswa yang sedang duduk santai dan bercanda ria dengan teman-temannya. Ada juga yang terlihat sedang mengobrol sesuatu seperti menggosip ala ibu-ibu. Yah... di samping perpustakaan mereka ada taman yang cukup nyaman untuk melepas penat setelah belajar. Di tempat ini selalu banyak siswa-siswi yang menghabiskan waktu mereka untuk menunggu bel masuk atau pulang berbunyi. Fikri menduga-duga karena penasaran dia pun bertanya kepada zahra. Zah, kamu lagi lihat apa? "

Mendengar pertanyaan Fikri, Zahra segera mengalihkan pandangannya.

" Tidak lihat apa-apa Fikri. "

" Yang bener? Aku perhatikan kamu senang sekali kalau melihat keluar jendela, maksud aku bukan jendela perpus ini juga hehehe... aku juga selalu lihat kamu memandang dari balik jendela kelas kita kalau aku datang pagi-pagi. " Fikri yang penasaran jadi bertanya panjang lebar.

"Hehehe... tidak Opick aku teringat sesuatu aja jadi tadi lihat kesana. " Kata Zahra sambil mengarahkan pandangannya ke arah jendela.

"Ia. "

Tidak menjawab, Zahra hanya tersenyum padanya.

"Oh iya Fik tadi waktu di depan perpus kamu mau bilang sesuatu? " Sekarang Zahra yang balik bertanya kepada Fikri. Fikri terdiam mendengar pertanyaan Zahra.

Suasana hening sejenak rumah terlihat Fikri tertunduk, seperti sedang menahan beban berat di hatinya. Zahra yang melihat reaksi Fikri menjadi tidak tega.

"Maafin aku ya kalau kamu tidak mau cerita tidak apa-apa kok." Zahra terlihat menyesal dengan pertanyaan yang baru saja ia layangkan.

Fitri menarik nafas panjang sejenak, seolah sedang menenangkan dirinya sendiri.

"Tidak apa-apa kok, sebenarnya aku punya masalah dengan orang tuaku di rumah."

"Punya masalah dengan papa dan mama kamu?"

"Ia, hmm... " Menarik napas sejenak.

"Sekitar 2 tahun yang lalu Mama aku meninggal. Aku sangat sedih menerima semua kenyataan ini Zah. Tapi apa yang harus aku lakukan? Semua itu sudah menjadi takdir bukan?" Semenjak kepergian Mama aku merasa ada yang hilang dari hidupku. Aku seperti kehilangan setengah dari hidup aku Zah, semenjak Mama meninggal, aku merasa papah sudah tidak sayang lagi sama aku, dia tidak memperhatikan aku lagi. Setahun kemudian... " Fikri berhenti sejenak kembali menarik nafas panjang, berusaha menenangkan kesedihan yang kini melanda hatinya.

"Setahun kemudian papah menikah lagi dengan seorang wanita yang tidak lain adalah sahabat almarhumah Mama sendiri. Aku sangat sedih Zah aku merasa papah sudah tidak sayang lagi sama Mama, papah sudah tidak sayang sama aku lagi. Karena secepat itu papa aku menikah lagi. Aku tidak suka suka sama ibu tiriku. Walaupun dia memang cukup baik, tapi tetap saja Zah mengapa dia harus menikah sama suami sahabatnya sendiri. Aku benar-benar tidak menerima semua ini Zah. Karena itu aku melampiaskan semua kekesalanku dengan menjadi anak nakal di sekolah. Selama setahun ini sudah tiga kali aku pindah dari satu sekolah ke sekolah lainnya dan yang terakhir ini disini. Aku dikeluarkan dari sekolah karena aku suka bolos aku juga kadang tidak pernah datang berminggu-minggu, dan sering berkelahi dengan temanku. Walaupun di rumah aku izin untuk ke sekolah tapi sebenarnya aku tidak sampai ke sana ya... setidaknya aku bisa mendapat perhatian papah, walaupun cuma sebentar dan itu pun dengan amarahnya. " Fikri menunduk dalam-dalam mencoba membendung air matanya yang sedari tadi ingin jatuh.

Zahra yang sedari tadi menyimak merasa sangat sedih mendengar cerita Fikri. Sekarang dia menjadi sangat menyesal karena sudah membuat Fikri sedih.

"Aku minta maaf Fikri, aku sudah membuatmu sedih." Kata Zahra menyesal.

"Tidak apa-apa kok Zah." Fikri berusaha tersenyum ketika melihat gadis cantik itu bersedih, berusaha membuat hatinya tegar walau mendung kini menghiasi wajahnya.

"Tapi apa boleh aku memberimu saran? "

"Tentu saja Zah. "

"Aku tahu sesuatu yang kita cintai dan kita sayangi memang sangat sulit untuk kita lepaskan, atau untuk kita ikhlaskan. Namun, itulah kehidupan Fik, di dunia ini tidak ada yang abadi selain Rabb kita. Kamu tadi bilang kan kalau ini adalah takdir? Kalau begitu kamu harus mengikhlaskan Mama kamu. Sekarang yang perlu kamu lakukan adalah mendoakan dia, mendoakan Mama kamu. Begitu juga dengan pernikahan papamu yang kedua. Itu semua juga sudah takdir Fikri, papah kamu pasti punya alasan mengapa dia menikah dengan cepat, dia bukannya tidak mencintai Mama kamu lagi, Dan aku juga yakin dia pasti memilih kan ibu yang baik untukmu. Kenallah dia dengan lebih baik dan kamu akan tahu dia sayang sama kamu atau tidak, papah kamu juga pasti punya alasan kenapa memilih dia, barangkali papah kamu berpikir dia akan menyanyi kamu setulus hatinya seperti anak kandungnya sendiri. Dan kamu salah kalau selama ini kamu mencari perhatian papa kamu dengan berbuat nakal di sekolah. Iya kamu dapat perhatiannya tapi plus amarahnya bukan? Tapi coba deh kamu buat prestasi di sekolah, itu akan membuat papah kamu bangga sama kamu dan lebih perhatian sama kamu. Dan lagi Mama kamu di sana pasti bahagia kalau melihat anaknya yang hebat di sini. Fikri terkadang apa yang kita anggap tidak baik, justru itulah yang terbaik untuk kita dan apa yang terkadang kita anggap baik belum tentu baik untuk kita.... " Zahra mengakhiri saran dan nasehatnya yang panjang lebar itu dengan senyuman kepada Fikri, walaupun dia tidak langsung memandang Fikri dengan melihat matanya, melainkan melihat kearah yang lain.

Fikri hanya terdiam, namun terlihat dia bisa mengerti dengan apa yang dikatakan Zahra.

"Aku tahu ini semua sulit untuk kamu tapi aku yakin kamu bisa melaluinya dan mengatasi semuanya dengan bijak. Percayalah Insya Allah semuanya akan baik-baik saja. "

Mendengar kata-kata Zahra yang terakhir seakan hati Fikri bergetar. Ada perasaan aneh yang ia rasakan, tapi perasaan itu membuatnya tenang, jauh lebih tenang daripada sebelumnya.

Di tengah percakapan mereka yang cukup serius itu. Bel berbunyi menandakan berakhirnya jam istirahat pertama hari ini. Mereka pun mengakhiri percakapan yang penuh makna itu dan segera masuk ke kelas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status